"Seperti hujan yang sulit terduga kapan akan menurunkan rintik-rintiknya. Sama seperti halnya kamu, yang sulit ditebak kapan akan berubah arah, hingga menyadari hadirnya aku disini."
••••
Natha membopong tubuh mungil milik Alika menuju UKS. Dibaringkannya Alika sembari bersumpah serapah akibat tidak ada seorangpun anggota PMR yang bisa diandalkan.
"Sial. Kenapa dikeadaan genting gini gak ada seorangpun anggota PMR yang standby? Apa guna mereka disini?!" Decaknya kesal.
Natha membaluri hidung Alika dengan minyak angin dengan harap cemas agar Alika tersadar. Bukan maksud berlebihan, tapi keluarga Alika telah menaruh kepercayaan penuh kepadanya untuk menjaga Alika.
Bel tanda pelajaran akan dimulai terdengar menggema seantero SMA Pelita Harapan. Tadinya, Natha berniat untuk membolos saja. Namun, segera ia urungkan niatnya mengingat ia akan menghadapi ujian Kimia dijam pertama. Dengan terpaksa, Natha harus meninggalkan Alika sendiri. Lagipula, pikirnya Alika harus beristirahat. Natha-pun segera bergegas untuk menuju kelasnya yang berada dilantai 3.
***
Langkah Alvano melambat ketika ia hampir saja sampai diruang UKS. Kepalanya celingukan melihat situasi didalamnya. Setelah ia merasa cukup aman, dibukanya pintu ruangan yang bernuansa putih itu dengan perlahan tanpa menimbulkan decitan-decitan suara yang akan mengganggu nantinya.
Alvano memegang sebuah bungkusan yang berisi sekotak nasi dan air mineral. Meskipun sesungguhnya menjijikan, ia harus tetap bertanggung jawab dengan Alika.
Alvano menaruh bungkusan itu tepat diatas meja yang berada disamping kasur tempat Alika berbaring. Lalu, ia segera berbalik badan dan berniat untuk segera keluar dari UKS--sebelum sebuah tangan mencekalnya.
"Tunggu." Ucap seorang gadis yang masih terkulai lemah sembari mencekal pergelangan tangan milik Alvano. Siapa lagi jika bukan Alika si gadis aneh?
Alvano diam. Enggan menghadap kebelakang. Ditepisnya cekalan tangan Alika dengan acuh.
"Kamu.. loh Alvano?" Tanya Alika kaget. Alvano masih diam diposisinya yang membelakangi tubuh Alika.
"Kamu... kok bisa disini? Ini buat siapa?" Lagi-lagi berbagai pertanyaan terlontar dari mulut Alika sembari mengangkat bungkusan dari Alvano.
"Buat lo." Cetus Alvano dingin.
Alika menganga, "Bu.. buat aku? Kamu gak bercanda kan? Ah pasti lagi mimpi!" Ujarnya sembari mencubit-cubit pipinya sendiri. Takut-takut ia hanya mimpi.
"Gak usah baper. Itu balesan dari gue yang udah ngebuat lo pingsan. Dan satu lagi. Kalo lo ngomong ke anak-anak soal ini, gue gak segan-segan ngebuat lo lebih parah lagi dari ini." Cetus Alvano datar. Meskipun ancaman terakhirnya tadi gak akan pernah ia lakukan ke Alika.
"I.. iya. Sekali lagi makasih ya, Vano!" Sahut Alika girang.
Alvano berdeham dan segera keluar dari UKS. Setelah ia pikir-pikir, kenapa dia bodoh bisa-bisanya memperlakukan orang yang ia benci seperti tadi?
Sementara itu, Alika memakan bungkusan dari Alvano dengan lahap. Ujung bibirnya tidak bisa berhenti menyunggingkan senyuman lebar. Bagaimana tidak? Tadi pagi Alvano menolongnya saat dikunci didalam gudang. Lalu, baru saja Alvano menjenguk serta membawakan makanan untuknya meski terpaksa. Rasanya seperti mimpi.
Bagi Alika, ini merupakan jadi awal yang baik untuk memulai hubungan antara ia dengan Alvano sebagai "teman". Meskipun ia ingin lebih dari itu.
••••••••
Super slow update😂 kemaren-kemaren sibuk jd otak mempet:(
Pokoknya jgn lupa vote&comment yesss!30 Januari 2017

KAMU SEDANG MEMBACA
Unbelievable
Teen FictionAlika Arania, gadis culun yang baru saja memasuki sebuah SMA Pelita Harapan yang memiliki murid-murid dari kalangan atas. Alika selalu menjadi korban pembullyan disetiap harinya. Ia benci keramaian. Ia tidak suka dekat dengan siapapun. Jadi, wajar...