BMP

191 8 6
                                    

Kembali pada masa di mana aku sedang praktek lapangan kerja di sebuah rumah sakit umum daerah. Tugas selama dua bulan itu sangat padat dan setiap minggunya aku dan teman-teman mahasiswa jurusanku di rolling dari ruangan ke ruangan.

Saat itu aku bertugas di ruang hematologi (jadi ruangan di rumah sakit itu, terbagi sesuai cabang ilmu laboratorium menurut jenis pemeriksaannya), dan kebetulan ada salah satu pasien yang hasil darahnya tidak normal. Jadi, dokter penanggung jawab laboratorium (biasa dikenal dengan Spesialis Patologi Klinik) memutuskan untuk melakukan tindakan BMP.

Tes sumsum tulang atau Bone marrow puncture (BMP) adalah tes yang dilakukan untuk mengambil dan memeriksa sel darah yang ada di sumsum tulang. Sumsum tulang adalah tempat di mana sel darah terbentuk. 

Aku diajak untuk ikut menyaksikan dan membantu pengambilan sampel tersebut. Senang? Tentu saja. Karena tidak semua orang mendapat kesempatan untuk menjadi asisten dokter dalam tindakan tersebut.

"Kamu sudah vaksin hepatitis, De?" Tegur sang dokter ramah. Saat ini kami dalam perjalanan menuju ruangan pasien.

"Sudah Bu, tapi belum dites kembali apakah antibodi-nya terbentuk."

"Saya juga sudah, tapi juga tidak terbentuk antibodi. Sepertinya harus divaksin ulang," keluh sang dokter.

"Memangnya kenapa Ibu menanyakan hal itu?"

"Soalnya, pasien yang akan kita ambil sampelnya kebetulan positif hepatitis."

Bahaya? Tentu! Karena penyakit hepatitis bisa menular bahkan lewat hal seperti keringat.

Pasien sendiri memang kentara mengidap penyakit hepatitis, ditilik dari tubuh dan bagian putih matanya yang kekuningan.

Sebelum memulai tindakan BMP, sang dokter menjelaskan proses pra analitik (meminta izin pasien atau walinya dengan tanda tangan inform consent), analitik (persiapan alat dan bahan serta cara kerja).

Pasien yang telah memakai baju khusus, diminta untuk berbaring miring. Lalu dengan sarung tangan steril, dokter meraba beberapa ruas ditulang belakang agak ke bawah (beberapa ruas dari tulang ekor). Setelah yakin dengan lokasinya,  dokter menyuntikan anastesi.

Ketika pasien ditanyai apakah bagian bawah tubuhnya sudah kebal (tidak bisa merasakan sakit), dokter pun membersihkan area tindakan dengan iodine kemudian menusukkan jarum yang cukup besar seperti proses pengeboran (itulah guna anastesi atau obat bius)

Benar, jarum tersebut menembus tubuh sampai ke tulang belakang, untuk menemukan sumsum tulang. Rasa ngilu menjalariku ketika melihat dokter melakukan hal tersebut.

Sumsum tulang pasien berwarna putih dan agak bergumpal, terlihat saat suntikan besar tersebut akhirnya berhasil menyedot sampel yang dibutuhkan. Saat cairan merah mulai masuk ke dalam tabung suntikan, dokter menghentikan tindakannya.

Sampel sumsum tersebut, kemudian diteteskan sedikit pada kaca slide (kaca pipih berukuran sekitar 6x4 cm) lalu dibuat apusan.

Sayangnya, setelah selesai pengambilan, aku tidak tahu lagi apa yang dilakukan untuk peemeriksaan lebih lanjut. Namun, menyaksikan tindakan tersebut, benar-benar pengalaman yang sangat berharga dan sedikit membuatku ngeri juga.

BUKU REGISTRASI LABORATORIUM🔬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang