#9: Give Me A Sign

2.6K 160 0
                                    

***

[Song background: Motto - Kana Nishino]

***

Hinata memandang sekelilingnya bingung, terutama ke arah luar jendela mobil. Sebuah sungai mengalir deras di depannya. Setelah menghajar Naruto dan membuat kekasihnya itu tumbang, Toneri menculiknya entah ke mana. Rasa ketakutan menyergap tubuhnya, HInata melirik Toneri takut-takut. Entah apa yang sedang dipikirkan lelaki itu. Kepalanya menunduk dan kedua tangannya menggenggam setir ringan. HInata tak dapat melihat wajah laki-laki itu karena rambut berantakannya yang menggantung menutupi wajahnya, serta bibirnya terkatup rapat.

Tak ada percakapan di antara mereka. Hnata mencengkram sabuk pengaman di dadanya erat. Kepalanya terasa berat. Mengingat pemandangan Naruto yang tumbang ke tanah mengkhawatirkan Hinata. Toneri pasti memukul pemuda itu cukup keras di tempat-tempat fatal hingga membuat si Uzumaki itu lemas, bahkan hanya untuk berdiri.

Melihat hujan yang mengguyur bumi Konoha membuatnya semakin gelisah. Aliran sungi di depan mobil yang dia tempati membuatnya membuat wajahnya semakin pucat. Dingin menyergap tubuhnya yang basah karena sempat melawan Toneri dalam hujan sebelum pria itu menyeretnya masuk mobil secara paksa.

"Tak perlu takut, Hinata-chan."

Hinata melirik Toneri cepat-cepat. Wajah pucat nan basah lelaki itu tersenyum kepadanya. Senyumnya bahkan tak sampai mata. Kedua matanya terbuka lebar, menatap seluruh inci tubuhnya tak berkedip. Sebelah lengan lelaki itu terulur menyentuh jok penumpang yang diduduki Hinata.

Toneri mendekatkan kepalanya dan mengelus pipi Hinata dengan punggung jari telunjuknya lembut, "Tak ada yang perlu di takutkan, kau aman bersamaku. Ingat janjiku dulu, hm?" bisiknya lirih.

Hinata menahan jeritannya mati-matian begitu Toneri menarik rambutnya kasar. Tak cukup untuk menciptakan luka, tapi berhasil membuatnya mendongak dan menatap Toneri, pria itu memiliki kesabaran yang sedikit rupanya.

"T-toneri-kun, semuanya sudah berakhir. Aku bukan milikmu, Tou-san tak pernah menyetujui ini."

"Persetan! Hiashi hanya tak ingin perusahaannya bangkrut jika harus berurusan denganku, aku sudah berbaik hati menawarkan sesuatu yang menggiurkan, dengan menyerahkanmu sebagai gantinya!" Toneri masih berteriak. Gertakan petir di luar sana semakin membuat nyali HInata ciut, "Si tua bangka itu tak tahu rasa terima kasih! aku sudah berjanji akan menjagamu."

"Dan aku berharap dia akan menyukai apa yang akan aku lakukan selanjutnya."

Kedua bola mata HInata membulat mendengar ucapan Toneri. Pria itu bergeser maju hendak menciumnya. Hinata memalingkan wajahnya ke arah jendela dan mencoba membuka pintu mobil itu kuat-kuat. Tak berhasil dan Toneri menarik bahu Hinata kasar.

"Diam! Atau kau akan menyesalinya," Pria itu mengikat kedua tangan HInata dengan sebuah dasi yang tertinggal di mobil. Melihat Hinata yang tak berdaya, pria itu memasang kembali sabuk pengamannya dan mengemudi menjauhi lokasi menyeramkan itu. Hinata berkali-kali mencoba berteriak, memaksa Toneri untuk membungkam Hinata dengan kain lainnya yang tersedia.

"Apa aku harus bersikap kasar agar kau menurutiku?!"

Hinata menangis. Pertama kali dalam hidupnya untuk berharap Naruto berada di sisinya. Senyum pemuda itu terngiang di kepalanya. Lagi-lagi Hinata meronta untuk melepaskan ikatan yang mengekang tangannya. Kedua matanya terbuka lebar melihat ke arah mana Toneri menyetir. Lelaki itu mendekati mansion-nya. Lebih terkejut lagi saat melihat ayahnya yang berdiri di luar dengan wajah tuanya yang mengkerut khawatir.

UnconqueredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang