Mendung dan Cafe

1.1K 53 0
                                    

Sasuke memandang biru sang langit dengan gumpalan-gumpalan putih di atas kepalanya. Cuaca sedang cerah dengan sedikit angin. Hari yang tenang, bahkan terlampau sunyi. Kesendirian yang mengelilinginya membuatnya merasa damai.

Angin sejuk yang berhembus lembut sekilas mengibarkan helaian rambut ravennya. Dan Sasuke pun menutup matanya. Membiarkan angin membawanya melayang kembali ke suatu kisah yang akan selalu tersimpan dalam relung memorinya.

Mendung Memori

(c)Mei Evelyn

A "Naruto" Fan Fiction

Naruto (c) Masashi Kishimoto

Pagi yang begitu terang dan cerah tanpa angin, berganti menjadi mendung yang siap menumpahkan tetes-tetes airnya saat sekolah baru saja membunyikan bel terakhirnya di hari itu. Beberapa pelajar tampak berseliweran di bawah atap tempat parkir sepeda milik Konoha High School. Ramai dan riuh. Itulah kesan yang didapat saat melihat tempat itu.

Sesosok pemuda berjaket hitam berdiri di barisan terluar dari para siswa tersebut dengan sebuah sepeda biru gelap di kanannya dan sepeda oranye-hitam di kirinya. Mata onyx miliknya melihat ke arah mana pun kepalanya menengok, berusaha menemukan seseorang di antara banyak siswa yang berlari kesana kemari sebelum hujan benar-benar turun.

Dan akhirnya mata itu menemukannya. Pria muda dengan seragam sekolahnya yang serampangan, dengan rambut oranye yang mencuat acak-acakan, serta tanda di wajahnya yang membuatnya sekilas tampak seperti rubah. Pemuda itu berlari tepat ke arahnya. Dan saat pemuda itu berhenti tepat di sebelah sepeda berwarna oranye-hitam di kirinya, pemuda Uchiha itu tersenyum tipis.

"Sepertinya, hujan hari ini bakalan deras, ya?" ujar pemuda itu datar.

"Memang aku peduli? Kenapa tadi kau pergi mendahuluiku?" tanya pemuda berambut oranye itu dengan nada sedikit gusar.

"Kau sedang mengerjakan piketmu dan Kakashi-sensei memanggilku. Lagipula, untuk apa menungguimu kalau kita akan bertemu juga di sini?" jawab pemuda itu santai.

"Baik, baik. Alasan diterima. Sekarang, ayo pulang! Aku sudah terlambat," ujar si Uzumaki sembari menaiki sepeda oranye-hitam yang ternyata miliknya.

"Kenapa tidak sekali-sekali bolos kerja saja? Bosmu baik padamu, tidak mungkin dia mengurangi upahmu hanya karena sekali tidak masuk, 'kan?" kata pemuda Uchiha itu sambil menaiki sepeda biru di kanan tubuhnya—sepeda miliknya.

"Aku hanya berusaha mengikuti aturan. Memang kenapa? Itu bagus, 'kan? Kau juga yang menyuruhku bekerja paruh waktu di café itu. Hmm, jangan-jangan...," kata si Uzumaki sambil mengayuh sepedanya tepat di mana kalimatnya sengaja ia gantungkan.

"Hn?" pemuda Uchiha itupun kini berusaha mensejajarkan sepedanya di sebelah sepeda milik si bungsu Uzumaki.

"Kau merindukanku ya, Sasuke?" ujarnya dengan nada yang dibuat-buat, bermaksud mengerjai si pemuda Uchiha di sebelahnya.

Pemuda yang dipanggil Sasuke itu merasakan jantungnya berdetak sedikit lebih kencang dari yang seharusnya. Entah kenapa pertanyaan candaan dari sahabatnya itu justru mengusik pikirannya dan suatu pertanyaan menggelitik isi hatinya. Keduanya memang jarang sekali bertemu sejak si Uzumaki—Naruto—memulai pekerjaan paruh waktunya di sebuah café sederhana yang lumayan jauh dari rumah mereka.

"Hn. Aku tidak merindukanmu, dobe. Hanya saja, mendung ini jelas-jelas akan jadi hujan lebat. Siapa juga orang yang mau makan di outdoor café dengan cuaca seperti ini?" kilah pemuda berambut raven itu.

Keduanya melewati gerbang dan membelok memasuki trotoar khusus pengendara sepeda di samping jalan raya yang sedang sepi. Konoha High School memang terletak di pinggir paling luar dari kota Konoha, paling utara dan paling terpencil bila dibandingkan dengan sudut-sudut kota Konoha lainnya.

Pemuda yang dipanggil dobe itu sama sekali tidak membalas perkataan Sasuke. Ia justru mengayuh sepedanya menuju ke jalan raya, terbahak dan tersenyum lebar karena hentakan yang dibuat sepedanya yang turun secara tiba-tiba ke jalan raya yang sedikit lebih rendah dibanding trotoar.

Sedetik kemudian, terdengar suara lantang Sasuke yang masih terdengar datar namun tersirat jelas bahwa ia khawatir, "Hei, Naruto! Jangan ke jalan raya! Itu berbahaya! Hei!" Sasuke menaikkan volume nada suaranya lebih nyaring pada kata terakhir—terpaksa berseru karena Naruto yang justru mempercepat laju sepedanya, dan yang paling buruk, pemuda itu justru meliuk-liukkan jalur sepedanya di sepanjang jalan beraspal, membuat Sasuke panik kalau-kalau sahabatnya itu tergelincir di atas jalur licin yang mulai basah karena tetesan air hujan yang sedikit-sedikit menimpa bumi.

'Cih! Dasardobe!' rutuk Sasuke dalam hatinya, sembari menyusul Naruto ke tengah jalan raya dan mempercepat laju sepedanya.

"Hei, Naruto! Tunggu aku!"

Mendung MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang