Ayah-2

779 28 4
                                    

"Lo bukan ayah gue, silahkan pergi."

Tyo terpaku, menatap perubahan drastis pada putri semata wayangnya. Bukan itu saja, Bu Hana dan Rio juga begitu.

Bulan berbalik arah, menuju pintu keluar. Tapi tangan hangat itu menarik pinggangnya.

Brakkk!

Buku-buku itu berjatuhan tepat di depan Bulan, tenpatnya berdiri tadi. Gadis itu menoleh, melihat ayahnya bergerak menyelamatkannya.

Bulan melepaskan pelukan ayahnya. Lalu berlalu pergi.

Tyo hanya berdiam, air mata menetes dari pelupuknya.

Rio berlari mengejar gadis itu, gadis aneh yang pura-pura kuat.

"Ada apa ini pak? Bisa kita bicarakan?" Bu Hana mempersilahkan Tyo untuk duduk.

"Ini karena kesalah pahaman hari itu.."

▪▪▪▪▪

"Pak ini berkasnya." Helda sekretarisku langsung duduk di depanku.

"Kita ada meeting tiga jam lagi pak. Jadi di mohon bersiap-siap ya."

"Baiklah." jawabku sambil membolak-balik kertas berkas yang banyak itu.

"Kalau begitu saya permisi pak." ucapnya.

"Tunggu." aku memotongnya dan dia menoleh.

Aku benar-benar belum mengerti soal jadwal meeting hari ini jadi aku memanggilnya. Aku pun berdiri dan menghampirinya.

"Ini maksudnya? Dia akan datang hari ini kan? Kenapa harus menunggu lagi?"

"Jadi begini pak—aw." kakinya terpeleset dan membuatnya hampir terjatuh dengan sigap aku menangkapnya.

Lalu, pintu terbuka.

"Apa-apaan ini Tyo?!" suara itu, aku mengenalnya. Maria, istriku.

Aku langsung melepaskannya. Karena memang itu ketidak sengajaan, aku sama sekali tidak bermaksud apa-apa. Aku mencintai istriku, begitu juga Helda sekretarisku dia sudah berkeluarga.

"Jadi ini yang membuatmu lupa denganku dan Bulan?!" hardiknya lagi.

"Tidak, tidak seperti itu." aku berjalan menuju ke arahnya, tapi ia dan Bulan menjauh. Tatapan mereka amat dingin terhadapku.

"Kamu—" istriku mengaduh dan memegang dadanya. Ia tersungkur. Serangan jantung.

Aku langsung memanggil satpam untuk menelpon ambulance. Aku mendekatinya. Membawa kepalanya ke pangkuanku. Aku terus menangis, aku memegang tangannya erat memeluknya, mengusap kepalanya sebisaku.

Aku terus berusaha menjelaskan denngan terbata soal kejadian tadi. Maria tersenyum.

"Aku tau, dan aku percaya." ucapnya terbata. Aku menundukkan kepalaku di kepala Maria.

Aku tidak sempat melihat Bulan. Ia hanya berdiri diam tanpa sepatah katapun terucap.

"Tyo, jaga anak kita. Jaga Bulan, bidadari kecilmu. Aku mencintaimu, Tyo." Maria menutup matanya.

AyahWhere stories live. Discover now