Kini Ika tersadar akan sesuatu, pantas tadi dia bilang namanya 'sebelas-duabelas' sama Rika. Rupanya dia juga mengetahuinya dengan cara yang sama.
"Bingo~ Hebat nona Rika". Yang tentu saja memunculkan protesan seseorang. "Untuk lebih lengkapnya silahkan nona Ika"
"Apanya?" tanya Ika pelan.
"Tentu saja nama lengkapmu. Kalau gitu kita menuju second qu-"
"PUTRI! Ika Putri." Ika memelankan suaranya setelah memekik tadi. Jika dia tak menghentikan Vania, bisa-bisa dia semakin gelagapan.
Tunggu dulu, perasaannya saja atau dia memang sudah tak segugup tadi lagi?
"Yaps, kita sudah tau nama lengkapnya. Jadi-"
"Belajar! Hobi saya belajar. Mungkin." Ika memelankan kata-kata yang terakhir tadi. Kemudian dia kembali duduk di susul dengan suara Vania lagi yang seperti kagum.
"Huwo.., hobi yang aneh! Kalau gitu kita akhiri quiz kita hari ini. Sampai jumpa nanti." kemudian Vania membukukan badan layaknya pesulap yang menutup aksinya. Mengingat kata terakhirnya tadi alis Ika mengerut, 'berarti masih ada lagi dong?!' batin Ika.
Acara perkenalannya pun terus berlanjut setidaknya tidak sekaku sebelumnya akibat kelakuan murid barunya tadi. Pertama kalinya menjadi wali kelas sudah mendapat murid seperti ini. Mimpi apa dia semalam?
Bu Anita menghela nafas. Membuka buku absensi yang di bawanya, mengingat kembali nama murid-murid. Tak mungkin dia melupakan murid asuhannya selama satu tahun ini. Bu Anita mengangkat alisnya. Dan tanpa sebab tersenyum ke arah murid-murid dihadapannya. Entah kenapa para murid merasa was-was setelah melihatnya.
---00o00---
Ika mematung. Galih menguap. Rika menggerutu. Catherine tak acuh. Vania terus memerhatikan teman-temannya ini.
"Ehm... gue tau kita baru saling kenal. Tapi seenggaknya jangan se kaku ini dong!" Akhirnya Vania mengeluarkan rasa frustasinya. Keempat orang yang tadi sibuk dengan dunianya mengalihkan fokusnya pada Vania. Bukan hanya mereka, seisi kantin juga memerhatikan Vania.
"Bener kata Vania. Kita harusnya jangan terus diam kayak gini. Mending kita ngomongin yang di bilang bu Anita tadi. Tentang penentuan kandidat pengurus kelas." Ika akhirnya membuka suaranya.
Sepertinya wali kelasnya sengaja memasangkan mereka dalam satu kelompok. Bu Anita menyuruh mereka menentukan salah satu di kelompok mereka untuk menjadi kandidat pengurus kelas. Tiba-tiba bel istirahat berbunyi, akhirnya ia menyuruh murid-muridnya untuk memberikan kandidatnya setelah istirahat. Ika merasa bu Anita sedang mempermainkan mereka.
Dan disinilah mereka. Kantin. Vania bilang mereka harus cari suasana lain sekalian ngeliat-liat sekolah baru mereka. Padahal niatnya cuma mau cuci mata.
"Lo aja. Kayaknya lo lebih menjanjikan." Rika menunjuk Ika yang kebetulan berada di depannya dan yang ditunjuk spontan menggelengkan kepala dan melambaikan tangan.
"I-i-itu ngga mungkin!"
"Bener. Itu ngga mungkin. Rival ajis gagap mana bisa ja-AWW!" Vania mencoba melepaskan cubitan Ika kemudian mengelus lengannya.
"Kalau gitu Catherine aja. Keliatannya kamu lebih dewasa di antara kita." lanjut Ika setelah selesai mencubit.
Catherine menengok ke arah Ika. "Aku juga tak mungkin. Aku berasal dari luar negri ini, di tambah ada beberapa hal dalam berkomunikasi yang belum ku pahami. Hanya dewasa masih belum cukup. Jadi aku belum memenuhi kriteria untuk menjadi kandidat."
Mereka speechless. Catherine terdengar cukup fasih untuk orang luar negeri.
"Ada apa?" Tanyanya yang menyadari teman-temannya terus menatapnya.
"Lo blasteran?" Ucap Vania blak-blakan.
"...apa maksudmu?" Catherine terlihat tak mengerti pertanyaan Vania tadi.
"Mungkin maksud Vania, kamu keturunan campuran bukan?" Ika mengganti pertanyaan Vania tadi yang tak di mengerti Catherine.
"Oh....I see. Tapi sayangnya aku keturunan asli." mereka memekik tak percaya membuat penghuni kantin yang lain memerhatikan mereka lagi.
"Bohong banget! Tadi ngomongnya lancar banget!" teriak Vania menunjuk Catherine.
Catherine menghela nafas. Di keluarkannya smartphonenya lalu menunjukkan foto dirinya bersama dua pasangan bule yang mirip dengan Catherine. Sekali lihat mereka semua bisa tau siapa yang ada di foto itu.
"Kalau gitu Vania aja."
Galih yang dari tadi diam akhirnya membuka suaranya, walau kepalanya masih di taruh di atas meja. Vania mengibas-ngibaskan tangannya, pertanda tak setuju.
"Gue ngga tahan dengan hal-hal seperti itu." ucapnya dengan cengengesan. Harusnya mereka sudah mengetahuinya dari awal.
Ika menatap ke depannya, melihat harapan-harapan terakhir mereka. Para pemuda merasa di tatap, menatap balik Ika. Bedanya Galih menatapnya datar sedangkan Rika menatapnya sinis.
"Galih...Rika..." panggil Ika dengan nada sarat akan memohon.
"Ini timing yang pas untuk kita berduel, Ri. Gue bakal ikut nyalonin kalau Rika ikut juga" Galih langsung menggebrak meja depan Rika dengan semangat. Berbanding terbalik dengan wajahnya yang tetap datar.
Sekali lagi semua penghuni kantin kembali menatap mereka ditambah dengan peringatan dari ibu kantin. Catherine mewakilkan diri meminta maaf menanggapi itu sementara yang lainnya tampak tak peduli.
"Yah silahkan aja. Tapi kan Bu Anita bilang cuma boleh satu aja kan?" Tanya Vania yang sudah di ketahui jawabannya.
"Kenapa lo jadi nantangin gue? Kan dah di bilang gue pingin hari pertama gue berjalan dengan damai." ucap Rika. Kemudian dia menggaruk tengkuknya sambil memalingkan muka. "Lagian gue lagi jadi ketua kelas. Kayaknya ngga banget. Kalau Galih sih pantes-pantes aja"
"Ngga juga ah" Rika langsung menengok ke arah Ika. Ika tampak menciut akan tatapan tajamnya.
"Bener kata Ika. Lo pantes aja jadi ketua kelas. Kalau di pikir-pikir lagi, kalau lo jadi ketua kelas kayaknya bakal seru. Kelas bakal terkenal gara-gara kita punya ketua kelas sangar ka- ADUHH! Kenapa lo jitak gue?!" Vania langsung bangun ingin menghajar Rika yang sudah di tahan oleh Ika. Rika sendiri juga sudah bersiap menghajar Vania jika belakang kerah seragamnya belum di tarik Galih.
"Sabar bung. Cewek" Galih menepuk bahu Rika.
"Hah? Emang dia cewek?" Dan amukan Vania pun semakin membahana. Ika terus berusaha menahan Vania, meminta Catherine untuk membantu menahan Vania. Para murid mulai mengelilingi mereka, hanya menonton adegan yang tersuguh.
"Ek-hem" semua terdiam, menoleh ke sumber suara.
'Mampus! Itu kakak kelas yang tadi!' batin Ika. Ika melirik Vania yang kini bermuka masam. sementara teman sekelasnya yang lain hanya memandang heran ke arah pemuda tersebut, kecuali Galih. murid-murid yang sempat mengerumuni mereka tadi telah bubar.
"menimbulkan keributan di area sekolah, juga mengganggu kenyamanan yang lain. Hal itu tidak semestinya dilakukan jika kalian masih mengingat sopan santun dan bagaimana beradab sebagai seorang pelajar!" Bentaknya yang jelas ditujukan pada mereka berlima. Menghela napas pelan,tubuhnya kini berbalik. "ikut saya.." Setelah mengucapkan itu, dia mulai melankah.
Suasana hening sejenak, sampai seseorang membuka suara.
"Adnan Pratama, ketua bagian kedisiplinan OSIS " Ika, Vania, Galih dan Rika menoleh serempak ke Catherine yang masih menatap arah kakak kelas tadi.
" my cousin" lanjutnya sambil menoleh ke arah teman-temannya. Dan tampang shock pun bermunculan.
Satu karakter lagi terbongkar!
Maaf atas keterlambatan update nya. Sinyal sedang tak mendukung sekarang. Tanpa basa-basi lagi di tunggu Vote dan Commentnya ya~
KAMU SEDANG MEMBACA
They-days
Novela JuvenilIka seorang introvert, dihadapi Vania sesama murid baru di skolahnya yg konyol dan santai parah! Catherine, bule yang bicaranya sopan tapi nyelekit di hati. 2 orang cowok yang yg slalu bertengkar karena masalah sepele turut mewarnai hari" di dekolah...