Chapter 11

27.3K 1.6K 43
                                    

Merasakan kehadiran Elleinder di sampingnya, Illyvare mengulurkan tangannya yang gemetaran.

Elleinder duduk di tempat tidur dan memeluk Illyvare.

“Mengapa engkau meringkuk di pojok?” Sebagai jawabannya, Illyvare mempererat pelukannya.

“Kata Nissha engkau tidak mau makan. Aku juga belum makan malam. Bagaimana kalau kita makan bersama?” Illyvare tidak menanggapi.

“Sekarang Nissha mengambilkan makanan untuk kita. Tak lama lagi ia akan datang,” Elleinder melanjutkan.

Illyvare masih tidak mengatakan apa-apa. Gadis itu bersandar di dada Elleinder dan dengan tenang merasakan tangan-tangan kekar yang memeluknya.

Terdengar ketukan di pintu.
“Kurasa Nissha yang datang.”

Nissha muncul dengan wajah berseri-seri. Ia membawa nampan yang penuh berisi makanan. Linty muncul dari belakang wanita tua itu. Di tangannya terdapat nampan yang lain.

Kedua wanita itu mengatur makanan di meja tengah kamar Illyvare.

“Makan malam telah siap, Paduka,” kata Nissha.
Dengan gerakan tangannya, Elleinder meminta mereka meninggalkan kamar.
Elleinder mengangkat Illyvare dan mendudukkan gadis itu di kursi. Lalu ia duduk di samping gadis itu.

“Nissha membawa banyak makanan untuk kita, Illyvare. Engkau mau makan apa?”

Illyvare melihat makanan di meja itu tanpa nafsu. Semua yang dibawakan Nissha adalah makanan kesukaannya tetapi saat ini ia sedang tidak ingin makan. Rasa takut menyerap semua keberaniannya.

Di pikirannya masih terbayang bagaimana wajah-wajah menakutkan itu menatapnya. Bagaimana pandangan mereka yang membuat Illyvare bergidik. Illyvare masih dapat merasakan keinginan untuk memberontak dari tangan yang memeluk tubuhnya itu. Illyvare masih teringat ketika seorang di antara mereka memeluk tubuhnya sementara ia mengendalikan kuda.

Illyvare mengulurkan tangannya yang gemetaran semakin hebat.
Elleinder cepat-cepat menangkap tangan itu dan berdiri di samping Illyvare.

“A…aku… takut…”

“Tidak ada yang perlu ditakutkan, Illyvare.” Elleinder merasakan tangan Illyvare mencengkeram lengannya kuat-kuat.

“Baiklah, Illyvare. Kalau engkau tidak mau makan, aku tidak akan memaksamu.”

Elleinder yakin baik Nissha maupun Linty masih berjaga-jaga di depan pintu.
“Nissha,” panggilnya.

“Ada apa, Paduka?” tanya Nissha.

“Maaf membuatmu kecewa, Nissha. Kami tidak jadi makan.”

“Saya mengerti, Paduka,” kata Nissha tetapi wajahnya menunjukkan kekecewaannya. Ia dan Linty kembali membawa pergi nampan itu.
Elleinder membopong Illyvare kembali ke tempat tidur.

“Tidurlah, Illyvare. Aku akan memanggil Nissha.” Illyvare mencengkeram lengan baju Elleinder kuat-kuat.

Seperti waktu mereka berada di kapal, Elleinder melihat Illyvare tidak mau ia pergi. Tetapi kali ini Illyvare tidak mau melepaskan baju Elleinder. Ia memegang tangan Elleinder erat-erat.
Elleinder kembali duduk di samping Illyvare dan memeluk gadis itu.

“Tidak ada yang perlu engkau takutkan, Illyvare. Sekarang engkau sudah aman. Tidurlah dan lupakan semua yang terjadi hari ini.”

“Aku… takut…”

“Jangan takut, Illyvare,” kata Elleinder lembut, “Para prajurit berjaga-jaga di luar sana. Mereka tidak akan mengijinkan seorang pun memasuki Istana.” Illyvare masih tidak mau melepaskan Elleinder.

Topeng Sang PuteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang