Chapter 9

28 3 0
                                    


Kelima troublemaker –menurut Adnan– itu masih mematung di tempatnya. Melihat lapangan yang menjadi tempat bertempur membuat mereka enggan melangkahkan kaki mereka kesana.

"Hei, kita cuma minta tanda tangan doang kan?" tanya Vania. Yang lain hanya mengangguk. "Kok bisa sih berubah menjadi perang dunia ke-3?!"

"Mungkin karena batas waktunya." jawab Catherine. Empat pasang mata langsung mengarah ke gadis bule itu.

"Emang di kasih waktu sampai kapan?" tanya Rika yang tadi tak mendengar hal itu.

"Kalau tak salah..." Catherine berusaha mengingat hal tersebut. Akhirnya Catherine mengingatnya dia pun mejawab. "...15 menit"

"EEHH!!"

Mereka berempat pun panik seketika. Bagaimana tidak, mereka membuang-buang waktu 5 menit berharga mereka hanya untuk berdiam diri di sana. Yang parahnya lagi Catherine baru memberitahu hal itu dengan santainya tadi. Sambil tersenyum pula!

"Kenapa ngga bilang dari awal!" bentak Vania sambil menarik kerah Catherine.

"Tak ada yang menanyakannya." jawab Catherine santai tak mempedulikan apa yang di lakukan Vania. Ika mencoba menengahi mereka walaupun tak berguna. Rika dan Galih pun tak berniat untuk ikut campur masalah mereka. Masalahnya sendiri belum selesai. Pada akhirnya Vania melepas tarikannya.

"Jika kita terus berkelahi juga gak akan mendapat apapun." Vania menghadap ke arah lapangan.

"Padahal lo yang pertama mulai." celetuk Rika.

"Kita harusnya segera minta tanda tangan sebelum waktu habis." lanjut Vania dengan kobaran api imajiner yang mengelilinginya.

"Yah memang seharusnya itu yang kita lakukan. Sejak tadi." Catherine menyahut.

"Kalau gitu gue akan turun duluan." suara Vania lebih pelan dan pura-pura terisak seakan dia akan turun ke tempat eksekusi.

"Yah silahkan aja. Toh kita emang butuh tumbal." oke omongan Galih yang ini memang sedikit menyakitkan.

"Gue seneng bisa mengenal kalian."

"..."

"..."

"..."

"Seenggaknya jawab kek yang ini!" protes Vania dengan sikap diam teman-temannya itu.

"Soalnya bingung juga mau jawab apa." ucapan polos Ika membuat Vania kembali pundung.

"Bodo ah. Gue mau cari tanda tangan aja." Vania meniggalkan teman-temannya menuju lapangan. Sedangkan mereka hanya memandang kepergian Vania.

"Gue juga mau cari tanda tangan." Rika mengikuti jejak Vania menuju lapangan. Pastinya Galih mengekori Rika.

"Ri, ini kesempatan gue buat nantang lo lagi."

"Lo masih mau nantangin gue juga?!"

Setelah kedua pemuda itu sudah menuju lapangan, Catherine juga ikut menuju lapangan meninggalkan Ika yang masih diam di tempatnya.

"Aku duluan ya Ika." ucap Catherine sebelum pergi.

Tinggal Ika sendiri disana. Dia bingung harus memulai darimana. Semua kakak kelas OSIS yang dia tau sedang menjadi perebuatan murid-murid lain. Apa Ika harus ikut masuk ke kerubungan itu? Sepertinya tak ada jalan lain jika ingin mendapatkan tanda tangan. Ika menyiapkan mentalnya terlebih dahulu kemudian mendekati salah satu kakak kelas.

Sementara Ika sedang berjuang, kita liat keadaan Vania sekarang. Dia terus mencoba memasuki salah satu gerombolan. Walau begitu dia terus terdorong keluar--lagi. hal itu terjadi berulang kali membuatnya berhenti mencoba masuk. Vania mendapati pohon yang menjadi tempat bersandar kakak kelas itu. Tanpa berpikir lama dia menuju ke belakang pohon itu kemudian memanjat naik. Dia mendekati salah satu ranting dan menjulurkan bukunya ke muka kakak kelas itu.

They-daysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang