Ada saatnya kita berbicara, dan ada saatnya juga kita diam. Andai berbicara itu hujan dan diamnya itu matahari, mereka sama-sama memiliki peran penting di alam dunia, mereka bisa saja bersatu namun pasti harus ada proses yang rumit. Begitu juga dengan berbicara dan diam.***
"GIMANA temen-temen kelas lo? Parah-parah ga Van?" Pertanyaan macam apa ini?
Devanda menjawab, "engga. Biasa aja."
Devanda, Gladys, juga Lisa kini berada di kafe dekat sekolahnya. Niat awalnya sebenarnya bukan untuk dikatakan sebagai anak gaul oleh teman-temannya, namun mereka ke kafe ini memiliki tujuan lain, yaitu mengunduh tiga film yang akan mereka tonton di rumah Devanda nanti.
Awalnya mereka ingin pergi ke bioskop, tapi katanya bioskop sudah terlalu maentrim buat persahabatan perdana.
Berhubung Devanda tidak memiliki wi-fi di rumah, jadi mereka memiliki ide untuk mengunduh gratis film-film tersebut di kafe ini.
"Lo udah kenal sama yang namanya Fabian? Sumpah dia itu ya katanya cowok ter-bad di sekolah kita tau ga."
Lisa terlihat memutar kedua bola matanya, sedangkan Devanda, ia terlihat sangat serius mengkotak-katik laptopnya yang ia bawa.
"Jangan mandang orang dari cover-nya apalagi sampe dari kata orang. Setiap pendapat orang itu beda-beda, dan setiap cover itu belum tentu menyampul jati diri orang itu." Lisa memilih untuk diam saat ucapan Gladys benar-benar menusuk tenggorokkannya.
"Gue belom kenal semuanya sih, baru beberapa doang," jawab Devanda sambil menyeruput jus mangganya."Terus siapa aja yang udah lo kenal?" Kali ini, Gladys memilih untuk bertanya.
"Baru dikit."
"Ya dikitnya itu siapa aja?" Lisa mengucap kata dengan nada malas.
Devanda mengetik sesekali menggerakan mouse di laptopnya. Serupan per serupan, hingga akhirnya jus mangganya pun telah habis. "Alaska," jawabnya santai.
"Terus?" Gladys dan Lisa masih setia menunggu ucapan dari Devanda. Devanda membuat mereka ingin tau cerita selanjutnya.
"Ga ada lagi. Udah itu aja." Galdys dan Lisa sama-sama menbuka sedikit mulutnya. Mata dari kedua mulai terbelalak, kepalan tangan pun mulai terbentuk.
"Itu namanya bukan dikit lagi njirrr."
"Ingin ku berkata kasar."
Devanda mematikan program laptopnya, lalu ia menutup laptop dan memasukan laptop ke dalam tasnya. "Gue salah apaan dah."
"Bodo amat." Galdys dan Lisa lagi-lagi berkata barengan. Awalnya Devanda bingung, tapi sedetik kemudia ia paham. Mereka itu kembar tak seiras, sepertinya.
"Yaudah yuk balik!! Film udah gue download semuanya." Galdys dan Lisa mengangguk. Mereka membayar segelas jus buahnya masing-masing lalu pulang ke rumah Devanda.
Mereka melangkah menuju halte yang berada tepat di depan gerbang sekolah. "Mana si ini bus, lama banget datengnya."
