6. Andi's Secret

1.3K 105 46
                                    

Minggu pertama Alina jogging tanpa ditemani Hani yang masih marah dengannya.

Alina berlari-lari kecil memutari taman komplek. Merasa sedikit lelah, Alina duduk sejenak di pinggiran jalan sambil meneguk hampir setengah botol air mineral, dilanjut mengusap-usap bagian wajah dan lehernya yang penuh peluh dengan handuk kecilnya.

Saat itu juga, Hani melintas di depan Alina dengan Doni, sang kekasih yang sangat dipercayainya. Orang yang menjadi bahan pertengkaran antara dirinya dan Alina.

Hani berhenti sejenak, membalas tatapan sendu dari Alina. Ingin sekali Alina dan Hani saling sapa, tapi mereka sadar, untuk saat ini waktunya belum tepat. Sedangkan Doni menatap Alina dengan sinis, ada raut kemenangan di wajahnya.

Memang sudah lama Doni ingin memecah belah dua orang bersahabat itu. Dan akhirnya, tanpa susah payah, persahabatan sejati itu mulai retak sedikit demi sedikit.

Mereka berdua berlalu meninggalkan Alina yang masih terduduk dengan wajahnya yang benar-benar jengkel melihat Doni.

"Hiiiih itu orang yaa, ngga tau malu banget! Udah dia yang salah, gue yang disinisin. Udah untung selama ini gue dukung terus sama si Hani. Pengen gue tabok rasanya itu orang!" Celetuk Alina dengan amat geramnya.

"Sabar, pagi-pagi udah olahraga rahang aja." Terdengar suara bariton dari belakang punggung Alina. Itu Andi.

"Elo? Jogging juga?" Pertanyaan Alina hanya dibalas anggukan oleh Andi sambil terus lari di tempat.

"Jauh amat jogging-nya ke sini-sini? Emang di komplek lo ngga bisa?"

"Sensi amat sih, Lin? Keselnya sama siapa, gue yang kena imbasnya." Kata Andi sambil meneloyor kepala Alina.

"Hehe maaf-maaf. Atau lo lagi jogging sama temen lo itu?"

Apa gue kasih tau aja ya? Tapi gue malu. Yaudahlah kasih tau aja. Andi membatin.

"Lin, pulang jogging ikut gue yuk?"

"Ke mana?"

"Udah ikut aja, nanti juga tau."

Alina mengangguk menyetujui ajakan Andi.

"Eh, tapi gue udahan sih sebenernya. Udah capek." Kata Alina.

"Yee, si pe'a. Yaudah yuk sekarang aja." Kata Andi seraya menarik tangan Alina.

Mereka berdua jalan kaki dengan santai menuju suatu tempat.

Andi membawa Alina ke sebuah rumah mewah. Alina masih kebingungan maksud dan tujuan Andi itu.

"Rumah siapa, Ndi? Oh, rumah temen lo itu ya? Yang namanya siapa? Emm... Rizky kalo ngga salah? Ini rumahnya Rizky? Ngapain deh elo bawa gue ke sini?"

"Masuk aja dulu."

"Ogah!"

"Yaelah tenang aja, Lin. Lo kira gue mau macem-macemin elo? Gue ngga kayak gituuu.." Kata Andi dengan sangat gemas mendengar tolakan Alina untuk masuk ke dalam rumah itu.

Alina berjalan ragu mengikuti Andi yang masuk ke rumah besar itu.

"Pa, Andi pulang." Kata Andi sambil membuka pintu rumah.

Pa? Papa maksudnya? Loh katanya rumah dia di komplek sebelah? Kenapa papanya tinggal disini? Alina membatin.

Saat Alina sedang melihat-lihat isi rumah, terdengar suara serak basah disertai suara batuk dari seorang pria tua. Rambutnya sedikit memutih, badannya rada membungkuk. Benar-benar terlihat sedang tidak sehat.

My True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang