Topeng Pembangunan itu Bernama "Ciputra Group" Part III

107 2 0
                                    

Intrik Pembebasan Lahan II
Pada tanggal 18 November 2015, Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kabupaten Lebak memanggil manajemen Ciputra selaku pengembang perumahan Citra Maja Raya (CMR). Dalam dialog yang difasilitasi DPRD tersebut, hadir beberapa kelompok masyarakat yang merasa dirugikan oleh pengembang CMR, kesewenangan CMR dianggap mengabaikan hak masyarakat sebagai pemilik lahan.

Konflik perusahaan ini sangat beralasan, hampir keseluruhan warga yang mempertanyakan haknya, dengan masalah dimana tanah milik masyarakat yang belum dibayar, diratakan. Bukan hanya itu, pembangunan yang dilakukan oleh pengembang juga dinilai tidak berkearifan lokal, dimana tenaga kerja tidak memamfaatkan masyarakat maja yang secara umum butuh pekerjaan.

Situasional intrik pembebasan lahan milik kelompok masyarakat tersebut, juga ditandai dengan mempersiapkan militer bersenjata lengkap untuk mengawal lokasi tersebut. Ricuh dan sesak dengan kepentingan, salah satu perusahaan yang disebut sebagai Rombongan Calo Tanah Indonesia (RCTI) yakni PT. Armedian terkesan menghindar dari masalah.

Proses mediasi ini berjalan lancar hanya sampai pada titik penyelesaian beberapa kelompok masyarakat yang menggugat. Tapi tidak dengan kelompok masyarakat petani yang hingga hari ini, harus di usir dari kampung sendiri.

Mengembangkan kecamatan Maja menjadi kota 10 kota tercantik di Indonesia tidak terlepas dari permasalahan menyangkut harga diri. Bahkan, ketidak cermatan pemerintah daerah dalam menyelesaikan masalah yang menyangkut konflik agraria adalah penilaian bagaiamana kondisi dari jaman hindia belanda hingga kini, pemerintah dinilai tidak profesional lebih mengedepankan keuntungan ketimbang masalah yang akan dihadapi kedepannya.

Jadi Gelandangan di Kampung Sendiri

Hanya kerena kepentingan program menuju kota satelit, tanpa mempertimbangkan jangkauan masalah yang ditimbulkan. Mimpi membangun kota indah, hari ini sebahagian masyarakat di kecamatan maja menjadi gelandangan di kampung sendiri.

Pada tahun 2013, ketika Bupati Jaya Baya memimpin Kabupaten Lebak, sekitar 5.000 unit rumah di kawasan permukiman Maja dibangun hanya untuk menampung warga DKI Jakarta. Kawasan permukiman Maja menghabiskan sekitar Rp150 triliun untuk pembangunan jalan tol Serpong-Maja (60 kilometer dan Balaraja-Maja (40 km).

Namun, kondisi tersebut tidak juga dirasakan bagi masyarakat lokal. Dispatitas sosial semangkin meningkat, dan pilihan hidup untuk beralih profesi juga terus menekan masyarakat tani. Ada beberapa cataan penulis mencari bukti -bukti lain terkait mengapa kecamatan maja ditolak (baca * http://nasional.kompas.com/read/2008/12/16/0037205/twitter.com ).

Tergerus kebijakan pemerintah pusat, hingga kini persoalan maja dan beberapa wilayah penyangga kota kekerabatan ini menjadi masalah yang sangat serius diperbincangkan. Karenananya, pemerintah diminta untuk berpikir ulang terhadap pengembangan sektor perumahan yang mungkin banyak mematikan lahan-lahan pertanian. Masyarakat sejatinya petani akan menjadi gelandangan dikampung sendiri.

#DesaTerkepungCiputraGroup
#MasaDepanTaniDitentukanJumlahLahan
#PetaniBergerak

Ibnu Zakaria : Penulis adalah Ketua Umum Solidaritas Pemuda Desa untuk Demokrasi.

Republik #laptopPakTaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang