Aku bahkan tak pernah tahu bagaimana hatiku berbicara, berkomunikasi padaku atau egoku yang lemah ini tak pernah ada dalam diriku. Hidup ini pilihan, namun tidak untukku. Aku tak pernah menentukan jalan hidupku. Oh mungkin pernah, dan itu adalah suatu kesalahan
Inilah sialnya aku yang tak pernah bisa memahami diriku sendiri, apa yang aku sukai, apa yang kubenci, aku membiarkan orang lain yang memainkanku, aku senang menjadi boneka, boneka lucu yang disukai orang-orang, boneka tak berdaya yang tak akan melawan apa-apa
Namun boneka ini juga punya hati. Kadang aku ingin bebas seperti burung-burung di lautan, bisa menentukan jalan hidupku sendiri, namun nyatanya aku tak bisa. Aku lemah. Bahkan aku tak tahu apa yang menjadi kelemahanku
Ini kesekian kalinya aku mengunjungi tempat ini, mungkin yang ke tiga kali. Semua temboknya dicat putih, bau obat-obatan sangat pekat dimanapun kau berada. Orang-orang berlalu lalang dengan sibuk. Perawat, dokter dan juga pasien.
Aku menggenggam erat satu buket bunga bertuliskan "get well soon" tak lupa dengan tanda hati kecil di sebelahnya. Kalian benar, aku akan mengunjungi orang yang aku cintai, dan tibalah aku pada bangsal nomor 1112-Rose
Aku terkesiap ketika melihatnya bersama lelaki lain, lelaki yang aku kenal, lelaki yang sudah aku curigai keberadaannya sejak lama. Aku hanya melihat mereka dari pintu bangsal, tak beranjak barang satu langkah, mendekat ataupun menjauh
Mereka sangat cocok, entah mengapa aku berpikiran begitu. Dan terlintas pula aku berniat untuk meninggalkannya, meninggalkan gadis yang sudah mengisi relung hatiku beberapa tahun ini. Tidak, tidak, aku tak mungkin meninggalkannya, aku memang pembohong namun aku tak mau menambah gelar bajingan pada namaku.
Perlahan aku membuka pintu dengan senyum palsu yang sengaja aku torehkan. Kedua insan itu langsung menyadari keberadaanku. Dan yang menyakitkan, senyum di wajah gadisku langsung memudar saat maniknya bertemu dengan kedua irisku
"apa yang kau lakukan disini?" tanyanya dengan nada suara sarkastik
"aku menjengukmu" ucapku lalu memberikan sebuket bunga yang aku beli tadi "apa kau merasa mendingan?"
"tidak" jawabnya cepat "aku tak mau melihatmu lelaki bajingan, enyahlah dari hadapanku dan bawalah bunga busuk ini bersamamu"
Ia melemparkan bunga itu padaku, lalu bunga-bunga itu berserakan di lantai. Rasa nyeri menjalar dari hati terdalamku sampai ke seluruh tubuh. Penolakan dari orang yang kau cintai sangat menyakitkan, kau tau?. Bahkan aku tak bisa menjelaskan apapun padanya, ia meminta, namun aku tak bisa mengatakan yang sebenarnya, meskipun aku ingin
Dan begitulah aku meninggalkan bangsal itu. sayub-sayub aku mendengar tangisan gadisku, aku benar-benar menyesal telah melukainya sedalam ini. Aku tau aku bersalah, namun apa yang harus aku lakukan? Semua yang ada di pikiranku terasa kelam dan penuh resiko, semuanya terasa begitu pening dan menyesakkan dadaku. Oh Tuhan, aku tak pernah berniat menyakitinya, namun mengapa aku melakukannya lebih dari kuasaku? Aku bahkan tak bisa berhenti ataupun pergi.
Getaran ponsel itu menyadarkanku dari lamunan. Kutengok sekilas layar ponsel itu dan aku segera menempelkan pada daun telingaku
"Ya? Baiklah aku akan segera pulang"
.................