Oleh: Satyacaraka
_____
Nafasku mulai tersengal-sengal saat aku mulai memasuki Hutan Besi. Setidaknya aku telah meninggalkan mereka cukup jauh. Tubuhku terasa berbeda setelah aku menjadi kelinci percobaan mereka. Aku merasa lebih ... hidup.
Aku berjalan tergesa-gesa memasuki hutan ini lebih dalam, meskipun kemungkinan mereka menemukanku sangat kecil. Sejak aku berada di bawah rerimbunan logam ini, aku merasakan hawa sejuk dan menenangkan, layaknya hutan pada umumnya. Aku sering melihatnya di dalam laboratorium, tapi belum pernah menyentuh batang-batang titanium ini di alam bebas.
Secara sederhana, pohon besi adalah mesin penghasil oksigen dengan bahan dasar air dan gas karbon dioksida. Tiga tahun lalu, sekelompok ilmuwan biokimia dan fisika partikel bekerja sama menemukan teknologi mirip klorofil pada tumbuhan, dan berhasil menciptakan pohonnya setahun berikutnya. Cara kerja dan ciri-ciri bentuknya hampir sama seperti pepohonan hidup, hanya saja yang ini tetap menghasilkan oksigen walaupun hari berganti malam—mereka punya suplai daya pada batangnya. Meskipun sudah banyak diproduksi dan tersebar di seluruh dunia, pohon ini tetap membuatku terkesan dan bangga. Ini adalah satu dari banyak langkah terbesar yang pernah dicapai umat manusia.
Abad ke-22: makhluk tuhan ini benar-benar hampir menyamai penciptanya.
Misi depopulasi pada tahun 2032-2034 itu berjalan dengan sukses dan sempurna. Jika saja 4 milyar manusia lainnya tidak dikurangi sesegera mungkin, bumi ini mungkin akan menemui kiamat lebih cepat. Segala hal memang membutuhkan pengorbanan. Semakin mahal harga yang kita bayar, semakin bernilai sesuatu yang kita dapat.
Aku pernah membaca beberapa buku fiksi-ilmiah klasik abad 21, dan aku cukup terhibur. Imaji para penulis tentang keruntuhan dunia akibat Perang Dunia III, bencana alam dan alien itu sangat realistis. Buktinya, sampai saat ini dunia masih tetap berdiri dan—celakanya—manusia yang tersisa kini semakin berkembang ke arah yang baik dalam banyak hal, salah satunya intelejensia.
Oh, maaf. Aku sedikit sarkastik.
Penemuan demi penemuan telah diciptakan, dan sebagian besar sangat membantu kelangsungan hidup manusia dan bumi. Pemanasan Global kini hanya menjadi dongeng masa lalu, kerusakan ibu pertiwi dapat teregenerasi dengan baik, bencana alam ringan dapat dengan mudah dikendalikan, dan masih banyak lagi. Sampai akhirnya, para manusia yang berada di garis depan perkembangan peradaban mencoba mengeksplor salah satu komponen alam semesta yang paling misterius: manusia itu sendiri. Dan sebagai permulaannya, akulah yang ditunjuk untuk menjadi relawan uji coba.
Sebenarnya aku yang mengajukan diriku sendiri untuk menjadi sampel. Sebagian ilmuwan lain mengatakan bahwa aku sudah gila dan kehilangan akal sehatku, dan sebagian yang lain membujukku agar mengurungkan niatku dan menggantinya dengan orang lain, tapi aku tetap bersikukuh untuk melanjutkannya.
Eksperimen itu berjalan cukup lama. Selama hal itu berlangsung, aktivitas otakku dinonaktifkan sementara—sebenarnya ditekan agar tidak lebih dari 0,001 Hz—kondisi yang luarbiasa rileks. Setelah itu, mereka mulai melakukannya. Sangat rumit jika kujelaskan untuk saat ini.
Sebuah gagasan konyol tiba-tiba muncul: aku teringat kembali pada dongeng Frankenstein dan sekarang aku yang berada dalam posisinya.
Setelah aku kembali sadar, kepalaku terasa berdenyut-denyut sangat keras. Untuk beberapa menit, aku kehilangan keseimbangan dan rangsangan dari seluruh inderaku. Setelah semuanya kembali normal, aku merasa banyak sekali perubahan pada diriku. Aku dapat mendengar lebih banyak, merasakan tekstur benda yang kusentuh lebih peka, melihat sekelilingku lebih mendetail dan membedakan bebauan dalam ruangan itu lebih teliti—aku bahkan bisa merasakan detak jantungku sendiri tanpa harus menyentuh dadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Multiverse (Kumpulan Cerpen Fiksi Ilmiah dan Fantasi)
Short StoryBukalah kedua matamu, dan lihatlah sekelilingmu. Realitas yang kau jalani tidak hanya satu. Kau bisa bermain dan menyelami mimpimu, hingga larut di dasar terdalam alam bawah sadarmu. Atau seketika tersadar bahwa kehidupan membosankan yang kau lalui...