Warning
Alur maju-mundur, multi alur OC
3rd POV=============================
Jika ada penghargaan dengan nominasi aktor tebaik sepanjang masa, Yuichiro layak menjadi juaranya. Selama tiga tahun ia melakukan penyamaran. Betah berperan sebagai orang lain yang dulu sempat tidak ia suka. Meski sifat dasarnya tidak hilang—pemarah dan mudah tersulut emosi, berhubung Mikaela buta watak kotornya jadi tidak kentara.
Mulanya Yuichiro memang tidak ingin berlama-lama menjadi Sanowaki. Setiap ia ingin mengaku selalu saja diurungkan tatkala melihat senyum menawan Mikaela merekah mengucapkan terima kasih atau hanya sekadar memanggil nama samarannya. Lambat laun Yuichiro semakin nyaman dengan identitas palsu. Nyaris melupakan marganya yang bernama Amane.
Kebohongan itu dimainkan secara rapi. Berulang-ulang. Hari demi hari. Bulan demi bulan. Tahun demi tahun. Ia sudah terbiasa bertingkah layaknya orang bisu. Saking sempurnanya, ia bahkan terlihat sebagai penyandang tunawicara betulan. Menggunakan bahasa isyarat sebagai alat komunikasi dengan penduduk sekitar.
Mahir memainkan reglet dan stylus untuk menjadi pencerita bagi si buta. Semua itu ia kuasai dalam waktu yang cukup pendek. Hanya bermodalkan satu tujuan utama: Demi menebus kesalahannya pada Mikaela.
Yuichiro tentu tahu perasaan si pirang itu terhadapnya. Melalui ciuman hambar yang Mikaela berikan. Saat itu ia belum menyadari cinta yang sebenarnya. Terlalu dadakan dan tak sempat menghayati membuatnya murka.
Selama hampir lima tahun ia menganggap itu sebagai penolakan dan kesalahpahaman. Sampai mereka lama hidup berdua. Mengikis sikap dinginnya. Meskipun tetap saja Yuichiro mengira bahwa Guren lah makhluk yang ia cinta.
Sedikit pun tidak terbesit dibenak Yuichiro untuk mengacaukan skenario perannya hari itu. Tapi kemunculan Kimizuki berhasil mangacaknya. Mengajaknya bicara setelah sekian lama tidak mengeluarkan suara. Merusak keterbiasaannya yang bisu. Sehingga terlontarlah kata ketika Mikaela hampir mencederai wajahnya. Refleks dan spontan begitu saja.
Karena sudah terlanjur kelepasan, ya sudah, Yuichiro mainkan sandiwara dadakan. Berhubung ia juga teramat kesal mendapati Mikaela yang selalu terisak ketika meraba-raba pakaian seragam. Seragam yang dulu pernah diberikannya semasa SMA.
Yuichiro dengan pias mengamati. Orang yang Mikaela rindukan sebenarnya selama ini tinggal satu atap bersamanya. Setia mendampingi. Mengasihi. Merawat. Menuntun. Menjaga Mikaela layaknya benda bernyawa yang teramat berharga.
Benar, Mikaela sekarang hartanya. Harta yang cukup dengan melihat wajahnya saja sudah membuat Yuichiro bahagia.
Tiap tetesan air mata Mikaela yang kadang-kadang terjun menjadi cermin bagi Yuichiro betapa bejat perlakuannya dulu. Sifat bak es batu beku yang sudah terlanjur mendarah daging karena tidak terima ciumannya direbut, diterima Mikaela lebih dari empat tahun.
Si pirang yang selalu diabaikan, seakan tidak pernah dianggap, mencoba untuk terus mencuatkan keberadaan di sisi Yuichiro yang terlampau sibuk bercengkerama dengan Guren. Kendati selalu mendapati perjuangan itu berakhir percuma, kesia-siaan yang diraih Mikaela berujung penarikan diri karena divonis tumor mata.
Rencana lakon melesat begitu saja. Tertulis rinci di akal budi Yuichiro. Janji pertemuan singkat dengan Guren beserta keluarga kecil malah menerbitkan susunan sandiwara tambahan meskipun cuma lewat perkataan dusta belaka.
Ia memang ingin menghantam Mikaela lewat tusukan kata-kata. Hati Mikaela harus dibuat terkoyak. Yuichiro si pemuda tak peka. Terjahat. Terbejat. Terbrengsek, patut terdoktrin selamanya di otak Mikaela.
Anutan teori egois dan ketidakpekaannya dulu memberikan dampak permanen pada si pirang. Menimbulkan sifat pesimis, dan pikiran-pikiran negatif yang semakin menimbun banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Existence of a Small
Fanfic"Jangan biarkan pikiran negatif menimbun menjadi sampah dalam pusat syaraf, menyebabkan kesedihan yang mau tak mau kau izinkan datang." Kalimat yang tak tersirat untuk Mikaela yang telah hancur harapan ditelan takdir. Keinginannya sederhana, hanya...