1Menit . . .
5 Menit . . .
10 Menit berlalu.
Rasanya kedua kakiku sudah tak dapat lagi menopang tubuh yang sejak tadi berdiri di ambang pintu. Kedua bola mataku terfokus pada cewek-cewek yang tak kunjung keluar dari ruangan yang akan kubersihkan. Cewek-cewek centil yang sebagian dari mereka menjadi idola di sekolah ini. Cantik memang, ditambah lagi jago nge-dance. Siapa coba yang tidak tertarik dengan pesona mereka? Bahkan para guru pun tak henti-hentinya memuji prestasi mereka.
Tapi aku berbeda. Aku benci mereka semua. Aku benci segala hal yang berkaitan dengan kata 'DANCE'. Terutama dancer.
Dari balik pintu yang sedikit terbuka, dapat kulihat cewek-cewek itu sedang menari-nari mengikuti alunan musik yang berasal dari sebuah DVD player yang terdapat di sudut ruangan. Rasanya tak sabar menunggu mereka yang sedang asyik latihan. Tapi apa yang bisa kulakukan? Mengusir mereka?
Sepertinya nggak mungkin. Ini ruang seni, dan ruangan ini milik sekolah. Jadi kurasa aku nggak berhak mengusir mereka dengan alasan akan membersihkannya.
Ya, hanya gara-gara terlambat beberapa menit berangkat ke sekolah, ujung-ujungnya hukuman inilah yang kuterima. Menjadi pembantu di sekolah selama jam istirahat kedua. Menyebalkan bukan? Di saat semua teman-teman pergi ke kantin, aku malah harus membersihkan ruang seni ini sendirian.
Akhirnya suara musik berhenti, dan tanpa dikomando satu persatu dari ketujuh cewek itu mulai keluar dari ruang latihan mereka. Diawali dengan Renata, cewek yang kuakui memang cantik dan aku benci kecantikannya. Karena gara-gara itu Andhika, pacar pertamaku pergi meninggalkan aku tanpa alasan demi mengejar cinta cewek itu.
Walaupun sekarang mereka berdua tidak bersama lagi, tapi aku masih tetap membenci cewek itu. Karena sampai sekarang aku masih belum bisa Move On dari Andhika dan berharap bahwa suatu saat nanti aku dapat kembali bersamanya.
Kemudian yang keluar terakhir dari ruangan itu ada Nadine, cewek tinggi yang menyandang gelar kapten cheers mereka. Aku juga membencinya. Aku bahkan hampir masuk penjara gara-gara dia. Dan itu merupakan salah satu alasan kenapa aku membenci dancer.
Setelah semua cewek-cewek itu keluar dari ruang seni, segera kuangkat ember dan alat pel yang kubawa kemudian melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan berdebu itu. Untuk mengusir rasa jenuh yang pastinya akan menyerangku, aku sengaja menuju ke meja yang di atasnya terdapat DVD player dan setumpuk DVD di sebelahnya.
Kulihat-lihat beberapa DVD yang ada di situ. Dan yang paling menarik perhatianku adalah DVD yang memuat lagu-lagu milik Rihanna. Akhirnya kupilih DVD itu dan langsung menekan tombol Play sehingga terdengarlah alunan musik dari DVD player itu.
Aku mulai kegiatan membersihkan ruangan ini dengan menyapu seisi ruangan sambil mendengarkan lagu 'We Found Love' milik Rihanna. Selanjutnya aku bertujuan untuk mengepel lantai kemudian kembali ke kelas.
***
Prok..Prok.. Prok..
Aku terkejut mendengar tepuk tangan itu. Suaranya menggema di ruangan hening ini sehingga terdengar begitu keras. Segera aku menoleh ke arah sumber suara tepukan tangan tersebut. Seorang cowok tengah berdiri bersandar di bingkai pintu dengan kedua tangan terlipat di dada. Tatapan matanya lurus ke arahku yang tengah berdiri di depan DVD player dan baru saja menekan tombol stop.
"Gerakan lo oke juga." Ia berkomentar, atau mungkin memujiku lebih tepatnya.
"Maksud lo gerakan gue ngepel lantai?" Aku mengerutkan kening tanda tidak mengerti akan arah pembicaraanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STELLA [Completed]
Teen FictionDance. Begitu banyak hal yang membuat Stella akhirnya membenci satu kata itu. Salah satunya adalah ketika ibunya yang ingin menjadi dancer professional itu, mendapatkan tawaran untuk pergi ke Paris demi meraih cita-citanya. Kala itu, Stella baru ber...