3. Tomorrow

3.9K 375 20
                                    

The same days, the same months,
24/7 the same moments repeat themselves over and over again.
My life is so uncertain.
In my 20s with no idea of where to go**, I'm scared of tomorrow.
It's funny, I thought anything was possible when I was younger.
When I realized how hard it is to just live day by day,
I feel like I'm on a controlled beat, and it keeps getting me down.
Every single day repeats like I'm using Ctrl+C, Ctrl+V.

I have so far left to go, so why am I stuck in one place?
I'm so frustrated, but even if I scream it comes back as an empty echo.
I pray that tomorrow will be different from today
but all I can do is hope.


.......



Aku sudah hampir ingin mendaratkan jitakanku berulang kali pada pria ini, namun nihil, terlalu lancang untuk melakukannya

"begini ya tuan, apa masalahmu?"

"aku, aku tak tahu harus mulai darimana" pria itu menunduk sembari mengeringkan kepalanya "bagaimanapun, terima kasih sudah menolongku"

Aku mendecak "seharusnya kau membenciku karena aku menggagalkanmu mengunjungi akhirat dengan cepat, tak perlu berterima kasih.."

Ia termenung lagi lalu melemparkan sebuah handuk padaku "keringkan dirimu, nona"

"urus saja dirimu, kau lebih membutuhkannya" aku menghampiri pria itu lalu mengembalikan handuk yang ia berikan

Perlahan seperti adegan yang dislowmotion aku mengamati pria itu dengan lebih cermat. Seorang pria berumur 20an dengan kulit putih pucat yang kontras dengan rambut warna hitam yang senada dengan iris matanya. Bibir tipis dan hidung mancung, ia seorang yang rupawan. Aku sempat melihat isi dompetnya tadi dan banyak jenis kartu yang aku sendiri pun macamnya tak tahu. Yang pasti, ia memberiku secarik kartu namanya

"Min Yoongi..." gumamku, dia seorang CEO di perusahaan besar

"kau bisa menghubungiku jika kau membutuhkan bantuanku, bagaimanapun aku masih punya hutang nyawa yang harus aku balas minimal setimpal dengan apa yang kau lakukan, umm..." ia tampak berpikir "apa kau sudah beritahukan namamu?"

"Ahn Yebi, namanku Ahn Yebi" aku langsung menjabat tangannya yang masih terasa dingin

"baiklah Yebi-ssi, aku berhutang nyawa padamu, sebelumnya terima kasih dan aku berharap kita bisa bertemu lagi agar aku bisa membalas kebaikanmu seperti-"

"ya..!" aku menyela "berhenti bicara tentang hutang nyawa Tuan Min, kenapa tidak sekarang saja kau membalasnya dengan mengorbankan nyawamu disini hm?" gurauku,

Ia tertawa sekilas "kau menginginkannya? Sekarang?" ia mengelus gagang pegangan kapal dengan mata menerawang ke lautan bebas

"hei jangan macam-macam?! Aku hanya bercanda!" ucapku sembari sedikit menarik lengan lelaki itu

"aku juga bercanda" lelaki bermarga Min itu akhirnya tertawa dengan lepas dalam beberapa detik lalu kembali dengan senyum dinginnya "kalaupun aku mati disini pasti tak akan menguntungkan bagimu, kau bisa minta bantuanku untuk apapun" ia menatapku dari atas ke bawah dengan jari telunjuk yang mengikuti pandangannya "kau pasti pelajar, nah kelak jika kau membutuhkan pekerjaan, aku bisa membantumu"

Tau darimana dia kalau aku pelajar?

"memangnya aku terlihat seperti anak SMA?"

"tidak, kau seorang mahasiswi"

I'm Sorry My WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang