🔑Kedelapan!

18 3 0
                                    

Laurena dan Ingri keluar dari toko buku setelah mereka selesai membayar buku yang ingin mereka beli.

"Makasih udah mau nemenin gue beli buku," Ingri tersenyum ke arah Laurena.

"Ah, santai aja kali, Ri. Gue juga ada perlu kok ke toko buku." Balas Laurena menepuk bahu Ingri. "Gue lapar nih, gimana kalau kita makan dulu?

"Boleh tuh. Gue juga lapar," setuju Ingri.

"Eh, ngomong-ngomong ini pertama kali kita pergi keluar bareng-bareng. Iya kan?" kata Laurena.

"Iya. Gue kira lo itu orangnya songong, Na. Di awal kelas sebelas. Eh rupanya humble juga. He...he...he..."

"Mungkin lo kira gue songong dari tampang gue ini ya?" tanya Laurena bermaksud bercanda.

"Iya, nih." Ingri terus terang.

"Gue udah biasa dikatain sombong, Ri. Rupanya mereka aja yang belum tau 'kebocoran' gue kayak apa."

"Gue nggak ngatain loh ya."

"Iya, gue tau kok. Emang dari sisi mana sih gue songong? Orang manis gini."

"Eww"

Sesampainya di sebuah restoran cepat saji yang tak jauh dari toko buku, Ingri dan Laurena memilih meja yang dekat dengan pintu masuk, karena hanya itu meja yang tersisa dengan empat bangku yang tersedia.

"Lo pesan apa Ri? Biar gue pesan," tanya Laurena sembari membolak-balik buku menu.

"Yang ini aja." Jawab Ingri menunjuk buku menu.

"Kalo gitu sama, minumnya apa?"

"Samain aja."

"Oke bentar."

Laurena pun berjalan menuju antrian untuk memesan makanan mereka, sementara Ingri sibuk membaca komik di ponselnya. Tak sadar, seseorang sedang mengamatinya untuk berusaha mengenali.

"Eh, Ingri. Lo Ingri kan?"

Seorang laki-laki yang datang entah dari mana mengalihkan perhatian Ingri dari ponselnya.

"Lo kan... Di—"

"Di—diko?!" Laurena dengan 2 nampan di tangannya memotong ucapan Ingri.

Laurena mematung di tempatnya. Kakinya terlalu kaku hanya untuk berdiri saja.

"Laurena?" laki-laki itu mengeluarkan suara setelah terdiam beberapa saat.

"Kalian saling kenal?" tanya Ingri menaikkan alisnya.

Laurena tersentak. Segera ia meletakkan 2 nampan di atas meja takut-takut kedua nampan itu jatuh dari tangannya.

Laurena masih berakal sehat. Dia tidak ingin menjatuhkan makanan seperti yang di sinetron-sinetron.

Mubazir.

"Ingri, gue pulang duluan."

Tanpa banyak bicara Laurena segera pergi dari sana.

"Laurena tunggu..." Diko berusaha mengejar.

Laurena ingin menangis tapi tak ada air mata yang bisa dikeluarkan.

Dia butuh seseorang sekarang.

Dia butuh Key.

🔑🔑🔑

Key baru mengingat sesuatu. Tugas yang pak Agus berikan sebagai hukuman padanya lupa ia letakkan di atas meja guru Fisika itu.

Tapi sudahlah. Toh pak Agus juga tidak masuk hari ini. Key akan menaruh tugasnya itu besok.

Haris, Jupli dan Ido sudah pulang sekitar lima belas menit yang lalu. Setelah ketiganya puas mengobrak-abrik kamar Key menjadi kapal pecah. Alhasil, sekarang Key jadi sibuk merapikan kamarnya karena ia tidak tahan melihat yang berantakan.

Suara mesin mobil yang memasuki pelataran rumah terdengar di telinga Key. Ia menghela nafas.

Mamanya pulang hari ini. Itu kata Sovya dua hari yang lalu. Dan saat Key mengintip dari jendela kamarnya, ternyata benar.

Mamanya sudah pulang. Dan Key melihat wajah itu sedang tidak baik-baik saja.

🔑🔑🔑


1 Juli 2018

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Key, Is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang