Babak Enem (6)

2.6K 239 32
                                    

EDISI REVISI...enjoy ya

Queeny pov

Gue menatap tiga makhluk ajaib didepan gue.

Begitu bangun tidur gue langsung disuguhin pemandangan yang bikin enek.  Si Udik dan dua ortu nya yang gak kalah norak and kampungannya sarapan bersama Papa di meja makan kami yang mewah.

Emaknya memakai kebaya dan kain jarit uzur yang pembokat gue aja gak sudi jadiin lap pel. Dan warnamya itu lho... ungu norak! Trus rambutnya disanggul ala mbok jamu gitu. Dan dia terus aja ngisap apa itu...susur???  Ih jijay!!

Bapaknya gak kalah noraknya.  Pakai kopiah, sarung, sama kaus bulak yang warnanya gak ketauan identitasnya.  Sarung warna ungu pula!  Gile keluarga mereka kok penggemar ungu mania bingitz sih!

Gue paling benci ungu, pasti itu pertanda ketidak cocokkan akut antara gue dan keluarga hina dina itu!

"Ngapain lo pagi~pagi udah numpang sarapan di rumah orang?" sindir gue kejam.

Gue sengaja menguap gak sopan lalu duduk di meja makan sambil menyambar segelas susu di meja makan.

Glek .. glek.. glek.. sengaja gue minum dengan gaya gak sopan blasss.  Trus, huekkk..gue bersendawa keras!

Papa melotot ngelihat kelakuan gue yang gak santun banget.

"Queeny!" bentak Papa tak sabar.

"Mbak Pini lucu yo Mbok.  Gayane iku lho gemesno!" puji Udik kayak ngebanggain diri gue gitu. Ciss!

"Nduk, tangi turu sek durung genep yo*. Kami iki ora numpang sarapan Salah iku! Sing bener..kami ini numpang makan siang," ucap ibunya si Udik sambil terkekeh hingga memamerkan giginya yang kehitaman terkena susur. Ih jijay!

*Nduk, bangun tidur masih belum genap ya.

Dasar gak tau diri juga simboknya Udik ini!  Setali tiga uang ama anaknya.  Gue rasa bapaknya juga kayak gitu! Duh, kok Papa mau nampung orang kayak gini sih?  Gak abis pikir gue!

"Mbak Pini iku sopo toh Nang? Pembantu sebelah sing naksir kamu Din? Lek ayu ngene Bapak yo gelem Nang*" Bapaknya Udik mandeng gue sambil tersenyum~senyum centil.

*Kalau cantik gini bapak ya mau Nang.

Pletak!  Secepat kilat Simbok Udik menjitak kepala suaminya.

"Yaoloh Pak!  Kok pikun-ne kumat. Iki Mbak Pini Pak, tunangan Udin."

"O ngono toh," Bapak Udik mengelus kepalanya yang abis dijitak sadis ama istrinya.

Ih, pasangan aneh.  Mereka betul-betul keluarga antik bin aneh bin jijay!

"Queeny ayo beri salam pada calon mertuamu," perintah Papa tegas.

Simbok Udik langsung memgangsurkan tangannya.  Gue menatap horror pada tangan itu. Ada bekas susur, bekas sambel trasi. Bekas oseng~oseng jengkol. Pikir gue sambil melirik piring makannya.

Sadar arti tatapan gue, Simbok Udik menarik tangannya dan mengelapnya di kain jaritnya.  Kemudian ia kembali mengangsurkan tangannya.

"Queeny!" Bentak Papa memperingati.

Apa~apaan sih? Bikin kesal aja!  Dengan terpaksa gue sambut uluran tangan berbagai aroma itu.

"Ora ngono Nduk. Ngene carane,"  Simbok langsung mengarahkan tangannya ke dahi gue, punggung tangannya disentuhkan ke dahi gue.

Sialan! Gue bisa mencium dahi gue ternoda bebauan yang menjijikkan itu.

"Queeny selama calon mertuamu ada disini, kamu yang bertugas membawa mereka jalan~jalan.  Layani mereka dengan sebaik~baiknya."

Kalau Papa sudah bersabda gini, gue udah gak bisa berkelit.  Astaga, malangnya nasib gue!

03. Ganteng tapi Udik! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang