1. Pertemuan Orang Aneh

2.2K 21 0
                                    

Tangan Tu Jit diletakkan di atas meja, tangan itu ditutup dengan sebuah topi caping yang sangat lebar. Tangan itu tangan sebelah kiri.

Tak seorang pun tahu mengapa dia menutupi tangan sendiri dengan sebuah caping lebar.

Tentu saja Tu Jit bukan bertangan satu, tangan yang sebelah kanannya menggenggam sepotong bakpao yang sudah mengeras, perasaan hatinya juga sekeras bakpao itu, bukan hanya kering, bahkan dingin, keras dan liat. Padahal dia berada di sebuah rumah makan, rumah makan Thian Hiang-lo.

Diatas meja terdapat aneka macam sayur dan hidangan, juga tersedia arak. Tapi dia sama sekali tidak menyentuhnya, jangan lagi makan, setetes air teh pun tidak diteguknya, dia hanya mengunyah bakpao keras yang dibawanya, pelan-pelan menikmatinya.

Tu Jit memang seorang lelaki yang teliti dan sangat berhati-hati, dia enggan orang lain menemukan dirinya sudah mati keracunan dalam rumah makan itu.

Senja.............sesaat menjelang senja. Suasana di jalan raya sangat ramai, banyak orang berlalu lalang, tiba tiba terlihat ada seekor kuda berlarian mendekat dengan kecepatan tinggi, begitu cepat larinya hingga menumbuk tiga orang, dua orang penjaja kaki lima dan seorang pendorong kereta gerobak.

Si penunggang kuda itu mempunyai gerakan tubuh yang lincah dan cekatan, sebilah golok panjang tersoren dipinggangnya, setelah melirik sekejap papan nama Thian-Hiang-lo, tiba tiba dia melejit dari atas pelana kuda, berjumpalitan beberapa kali di udara dan secepat anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur masuk ke dalam ruang rumah makan.

Segera terjadi kegaduhan di dalam rumah makan, tapi Tu Jit tetap sama sekali tidak bergerak.

Lelaki kekar yang menggembol golok itu mencabut keluar senjatanya, diantara kilatan cahaya yang menyilaukan mata, tiba tiba dia menebas tangan kiri sendiri.

Dua biji jari tangan yang penuh berpelepotan darah segera rontok ke atas meja. jari manis dan jari kelingking.

Butiran keringat sebesar kacang kedela jatuh bercucuran membasahi wajah lelaki bergolok itu, katanya dengan suara parau:
"Apakah sudah cukup?"

Tu Jit tidak bergerak, buka suara pun tidak.

Lelaki bergolok itu menggigit bibirnya kencang kencang, sekali iagi dia mengayunkan goloknya. Tangan kirinya segera terpapas kutung dan tergeletak di meja, ternyata dalam tebasan goloknya kali ini,dia telah mengutungi lengan kiri sendiri.

"Sudah cukup belum?" kembali tanyanya.

Akhirnya Tu Jit berpaling juga, dia melirik kepada lelaki itu sekejap lalu manggut manggut. "Pergi!" serunya.

Paras muka lelaki bergolok itu berkerut kencang lantaran menahan rasa sakit yang bukan kepalang, setelah menghembuskan napas panjang, bisiknya: "Terima kasih!"

Tanpa membuang waktu lagi, dengan langkah sempoyongan dia menerjang keluar dari rumah makan itu.

Ditinjau dari gerakan tubuh yang dimiliki lelaki kekar itu, semestinya dia berilmu tinggi, gerak geriknya lincah dan cekatan, tapi.... sehabis melirik ke arah topi lebar yang menutupi tangan kiri Tu Jit mengapa dia rela mengutungi lengan sendiri? Bahkan dia seperti merasa berterima kasih sekali kepada lelaki itu?

Rahasia apa yang terdapat dibalik topi lebar itu?

Tak seorang pun yang tahu.

Senja.........kini senja benar-benar telah menjelang.

Kembali tampak dua orang berlarian masuk ke dalam rumah makan dengan langkah tergesa gesa, dua orang itu mengenakan baju mewah yang amat perlente, tampangnya gagah dan penuh tenaga.

Tujuh Pembunuh (Qi Sha Shou) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang