Nampaknya Mingyu, Wonwoo, Jihoon, dan Soonyoung sudah mengetahui apa yang terjadi diantara aku dan Jeonghan. Mereka datang berbondong-bondong ke rumahku membawakan tiga kotak ayam goreng dengan bumbu berbeda serta dua botol besar cola. Aku mempersilahkan mereka masuk dan kami langsung duduk di meja makan.
Suasana agak tegang, karena tidak satupun dari kami bicara, padahal Soonyoung dan Mingyu biasanya tidak akan tahan kalau tidak berceloteh semenit saja. Aku hanya memainkan ayam di piringku dengan sumpit. Padahal ini adalah makanan favoritku namun aku tidak punya nafsu makan belakangan ini.
"Hyung, ayo dimakan, nanti dingin lho" tak disangka-sangka, Wonwoo membuka mulut. Aku mengangguk singkat dan masih tidak berminat memasukan makanan itu kedalam mulut.
Soonyoung berdeham dan berkata, "Um, hyung, kami sudah dengar semuanya dari Jeonghan-hyung...kami kesini karena khawatir kalau kau kenapa-kenapa"
"Aku tidak apa-apa, kok" jawabku tanpa melihatnya. Soonyoung terdiam dan dari sudut mataku, ia sedang sibuk menyenggol dan berbicara tanpa suara pada Mingyu disampingnya. Sepertinya mengatur strategi agar aku kembali bersemangat.
"Kalian mengobrol saja, aku akan makan" ujarku seraya menyuap satu potong ayam ke mulutku. Aku bisa mendengar desah lega dari para dongsaeng-ku ini dan sedetik kemudian, suasana kian mencair bahkan Soonyoung sudah kembali menunjukan wajah khas 10:10 miliknya.
Tiba-tiba saja bel rumah berbunyi, dan Jihoon yang membukakan pintu. "Eh, Seungcheol-hyung?" aku bisa mendengar percakapannya. "Lho, kau datang rupanya? Ada Mingyu, Wonwoo, dan Soonyoung juga?". "Ya ada, kami sedang makan bersama Jisoo-hyung" balasnya.
Kami pun menyapa Seungcheol saat ia memasuki ruang makan. "Wah, sedang pesta rupanya, nih tambahan" ia meletakkan kantong plastik berisi empat bungkus ramyeon. Mingyu nampak girang dan langsung pergi menuju dapur.
"Pancinya ada di pojok kanan lemari, Mingyu-ya!" Pemuda itu mengangguk-angguk sebagai respon. Selagi menunggu ia selesai memasak, kami mengobrol dan sesekali tertawa sambil menyantap ayam. Suasana hangat yang tercipta membuat nafsu makanku kembali dan saat sepanci besar ramyeon datang, kami langsung berebutan dan seketika isi panci tersebut langsung tandas.
Setelahnya, kami menghabiskan waktu dengan bermain game di ruang tamu sampai waktu menunjukan pukul 9 malam.
"Kalian duluan saja, aku mau bicara dengan Jisoo" ujar Seungcheol saat para dongsaeng sudah bersiap didepan pintu. "Hati-hati di jalan, ya"
Mereka pun memberi salam dan melambaikan tangan. Saat mereka sudah jauh, Seungcheol pun menutup pintu utama dan bergabung denganku membereskan piring serta sumpit yang telah kering kedalam lemari.
"Kakimu kenapa?" pemuda itu membuka percakapan.
Ah sial, sudah kuduga dia akan tau, padahal aku sudah memakai sendal untuk menyembunyikannya.
"Aku memecahkan sesuatu, lalu terkena kakiku" ucapku berusaha senatural mungkin.
"Jangan bohong, tadi saat aku ke toilet, aku sempat pergi ke kamarmu. Apa-apaan ruangan itu? Seperti habis dilanda badai dan perang"
Aku terdiam. "Cheol-ah, tega sekali merusak mood-ku lagi" aku memaksakan seulas senyum.
"Heh, tidak usah kubilang juga, mood-mu pasti kacau lagi saat masuk ke kamar"
Ia menghela napas panjang dan setelah memasukan piring terakhir kedalam lemari, ia berkata "tidur di ruang tamu malam ini! biar kubereskan kamarmu"
"Apa? Ini sudah malam, memangnya kau tidak ingin pulang?" ucapku terkejut.
"Aku sudah bilang akan menginap di rumahmu ke ayahku, lagipula besok Minggu" terangnya. "Mana sapu dan pel-nya?"
Aku diam sejenak dan menunjukan letak kedua alat tersebut di pojok dapur. "Jangan salahkan aku kalau kakimu terluka"
"Tidak akan" sahutnya. "Kau nonton saja atau apalah, akan kubawakan bantal dan selimut nanti dan akan kupastikan kau tidur malam ini"
Aku mengangkat bahuku dan mengikutinya keluar.