Sudah seminggu berlalu sejak insiden itu, dan Seungcheol sudah lama menyerah untuk mengajakku kembali keluar rumah. Jadi dia hanya membawakanku makanan karena ia tau aku tidak akan turun ke dapur dan lebih memilih meratapi nasib di kamar.
Perasaanku sudah jauh lebih tenang, meski kadang mimpi buruk suka menghampiri dan membuatku tidak bisa tidur lagi.
Kali ini, yang mengantarkanku makanan adalah Jihoon.
"Seungcheol-hyung bilang kalau dia harus lembur sampai besok" ujar pemuda itu seraya menuangkan air panas kedalam teko teh.
"Kau tidak kuliah, Hoon-ah?" tanyaku.
"Kelas dibubarkan lebih cepat hari ini" jawabnya sambil menyodorkan cangkir teh kearahku dan mengeluarkan sekotak kue manjoo. "Kau sendiri? Cuti?"
"Begitulah, mungkin aku akan lanjut lagi tahun depan" ucapku tanpa semangat jika harus memikirkan urusan kuliah.
"Omong-omong, Jeonghan-hyung mengenalkan pria itu, Kim Seok Hyun pada kami kemarin"
Dadaku mencelos saat mendengarnya. "Lalu?"
"Yah, kami tidak begitu tertarik tapi Jeonghan-hyung nampak bersemangat jadi kami harus berpura-pura ikut senang juga" ucap Jihoon seraya mengunyah kuenya dengan malas.
"Maaf kalau group chat semalam meledak"
Aku bahkan lupa sama sekali dengan ponselku dan mungkin baterainya telah habis. Sejak gerak gerik Jeonghan menjadi aneh, kami sengaja membuat group chat lain yang hanya berisikan kami tanpa Jeonghan. Aku men-accept permintaan grup namun akhirnya aku sama sekali tak membaca satupun chatnya. Kurasa grup itu jauh lebih berisik dibanding yang ada Jeonghan didalamnya.
"Haha tidak apa-apa" jawabku.
"Hyung, jangan membenci dia, ya" sahut Jihoon tiba-tiba.
"Tidak kok, Hoon. Aku tidak ingin persahabatan kita rusak hanya karena masalah ini, dan toh dia sudah bahagia dengan pria itu kan" ucapku setengah berbohong.
Jauh didalam hati kecilku, aku membenci pria itu. Pria yang telah merebut Jeonghan dariku. Aku ingin sekali menghajarnya agar membuat Jeonghan kembali ke sisiku, tapi aku sadar kalau itu hanya memperkeruh masalah dan bisa-bisa dia malah berbalik membenciku.
"Semoga kau bisa merelakannya, Hyung" Jihoon menghabiskan tehnya dan menuang yang baru. "Akuㅡtidak, kami bahkan mungkin Jeonghan-hyung mengharapkan kau bisa bahagia"
Aku terenyuk dan menyeruput tehku dalam diam. Tanganku sedikit bergetar saat memegang cangkir dan mataku terasa panas.
Aku menghela napas dua kali sebelum menjawab, "terima kasih, Hoon-ah, kalian semua"
Mungkin memang sudah waktunya aku mengucapkan selamat tinggal pada momen-momen manis antara aku dan Jeonghan yang sekarang hanya tinggal kenangan belaka.
a/n
teruntuk lima sekawan, Cheol, Hoon, Soon, Woo, Gyubackstabber klean semua.