8. Tentang Natha

238 27 2
                                    

Natha.

Mendengar namanya saja, sudah bisa membuat para siswi-siswi jelmaan Dijah Yellow—begitu yang biasa Natha panggil—menjerit atau bersemu sendiri.

Ya, layaknya tokoh utama pada novel remaja. Natha itu ganteng, tinggi, memiliki bahu yang lebar, alis yang tebal, mata yang tajam, dan suara yang berat. Bibirnya juga—ekhm...gak perlu dijelasin lah ya, takut khilaf.

Sayang, sifatnya memang agak-agak.

Seperti saat ini, lelaki dengan baju dan rambut luar biasa acak-acakan itu sedang menggoda salah satu penjaga kantin yang ia beri nama Bi Selgom. Kata Natha sih Bibi ini mirip Selena Gomes, tapi kalo dilihat dari ujung Monas pakai sedotan.

Tangannya bergerak menoel pipi Bi Selgom yang sedang menyiapkan ketoprak untuk siswa atau siswi yang memesan. "Aduh kamu ini ya, kalo mau berduaan ama aku ya jangan disini toh," yang seperti Natha dan teman-temannya harapkan, Bi Selgom berhasil bersemu merah dengan nada suaranya yang malu-malu.

Alden, yang berdiri di samping menyikut perut Natha. "Sikat Nath, jangan kasi kendor!" setelahnya ia bersiul.

"Bibi harum banget sih hari ini, pake parfume susu basi ya?" awalnya Bi
Selgom tersenyum. Namun raut wajahnya seketika berubah kala menyadari sesuatu yang tidak beres.

"Loh? Susu basi itu bukannya—"

Natha hanya berjalan mendekat Bi Selgom kemudian membisikan sesuatu, tepat diujung telinganya yang sudah memerah. "Yogurt, asem. Sama kayak Bibi," dan tertwa terbahak-bahak.

Candaan itu mengundang banyak tawa juga dari murid yang lewat atau memang sengaja diam disana untuk mendengar candaan Natha dan kawan-kawan, lumayan hiburan di siang hari.

Bi Selgom yang mukanya sudah membengkak akibat marah, mengambil spatula pink tua kemudian melemparnya kearah Natha yang sudah berlari terbirit-birit menghindar.

Gila, mau dibawa kemana muka cantiknya?

"Natha!!" dia pikir teriakan itu dari Bi Selgom tadi, tapi ternyata dari seseorang yang—dia sangat malas mengakuinya sebagai sepupu—Thea.

"Lo tu kalo lari jangan cuma pake kaki bego! Tapi pake mata juga, liat nih baju gue jadi oren gara-gara lo!" gadis itu mencubit tengkuk Natha dari belakang dan menarik paksanya. "Tanggung jawab!"

Sambil mengaduh kesakitan, Natha tetap kekeuh mencoba kabur walau sia-sia. "Ya-ya-ya, gue minta maaf. Sekarang lepas cubitan lo tai!"

"Tanggung Jawab!" Thea mengadahkan tangannya kearah Natha setelah melepas cubitan supernya.

"Lo mau gue tanggung jawab apa? Masa iya gue nikahin lo cuma gara-gara numpahin jus jeruk di baj—AAA! Iya-iya gue serius!" jarinya mengusap tengkuk yang panas akibat cubitan Thea.

"Buka baju lo!"

Suruhan itu spontan membuat Natha menyilangkan kedua tangannya di depan dada, berjalan mundur dengan wajah takut. "Gak! Gue masih suci ya, masih perjaka!"

Thea menggeram, mengambil ancang-ancang ingin mencubit lagi. "Oke! Iyaudah iya gue buka baju, galak amat punya sepupu."

Satu per satu kancing di kemejanya ia buka, menyisakan kaos hitam tanpa kerah di badannya. Natha bergidik. Bukan, bukan karena tatapan lapar dari para siswi yang ingin melihat roti sobeknya. Tapi karena para siswa juga ikut menatapnya kagum dengan wajah sama laparnya. Euh, homogen!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NathaSya [ON EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang