Stage 5 : Jadi, Apa Rahasianya?

423 43 20
                                    

"Ulangi!"

"Haish!" mataku terus saja menatapnya. Aku tidak mau melirik hal yang lain.

"Kau lihat apa? Hah?" seru Joy sembari sedikit membentak.

Ya, kuakui memang aku salah, karena sudah meninggalkan hall saat sesi perkenalan. Tapi, menurutku ini terlalu le-bay hukumannya. Aku harus squat jump sebanyak seratus kali dan tidak boleh berhenti, kalau berhenti...

"ULANGI!!!" 

Lily yang sedang berdiri di sampingnya menatap ke arahku dengan tatapan penuh belas kasihan. Mencoba merengek kepada Joy untuk melepaskanku. Satu pertanyaanku, sejak kapan Lily sudah sedekat itu dengannya.

Eric juga. Dia ada di sana melihatku dihukum. Hanya melihat. Kulihat beberapa kali dia mencoba membujuk Joy, tetapi gagal. 

Tidak banyak perubahan secara sugnifikan yang terjadi pada pertumbuhan Eric. Sejak kecil hingga sekarang, Badannya yang tinggi menjadi salah satu ciri khas darinya. Rambutnya berwarna hitam pekat, tidak seperti kebanyakan orang eropa yang cenderung cokelat. Kudengar, ayahnya adalah orang asia, jadi, wajahnya tidak seperti orang kebanyakan, menurutku, Eric adalah manusia blaster yang sempurna.

"Tujuh puluh... Tujuh puluh satu...Tujuh puluh dua..." 

Aku melihat Joy berjalan menghampiri Eric yang sedang duduk menikmati pemandangan squat jump seseorang.

Terlihat Joy sedang berbincang-bincang santai dengannya. Tanpa, melirik sedikitpun ke arahku.

"Sembilan puluh sembilan... Seratus..."

Untuk sekilas Joy menoleh kepadaku dan melambaikan tangannya kepadaku tanda agar aku segera menghampirnya.

"Kenapa kau tidak bilang dari tadi." kini nada dari Joy kembali normal. Tidak, kuralat. Sangat normal dari yang sebelumnya marah-marah seperti orang kerasukan.

"Bilang apa?" aku tak mau menatapnya.

"Eric adalah saudaramu."

"Oh, itu, lagian kau,"

"Oke, maafkan aku ya." tukas Joy tiba-tiba menyela perkataanku.

Aku melihat ada senyum yang terajut di wajah Joy saat mengetahui bahwa aku adalah saudara Eric.

"Lily, kau bisa bantu aku sebentar?" ucap Joy memecah kecanggungan sesaat tersebut.

"Mm.. Baiklah, Aby, aku ikut dengannya dulu ya." ucapnya sambil berlari mengekori Joy.

"Kalian, silahkan berbincanglah, pasti banyak yang ingin dibicarakan."

Joy pergi meninggalkan kami.

"Kau dekat dengannya?" tanyaku.

"Mm... Ya, begitulah..."

"Aku tak menyangka, kita bisa bertemu seperti ini."

"Bagaimana kabar mom dan dad ?"

"Entah, terakhir kali aku bertemu adalah saat kejadian pengeboman itu. Sejak itu, aku tak dapat kabar satu pun dari mereka."

"Kau tahu?"

"Tahu apa?"

"Mungkinkah mereka menjadi salah satu dari mereka?"

"Mom dan dad  ? Salah satu bagian dari kelainan bipolar itu?"

Eric mengangguk ringan.

"Tidak mungkin."

"Aby, dengar, aku sudah lama ada di sini."

"Lalu?"

"Semenjak kejadian itu juga aku berusaha telah mencari kalian, kau tahu, aku sempat berpikir kalau kalian sudah meninggal."

"Tolong, katakan sesuatu yang berlogika Eric!" aku berusaha meyakinkannya.

"Aku hanya sering menemukan beberapa kejanggalan saat aku berada disini."

"Kejanggalan seperti apa?" tanyaku sedikit penasaran, nada dalam perkataanku juga sudah sedikit melemah dibandingkan yang sebelumnya.

"Nanti kau akan tahu sendiri saat latihan."

"Maksudmu?"

"Jangan terlalu percaya pada siapapun, jadilah dirimu sendiri Aby."

Jujur, aku bingung dengan apa yang ada dipikiran Eric, mengapa aku merasa terlalu banyak rahasia yang disimpan olehnya.

"Kau, apa posisimu di sini?" tanyaku pada Eric.

"Aku?"

Aku mengangkat kedua alisku, suatu  gerakan yang cukup mewakili kata 'Ya'.

"Tidak terlalu berpengaruh kok, aku hanya sebagai pengawas saja."

"Apa maksudnya pengawas?"

"Bisa dibilang sejenis perantara antara pihak pusat dan bawahan-bawahannya."

"Oh, aku mengerti."

"Jadi, apa yang sedang direncanakan oleh orang pusat sana?"

"Aku tak bisa memberitahumu, kami para pengawas diwajibkan untuk tidak berbicara sembarangan."

"Hanya kita berdua disini, tak akan ada yang tahu."

Tiba-tiba Eric mengambil secarik kertas dan pulpen, mulai menuliskan kata demi kata di kertas putih tersebut dan menulis, 'Tetap tidak bisa, ada suatu pelacak yang tertanam di dalam tubuhku, segala pergerakanku dan perkataanku sedang diawasi juga'

"Shit!"

Lagi-lagi ia menulis di kertas, 'Ya, sekali aku macam-macam dan berbicara tentang rahasia pemerintah, bisa saja besok aku sudah ditembak mati'

"Hey, mereka tidak mempunyai hak untuk melakukan hal seperti itu!" ucapku dengan emosi yang meluap-luap.

Aku tak mau kehilangan Eric dua kali.

"Tidak masalah, aku bisa mengatur diriku sendiri. Aku sendirilah yang menginginkan posisi ini. Lagipula, tidak semua orang mau menjadi pengawas, mereka tidak bisa sembarang membunuhku."

"Apa saja yang telah kau lakukan di masa lalu, Eric."

kini, terpaksa aku tak bisa mengetahui tentang rahasia yang terpendam itu. Haruskah aku mencari tahunya sendiri.

"Drake. Kau tahu dia kan? Saat wawancara seleksi anggota. Pasti kau menemuinya."

"Ah, Mr. Draky itu?"

Eric tersenyum singkat.

"Kau bisa percaya padanya, mungkin dia bisa membantumu."

"Mm... Baiklah..."

Besok, adalah hari pelatihan pertamaku, apa yang akan kutemukan, hal apa yang sebenarnya Eric hendak sampaikan padaku?

***

Hai....

Gimana tanggapannya, rada ngebosenin kah? wkwk

Dan, satu hal lagi, thor mau ngucapin makasih sekali bagi temen-temenku tersayang yang sudah mau memberi saran biar story ini ga jadi ngebosen-bosenin amat (katanya), terutama buat anak-anak grup chatous dan telegramku tersayang. Makasih sekali lagi. 

- Kimi J

Bipolar Disorder : Part of Aby StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang