"KYAAA--Hmpt!" mulut Galih langsung di bekap oleh hantu --menurut Galih, Vania dan Catherine-- di belakangnya. Galih memberontak dengan cara melepaskan bekapan itu tapi tak berhasil. Vania dan Catherine sendiri sampai berpelukan saking kaget. Kedua gadis itu berdoa semoga Galih selamat dari seretan hantu itu.
"Eits eits! Selow aja kali. Ini gue, G-U-E!" menunjuk wajahnya sendiri.
Hantu itu menyampingkan poninya yang panjang tak ketulungan menampilkan wajah yang tak asing lagi bagi mereka. Untuk sejenak mereka bernapas lega. Ingat! Untuk sejenak!
"Kak Ed ngaggetin aja!" ujar Vania setelah melepas pelukannya dengan Catherine. Di liriknya Galih yang sedang menarik napas kuat-kuat karena tadi hidungnya tak luput dari bekapan Edward. Syukurlah doanya dan Catherine terlaksana.
"Sorry sorry, abis muka kalian tu kayak mau berhadapan sama setan aja gitu. Jadi usilnya keluar deh." Edward tertawa garing. Wajah Vania dan Catherine terlihat was-was serta Galih yang datar seperti biasa. "Oh ya yang tadi belum dijawab. Dimana si Bella?"
Ketiga muda-mudi itu menatap Edward datar. Mereka merasa kasihan pada Ika yang harus memiliki kakak macam ini. Dengan malas Vania menunjuk ke arah Bella yang sedang mengabsen kelasnya. Edward mengikuti arah jari Vania dan mendapati pujaan hatinya. Seketika dirinya seakan dipenuhi background Bunga-bunga.
"Oh thanks ya." Edward berjalan meninggalkan Vania, Catherine dan Galih. Mereka menghela napas lega.
"Btw," Edward muncul lagi membuat mereka kembali kaget dan panik "Kok kalian cuma bertiga?"
Pundak mereka menegang. Mereka mulai berpikir harus menjawab pertanyaan Edward. Bahkan Galih sudah menentukan siasat kaburnya nanti. Edward yang tak mendapati jawaban apapun melanjutkan pertanyaannya.
"Mana temen lo yang namanya itu... siapa? Mirip sama nama adek gue. Dika? Siska? Mika? Bika?" Edward menjentikkan jari mencoba mengingat nama adik kelasnya itu.
Vania, Catherine dan Galih menatap Edward datar lagi. Lebih datar dari sebelumnya. Entah itu tatapan datar atau dingin. Dika? Itu masih wajar. Siska? Nama Rika memang kayak cewek tapi itu terlalu cewek. Mika? gelas kali si Rika. Bika? Dikira temannya itu Bika ambon ya. Jadi laper.
Dengan sabar Galih menjawab."Rika kak. Tadi pas kelasan saya mau masuk ke gedung, saya bangunin sekali terus saya tinggalin."
"Tega amat!" seru Edward. 'Sebenarnya lebih tega mana sih Galih sama Edward?' Itu yang ingin di ucapkan Catherine tapi ditahannya mengingat situasi mereka, maka hanya ia pendam di hatinya dalam-dalam.
Tak membuang kesempatan, Vania mencoba mengalihkan pembicaraan "A-ah ya kak, si Ad- kak Adnan kemana ya?"
Kedua sohibnya langsung mengacungkan jempol untuk Vania karena tindakannya tadi. Setidaknya mereka bisa menghindari pertanyaan tentang Ika.
"Oh Adnan? Dia ngga ikut. Bilangnya sih 'males' ngurusin hal kayak gini." Edward menggunakan kedua tangannya dan menggerakkan jari telunjuk serta tengah untuk menandakan tanda kutip pada kata-katanya.
Sementara di tempat lain, Adnan yang sedang menonton TV tiba-tiba bersin. Ia tempelkan telapak tangannya ke dahi. "Kayaknya gue mau demam nih."
Kembali ke sekolah. Ketiga murid kelas 1 itu tertawa hambar kemudian berhenti ketika mendengar kelanjutan kalimat Edward. "Sama kayak adek gue."
Vania gagal mengalihkan pembicaraan.
"Ngomong-ngomong orangnya dimana ya? Kok ngga keliatan?"
'Nah, mampus deh gue..' Bisik Vania pelan sembari gigit bibir. Sekarang mereka dalam masalah besar! Mungkin?
KAMU SEDANG MEMBACA
They-days
Teen FictionIka seorang introvert, dihadapi Vania sesama murid baru di skolahnya yg konyol dan santai parah! Catherine, bule yang bicaranya sopan tapi nyelekit di hati. 2 orang cowok yang yg slalu bertengkar karena masalah sepele turut mewarnai hari" di dekolah...