Stuck in the Moment With You
Sepanjang hari itu, meskipun Evelyn bosan berada di dalam villa, tapi ia tidak keluar. Menepati janjinya pada Arman, seharian itu ia tidak meninggalkan villa. Bahkan keluar ke teras pun tidak, selain untuk mengantar Arman pergi tadi pagi. Evelyn sebenarnya ingin ikut melihat resort-nya, tapi Arman berkata jika Evelyn lebih baik istirahat saja.
Nanti malam mereka akan makan malam di luar, dan besok mereka juga akan jalan-jalan. Karena itulah Arman berkeras agar Evelyn istirahat di rumah seharian ini. Tak ingin membuat Arman cemas, Evelyn menuruti pria itu.
Ketika hari sudah sore, Evelyn jadi semakin tak sabar menunggu Arman pulang. Ia menunggu di ruang tamu, menyalakan televisi, tetapi pandangannya tertuju ke arah pintu depan. Tepat lima belas menit setelah jarum pendek jam melewati angka enam, pintu itu terbuka.
Evelyn tersenyum dan berdiri ketika melihat Arman. Pria itu mengangkat alis heran saat melihatnya.
"Aku lagi nonton televisi," Evelyn beralasan seraya menunjuk televisi. "Acaranya bagus."
Arman menoleh ke arah televisi dan Evelyn melakukan hal yang sama. Senyum di wajahnya seketika lenyap mendapati ia sedang menonton salah satu film anak-anak. Evelyn berdehem.
"Kayaknya barusan acaranya ganti. Pas kamu datang tadi," Evelyn berkata.
Evelyn melihat Arman berusaha menahan senyumnya dan mengangguk.
"Ayo siap-siap," ucap pria itu ketika melewati ruang tamu.
Mendengar itu, Evelyn semakin semangat. Ia pun bergegas mengikuti Arman naik ke lantai atas. Sementara Arman mandi, Evelyn bersiap. Ia memilih gaun terbaik yang dibawanya kemarin. Gaun marun itu berlengan panjang, meski panjangnya hanya selutut. Evelyn bisa saja memakai legging hitam yang lebih hangat dari stocking, tapi itu akan mengurangi keanggunan gaunnya. Jika ia tidak pergi bersama Arman, ia tentu akan memakai legging itu.
Setidaknya, gaun itu memiliki syal tipis yang senada. Meski itu tidak akan cukup menghangatkan di cuaca sedingin ini, tapi setidaknya syal tipis itu mampu menghalangi udara dingin menyentuh lehernya. Setelah menyiapkan gaun dan heels-nya, Evelyn mulai berdandan. Ia akan mengenakan make up tipis saja dengan konsep natural.
Tepat setelah Evelyn selesai bersiap, pintu kamarnya diketuk.
"Kamu udah selesai?" Terdengar suara Arman dari luar.
"Udah," jawab Evelyn seraya menyambar tas selempang kecilnya dan berjalan ke pintu.
Saat Evelyn membuka pintu itu, ia melihat Arman berdiri di sana mengenakan turtle neck sweater marun. Di atas sweater itu ia juga mengenakan mantel warna cream. Sementara rambutnya juga ditata dengan hair gel, membuatnya tampak semakin tampan.
"Kamu nggak pake mantel?" tanya Arman, menarik Evelyn kembali dari pikirannya.
"Nggak bawa," jawab Evelyn.
"Jaket?"
"Nggak cocok sama bajunya."
"Ya nggak pa-pa, sih. Dingin banget ini nanti, soalnya. Kamu ..."
"Aku baik-baik aja. Ayo berangkat." Evelyn mendorong Arman, lalu menutup pintu kamar.
Evelyn sudah berjalan ke arah tangga, tapi Arman masih bertahan di tempatnya. Ia memutar mata dan kembali untuk menarik Arman bersamanya.
"Mendadak berubah pikiran?" desis Evelyn.
Arman mendengus pelan, geli. "Di luar nanti beneran bakal dingin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me or Be My Wife (End)
RomanceEvelyn terpaksa harus menjalani pernikahan bisnis dengan pria cuek yang sombong, Armando Alfian Brawijaya, demi melindungi keluarganya. Ia bahkan harus putus dari kekasihnya di hari pernikahannya. Evelyn membenci pernikahannya, membenci Arman...