3. Bulan Purnama

952 11 0
                                    

Perempuan itu bernama Oh Gwat-ji, rupanya dia sudah lama kenal dengan Liu tiang-kay, malahan mereka adalah sahabat karib.

Sebenarnya apa yang telah terjadi? Atau, tadi mereka hanya sedang bermain sandiwara? Mengapa harus bersandiwara? Ditujukan untuk siapa sandiwara itu?

Oh Gwat-ji sudah bangkit berdiri, sambil bercekak pinggang dan mata mendelik besar, serunya: "Aku mau tanya, seandainya benar-benar ada sepasang suami istri muda, dan benar-benar bertemu dengan manusia semacam dirimu dan menghadapi masalah seperti ini, apa yang mesti dia lakukan?"

Pertanyaan itu kontan saja membuat Liu Tiang-kay melengak, dia termenung dan tak mampu menjawab, sampai lama kemudian baru jawabnya: "Biarpun aku bukan terhitung orang baik baik, tapi aku tak bakalan melakukan perbuatan sebejad itu"

"Belum tentu aku maksudkan dirimu, maksudku, andaikata bertemu manusia semacam dirimu?"

Liu Tiang-kay tertawa getir.

"Aku sendiri juga tak tahu harus bagaimana, jalan pikiranku belum berpikir sejauh itu"

"Apakah akal busuk ini hasil pemikiranmu sendiri?"

Tiba-tiba paras muka Liu Tiang-kay berubah amat serius, sahutnya:
"Aku sengaja berbuat begini agar Liong Ngo mengira aku memang benar-benar seorang telur yang paling busuk, kita tak boleh membuat dia curiga, biar sedikitpun, maka kita mesti waspada, setiap waktu setiap saat mesti berhati hati, pengaruh serta kekuatan yang dia miliki terlalu besar, mata matanya terlalu banyak dan tersebar dimana mana....."

"Tapi ...barusan................."

"Barusan pun ada mata-matanya disini, si kusir kereta itu seratus persen pastilah orangnya"

"Darimana kau tahu?"

"Aku dapat melihatnya"

Kembali dia menambahkan: "Jika pemuda itu adalah seorang kusir benaran, di pasti akan terbengong macam orang kehilangan sukma setelah melihat empat peti besar berisi uang perak, tapi kenyataannya dia seperti sudah terbiasa melihat hal semacam ini, dia sangat tenang dan tidak menunjukkan perubahan wajah"

Oh Gwat-ji memutar biji matanya, rasa jengkelnya mulai mereda, tiba-tiba berkata lagi sambil tertawa: "Konon berapa hari belakangan ini kau hidup sangat gembira"

"Hidungku saja sudah dijotos orang sampai bengkok, masa kau masih menuduh aku hidup senang?" sahut Liu Tiang-kay sambi! tertawa getir.

"Yang penting kan tiap hari ditemani banyak cewek, biar kena tonjokan juga tak rugi...."

Liu Tiang-kay menghela napas panjang. "Sayang sekali tak seorang gadis pun diantara mereka yang dapat menandingimu!"

Oh Gwat-ji ikut tertawa.

"Kau tak perlu menjilat pantat, kau toh pasti sadar, aku tak bakal masuk perangkapmu, sebelum tugas itu selesai dikerjakan, jangan harap kau bisa menyentuhku"

"Masa menyentuh tangan saja tak boleh?"

"Tidak boleh, mulai hari ini, aku tidur diranjang dan kau tidur di lantai, jika tengah malam kau berani merangkak naik ke ranjang secara diam-diam, aku segera akan beritahu Liong Ngo, semua asal usulmu akan kuuwarkan keluar"

"Aah, dasar bukan manusia, kau memang setan hidup!" umpat Liu Tiang-kay sambil menghela napas panjang.

"Kau sendiri memangnya bukan setan? Kau setan hidung belang" Tiba-tiba gadis itu tertawa lagi, setelah mengerdipkan matanya beberapa kali, lanjutnya: "Apalagi kau tak lebih hanya sebuah jalanan, sedang aku adalah rembulannya, sinar rembulan bisa menyinari beribu bahkan berjuta juta jalanan, karena itu, aku memang lawanmu yang paling tangguh"

Tujuh Pembunuh (Qi Sha Shou) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang