Kalau seharian hanya meraba-raba gusi, sangat bosan bukan? Aku ingin ada yang menemaniku untuk bermain. 'Andai saja ada teman yang sebaya denganku, pasti aku sangat riang' gunamku. Berjalan-jalan sembari menengok ada-kah anak seusiaku disini. Pasti adaa. Tapi dimana.
*****
10 tahun silang aku mencari-cari adakah yang sebaya denganku atau tidak. Seketika ku berjalan-jalan pagi untuk menikmati udara segar yang selalu hadir dipagi hari.
*jeduggh!!*
"Aaww! Sakit!"
"Maaf, aku tidak sengaja menyenggol mu. Sini ku bantu."
(menggapai tangan.)
"Namaku Ferri, aku dari Desa Maju Jaya. Namamu siapa?"
"Namaku Risa. Mmm aku dari Desa Sejahtera Sakti."
Rupanya desa kami berdampingan dan rumah ku tak jauh dari rumahnya. Hanya berjarak 2 meter dari rumah, aku bisa bermain dengannya. Tak lama, kami saling bersenda gurau.
*****
Mulai dari sini, aku sering mengunjungi Ferri dikala jenuhku datang. Sikapnya membuatku terhibur seakan mengusir rasa jenuh untuk hadir dalam hidupku. Rupanya ia ingin aku bersahabat dengannya. Tentu aku menerima tawaran itu. Siapa lagi yang bisa menjadi sahabat untukku selain dia? Nampaknya tiada. Karna disini hanya diduduki oleh para petani yang sibuk bekerja. Jadi pantas saja hanya ada aku dan Ferri.
Ibu sering menasehatiku jangan terlalu sering mengunjungj Ferri. Karena Ferri adalah lelaki, bukanlah perempuan. Ibu mengkhawatirkan perkembanganku, takut jika aku menjadi tengil tidak seperti perempuan biasanya karena sering bermain.
"Mulai sekarang, Risa jangan sering bermain ya.
"Memang kenapa, bu?
"Ibu hanya ingin yang terbaik untukmu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Pohon
Teen FictionRisa terlahir dengan tampang rupawan. Walau begitu, ia tetaplah Risa yang apa adanya meski ia harus merintih dengan air mata di setiap saat dan menanti kedatangan rumah pohon yang menjadi cita-cita sang Ayah. Bagaimanakah Risa mewujudkan impian ayah...