🔑 Keempat!

51 5 0
                                    

"Aku pernah menggenggam, tapi terlepas. Dan untuk kali ini, tidak akan lagi"

👣 👣 👣


Setelah mengantarkan Laurena ke rumahnya, Key menjalankan motornya pulang. Sekitar lima belas menit dengan sejumlah kepadatan, akhirnya Key sampai kerumahnya.

Seperti biasa, rumah bercat putih dengan pagar besi menjulang itu seperti terlihat sepi. Seperti tak ada penghuni di dalamnya. Nyatanya tidak.

Key membunyikan klakson motornya, dan beberapa saat kemudian pagar besi itu bergerak terbuka. Seorang pria sekitar usia 40 tahunan muncul dari balik pagar.

"Sore den Key," sapa pria itu.

Key menaikkan kaca helmnya. "Sore, pak Joko." balas Key sembari menjalankan motornya memasuki rumah.

Key memarkirkan motornya, pak Joko mendekati Key.

"Ada tamu?" tanya Key setelah melihat sebuah mobil terparkir di depan garasi.

"Temannya non Sovia."

"Oh," Key meletakkan helmnya di atas tangki minyak.

"Saya masuk dulu ya pak." kata Key pada pak Joko, yang dibalas anggukan oleh pak Joko.

Melihat sebuah sepatu cowok di depan pintu Key yakin, tamu yang adalah teman Sovia itu adalah seorang cowok.

Setelah membuka sepatu dan kaos kaki dan meletakkannya di atas rak, Key masuk. Ia menemukan Sovia-adiknya, dengan seorang cowok sedang duduk berhadapan di Ruang Tamu. Key pikir mereka sedang berbincang seru, tapi ternyata sejauh ini kecanggungan yang terlihat.

"Ada tamu ya?" Key memecahkan keheningan antara keduanya.

"Eh, iya nih. Temen." Jawab Sovia.

Teman Sovia itu berdiri dan berjabat tangan dengan Key. "Sagrada Dimas, kak. Panggil Sagrada aja." Katanya memperkenalkan diri.

Key melihat cowok itu dari atas sampai bawah, cowok yang tingginya hanya sebatas telinga Key. "Keyadra Ditya Pratama. Panggil aja Key."

"Kalian lanjutin aja ngobrolnya," ucap Key, kemudian ia berjalan ke lantai dua dimana kamarnya berada. Tapi, belum sampai ke tengah tangga, Key berbalik badan. "Mama udah balik?" tanyanya menengok ke arah Sovia.

"Belum, bang."

"Oh. Ya sudah."

Key melanjutkan langkahnya lagi. Setelah sampai di kamarnya yang bercat abu-abu itu, Key langsung melempar tasnya ke atas kasur dan tanpa mengganti seragamnya, ia langsung menekan tombol on pada PlayStation miliknya.

Biarkan seharian suntuk ini dia bermain game seperti ini. Karena dengan seperti ini, mamanya akan datang mengomeli Key dan menarik telinganya.

Entah itu nyata atau tidak.

Entah Key bisa percaya atau tidak.

"Bang."

Sebuah suara menginterupsi aktivitas Key. Membuat tangan Key otomatis menekan tombol pause untuk menghentikan sejenak game yang sedang ia mainkan.

"Mama pulang lusa," kata Sovia.

"Kenapa nggak nemenin teman lo itu?" Key malah melarikan topik yang sedang ingin dibahas adiknya itu.

"Udah, baru aja pulang."

Kini Sovia duduk di atas kasur Key. "Tadi mama nelpon. Dan ngomong kalau lusa mama pulang. Kali ini beneran."

"Hmm."

Bila respon Key sudah begini, maka Sovia tahu Key sedang tak ingin bicara lebih panjang dan lebih lebar lagi.

"Ya udah."

Maka, Sovia pergi. Menutup pintu kamar abang satu-satunya dengan sendu.

🔑 🔑 🔑


Laurena berjalan ke dapur, menemukan mamanya sedang mengiris bawang ditemani dengan bi Usi. Sepertinya mereka sedang menyiapkan makanan untuk makan malam.

"Masak apa ma?" tanya Laurena sembari berjalan ke arah lemari es dan mengeluarkan sebotol besar air dingin dari dalamnya. Laurena menuangkan ke gelasnya sampai penuh. Kemudian diminum untuk menghilangkan dahaga.

"Masak sayur Lode, pergedel kentang, sama daging sapi lada hitam," jawab Intania. Wanita yang berusia kepala empat itu mengeluarkan kentang dari dalam tas belanjaan.

"Nih, kupasin kentangnya. Daripada kamu nggak ada kerjaan." Intania menyerahkan satu plastik kentang pada Laurena, dengan sigap Laurena pun menerimanya.

"Itu ma. Apa namanya? Pengupasnya loh, ada dimana?" 

Intania menunjuk ke arah dimana keranjang sendok berada. "Itu, di atas tempat sendok."

Laurena mengangguk, ia pun berjalan mengambil pengupas kentang, mengambil baskom berisi air dan meletakkan semuanya di atas pantri marmer. Kemudian Laurena mengupas dengan perlahan. Kentang yang sudah dikupas, ia masukkan ke dalam baskom tersebut.

"Kentang yang udah dikupas dicuci lagi loh." ucap Intania, yang sedang menumis bawang dengan posisi membelakangi Laurena.

"Ini lagi dicuci mamaku sayang," jawab Laurena. 

Intania berbalik badan, langsung saja Laurena menunjukkan kentang yang sedang berendam di dalam baskom kepada mamanya. Bi Usi yang melihat  hanya terkekeh saja.

"Kirain," kata Intania, dan kemudian juga ikut terkekeh.

"Gini-gini, Laurena jago masak loh, ma." Ujar Laurena puji diri.

"Masa?"

"Iya. Tanya Bi Usi aja kalau nggak percaya. Ya kan bi?" Sembari bertanya, Laurena menaikkan alisnya menunggu jawaban bi Usi.

Bi Usi mengangguk. "Iya, bu." Kemudian terkekeh setelahnya.

 "Kalau mama nemenin papa keluar kota, aku sering kok masak sendiri. Apalagi kalau tengah malam. Ya kan bi?" Tanya Laurena lagi, membuat bi Usi kembali terkekeh dan mengangguk-angguk, tangan dinginnya masih tetap setia mengiris bawang.

"Sampai bibi kira Laurena maling, karna di dapur ada suara grasak-grusuk gitu. He...he...he..." Kini senyum lebar dan tawa hangat yang menghias di wajah Bi Usi kala ia bercerita tentang Laurena yang mengobrak-abrik dapur saat tengah malam. Kira-kira kejadian itu terjadi 2 minggu yang lalu. 

"Ih, si bibi buka kartu," sungut Laurena. Tapi setelahnya ia kembali terkekeh.

"Awas gendut loh kalau sering ngemil malam-malam." Intan berkata entah kepada siapa, ia kembali sibuk mengurus tumis bawang yang sedikit gosong. Yang pasti, yang Laurena tahu mamanya sedang menyindirnya.

"Peduli setan dengan berat badan," batin Laurena.

🔑 🔑 🔑

19 March 18

My Key, Is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang