"Aaaarrrrrggghhh!!!"

367 46 36
                                    

"Aaarrrggghhhh!!!"

Itu adalah suara yang selalu terdengar di dalam ruang laboratorium. Bukan suara penuh misteri. Itu adalah suara teriakan, ketika jarum menembus kulit seseorang.

Bukan hanya anak-anak, banyak orang dewasa pun--walau memiliki wajah sangar-- sangat takut ketika akan diambil darahnya.

Pepatah yang cocok mungkin adalah "Don't judge the book from the cover"

Tapi ceritaku kali ini datang dari seorang bocah laki-laki, berumur sekitar 8-9 tahun. Dan akan di ambil darahnya, karena sudah kurang lebih lima hari menderita demam. Biasanya pemeriksaan darah yang dilakukan berhubungan dengan demam typhoid--mungkin lebih dikenal dengan tipus.

Pertama kali memasuki lab--singkatan dari laboratorium--tampangnya sudah hampir menangis. Namun karena desakan sang ibu--yang agak galak-- dengan terpaksa ia mengikuti saja.

Ketika aku akan memegang pergelangan tangannya, bocah tersebut berontak dan berteriak-teriak.

"Gak mauuuuu.. Aku gak mauuuu!!! Sakiiiittt!!!"

"Mba belum ngapa-ngapain loh ini," ucapku."

"Aku gak mau di suntiiiikkk!" kembali bocah itu berteriak.

Selama setengah jam lebih aku dan ibunya membujuk anak itu. Masih tidak berhasil. Berbagai cara halus sudah aku pergunakan. Si ibu sampai-sampai mengancam akan meninggalkan anaknya pulang kalau masih tidak mau diambil darah.

Aku hampir menyerah dan hendak mengembalikan form rujukan ke dokter yang meminta pemeriksaan. Tapi sebelum itu terjadi, emosi sang ibu yang memuncak menyebabkan ia akhirnya mencubit sang anak--aku tidak protes, sungguh, malah rasanya ingin berkata "lanjutkan bu!" 😂😂😂--

Setelah beberapa cubitan, akhirnya si anak tenang dan berhenti menangis. Juga mau diambil darahnya.

"Jangan sakit-sakit ya mba," gumamnya sambil masih sesengukan.

"Sakit, tapi sedikit saja. Gak banyak kok," bujukku.

Akhirnya ia merelakan tangan kanannya ditusuk oleh sebuah jarum yang terhubung pada spuit--istilah medis untuk menyebut suntikan.

"Sakitkah?" tanyaku setelah proses pengambilan darah selesai dilakukan.

"Lebih sakit dicubit Mama," jawabnya polos.

Okey! Aku ingin tertawa. Tapi sungguh tak mungkin ku lakukan. Aku hanya mengulum bibirku seraya berkata.

"Coba dari tadi mau, gak dua kali sakit loh. Tunggu di luar dulu ya? Darahnya mau mba periksa."

Iya hanya mengangguk pelan dan keluar dari ruangan. Sang ibu menyusul sambil tersenyum malu-malu padaku.

Sebenarnya ketakutan yang kamu rasakan berasal dari dirimu sendiri yang kamu kembangkan sedemikian rupa, hingga terjadi bayangan hal-hal yang luar biasa.

BUKU REGISTRASI LABORATORIUM🔬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang