(Namakamu) masih menatap Iqbaal dengan mata berair. Ia melihat Iqbaal tertunduk sedih, seperti menyembunyikan sesuatu yang tidak ia tahu.
(Namakamu) menghela napas dan menepis air mata yang membasahi kedua pipinya. Ia merasa seperti orang bodoh yang tidak tahu harus berbuat apa setelah Iqbaal mengakhiri hubungannya begitu saja.
"Selama ini aku kira kamu orang yang beda. Tapi, ternyata aku salah. Kamu sama aja kayak cowok yang lain. Suka ngasih harapan. Setelah aku bahagia karna harapan itu, kamu nyakitin aku dengan gampangnya."
Isak tangisnya terdengar, kepalanya menunduk dan sesekali tangannya terangkat menepis air mata yang tidak berhenti jatuh sejak beberapa menit yang lalu. "Kamu pernah bilang, kalau kamu nggak pernah suka liat aku nangis. Dan setelah aku yakin sama kamu, kamu justru ngancurin keyakinan itu. Kamu juga baru aja bilang kalau kamu benci liat aku patah hati, tapi sekarang kamu bikin aku patah hati."
"Bubi, aku punya alasan." lirih Iqbaal.
"Apa?" tanya (namakamu) yang kini mengangkat kepalanya dan kembali menatap Iqbaal. "Apa alasan kamu mutusin aku? Karna kamu mau meninggal? Emang apa yang bakal bikin kamu meninggal dalam waktu dekat? Apa yang nggak aku tahu?" tanya (namakamu) lagi.
Iqbaal diam. Ia tidak mungkin memberitahu (namakamu) tentang kondisi jantungnya, itu hanya akan membuat (namakamu) sedih.
"Kenapa kamu diam? Kenapa kamu nggak bisa jawab pertanyaan aku?" (namakamu) mendekatkan kepalanya dengan Iqbaal. Kedua matanya berusaha menatap mata Iqbaal yang kini berusaha menghindar.
"Aku nggak bisa kasih tau kamu. Lebih baik sekarang kamu pergi aja dari sini." jawab Iqbaal pelan dan berbisik ketika sampai di akhir kalimat.
"Kamu ngusir aku?" kedua alis (namakamu) bertaut mendengar perkataan Iqbaal barusan. Laki-laki itu mengusirnya.
Iqbaal menggeleng. "Aku cuma nggak suka liat kamu nangis. Jadi, tolong kamu pulang terus istirahat. Anggap pembicaraan kita nggak pernah ada dan hubungan kita cuma becandaan aja." jawab Iqbaal.
(Namakamu) menggeleng tidak percaya dengan jawaban yang di lontarkan Iqbaal barusan. Laki-laki yang sangat dia percaya akhirnya menyakitinya, bahkan lebih dari Daniel menyakitinya dulu.
"Ini hati, Baal. Kamu pikir gampang buat aku ngebangun kepercayaan itu? Kamu pikir hati aku apa sampe kamu nganggap hubungan kita cuma becandaan? Ternyata, aku bener-bener salah nilai kamu."
(Namakamu) beranjak dari ayunan tanpa satu kata pun. (Namakamu) segera melangkah menjauh meninggalkan Iqbaal yang masih duduk di ayunan. Hatinya sakit karna ucapan Iqbaal. Setelah hari ini, ia mungkin tidak akan mau lagi bertemu dengan Iqbaal.
Iqbaal menghela napas dan kemudian bersandar pada sandaran besi di belakangnya. Hatinya luar biasa sakit. Memiliki (namakamu) adalah impiannya sejak lama, dan setelah (namakamu) berada di pelukannya, ia dengan berat hati harus rela melepaskan (namakamu) pergi dengan alasan ini yang terbaik.
Iqbaal menepis setetes air mata yang jatuh dari mata kanannya, lalu menyentuh dada kirinya yang masih terasa nyeri seperti beberapa hari terakhir. Seandainya dia tidak tahu tentang hal ini, ia tidak akan mungkin meminta (namakamu) pergi.
***
Daniel menghentikan mobil SUV hitamnya tepat di depan pagar rumah (namakamu). Tadi, gadis itu menelepon memintanya menjemput di rumah sakit. Dan setelah ia sampai, (namakamu) sudah menangis, bahkan sampai saat ini gadis itu masih sesekali menepis air matanya.
"Aku bakal nemuin Iqbaal dan bicara sama dia." kata Daniel ketus.
"Nggak usah, gue nggak papa. Mungkin ini balasan buat gue karna terlalu percaya sama dia." balas (namakamu) di sertai gelengan kepala dan tangan yang kini menekan seatbelt agar terlepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bubi & Pluto [Completed]
FanfictionIqbaal jatuh hati pada (namakamu) sejak pertama kali gadis itu pindah ke sekolahnya. Tapi, Iqbaal tidak pernah berani mendekati (namakamu) karna (namakamu) adalah kekasih Daniel. Lama Iqbaal menyimpan perasaannya sendiri tanpa berani mengungkapkann...