What is Love?
Arman dan Evelyn baru pulang malam itu usai makan malam. Arman urung naik ke kamarnya karena Papa memanggilnya. Sementara Evelyn naik dulu ke kamar, Arman pergi ke ruang kerja papanya.
"Papa harus pergi ke Cina," ucap papanya.
"Ada masalah di sana?" tanya Arman.
"Bukan masalah besar," papanya menjawab. "Tapi nanti dari sana, Papa mungkin mau nengokin Lyra dulu."
Arman mengangguk. "Papa berangkat kapan?"
Papanya mengecek jam tangannya. "Sekarang, kalau nggak mau ketinggalan pesawat. Sekretaris Papa udah beli tiket tadi, jadi Papa harus berangkat sekarang. Nanti kamu pamitin ke Evelyn, ya?"
"Arman anterin Papa ke bandara," ucapnya.
Papanya menggeleng. "Papa sama sopir. Kamu istirahat aja."
Papanya menepuk bahunya sebelum lebih dulu meninggalkan ruangan itu. Arman masih menatap pintu bahkan setelah papanya pergi. Sampai saat ini, papanya belum bisa mundur dari perusahaan karena mengkhawatirkan Arman dan Lyra. Setidaknya, sampai Lyra benar-benar masuk ke perusahaan, papanya belum bisa mundur dari perusahaan.
Arman tahu lebih baik dari siapa pun, berapa banyak orang yang ingin merebut Brawijaya dari mereka. Arman bahkan tak yakin ia bisa menghadapi orang-orang itu sendirian tanpa papanya. Arman mendesah berat ketika akhirnya meninggalkan ruang kerja papanya. Ia hanya bisa berharap Lyra segera masuk ke perusahaan.
Saat Arman memasuki kamarnya, Evelyn tidak ada di sana. Sepertinya dia ada di kamar mandi. Arman lantas mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Luki. Ia meminta Luki mencari tahu masalah cabang perusahaan mereka di Cina. Selama beberapa saat, ia berbicara dengan Luki, meminta Luki mengecek hal-hal lain di perusahaan, dan juga Lyra.
Sepuluh menit kemudian, Arman baru mengakhiri pembicaraan dan pergi ke ruang ganti untuk berganti pakaian. Sembari melepaskan kemejanya, Arman masih memikirkan tentang perusahaan. Jika nanti Ryan dan Erlan sudah masuk ke perusahaan keluarga mereka masing-masing, mereka bisa membantu Lyra. Sebenarnya akan lebih bagus lagi jika Lyra menikah dengan Erlan, tapi Arman tentu tidak akan memaksa adiknya itu. Papanya juga pasti berpikiran sama. Lyra berhak jatuh cinta, dan hidup bahagia dengan pria yang dicintainya. Meski Arman tak yakin, apa adiknya itu mengerti tentang cinta. Dia ...
Pekikan terkejut Evelyn di belakang membuat Arman memutar tubuh dan ia terkejut melihat Evelyn hanya mengenakan handuk yang melilit tubuhnya, kedua tangannya menutupi wajah. Arman menunduk dan mendapati tubuh atasnya tak tertutup apa pun.
Ia sudah akan mengambil kaos, ketika di depannya, Evelyn masih menutup matanya, berjalan ke luar dan nyaris menabrak sekatnya. Bergegas Arman melompat ke depan dan menarik Evelyn ke arahnya. Punggung gadis itu menabrak tubuhnya, dan detik berikutnya, ia merasakan tubuh Evelyn menegang kaku.
"Ini ... kamu ngapain?" tanya gadis itu ngeri.
Arman mendengus pelan. "Kamu nyaris aja nabrak sekatnya."
Arman menunduk dan ia menahan napas mendapati satu tangannya berada di bahu Evelyn yang terbuka. Dari tempatnya ini, ia juga bisa melihat ...
Arman segera melepaskan Evelyn dan melompat mundur. Ia berdehem.
"Maaf, aku nggak tau kamu di sini," Evelyn berkata seraya berbalik. Satu tangannya menutupi mata dan tangannya yang lain memegangi handuknya.
"Ngapain kamu minta maaf?" balas Arman. "Kita toh udah nikah."
Namun kemudian, Arman bergegas melarikan diri ke kamar mandi dengan jantung berpacu kencang. Ia merasakan wajahnya panas mengingat tangannya menyentuh bahu Evelyn tadi. Ia butuh mandi air dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me or Be My Wife (End)
RomanceEvelyn terpaksa harus menjalani pernikahan bisnis dengan pria cuek yang sombong, Armando Alfian Brawijaya, demi melindungi keluarganya. Ia bahkan harus putus dari kekasihnya di hari pernikahannya. Evelyn membenci pernikahannya, membenci Arman...