Kau hancurkan diriku saat engkau pergi setelah kau patahkan sayap ini hinggaku takkan bisa tuk terbang tinggi lagi dan mencari bintang yang dapat menggantikanmu
~Last Child - Duka~
(Namakamu) menghela napas menatap meja makan yang selama empat tahun terakhir terasa begitu sepi. Kepergian Iqbaal benar-benar merubah seluruh hidupnya. Semua terasa sangat asing bagi (namakamu).
"Mommy," sapa Ina saat ia sampai di hadapan (namakamu), tangannya menggenggam tangan (namakamu) dan berusaha membuat Ibunya berhenti bersedih.
"Ini udah empat tahun, Mom. Kak Iqbaal pasti nggak akan suka liat Mommy terus-terusan nangisin dia kayak gini. Kak Iqbaal udah bahagia sama Paman, Mom," lirih Ina.
Gadis berusia sepuluh tahun itu mengerti apa yang di rasakan Ibunya. Kehilangan seseorang yang paling dia sayang, menjadi kebanggaannya, meskipun kadang suka bertengkar. Ina juga merasakan hal yang sama. Masih merasa sangat kehilangan Kakak yang selalu menjanjikannya harum manis.
Ina memeluk (namakamu), lalu memejamkan mata dan membiarkan air matanya jatuh tanpa perintah. "Mommy jangan bikin Kak Iqbaal susah karena kepikiran Mommy. Kasian Kak Iqbaal, Mom."
(Namakamu) masih tetap diam dengan air mata yang semakin deras. Bayangan masa lalu ketika Iqbaal masih kecil dan remaja berputar bak roll film di benaknya. Membuatnya semakin rindu dan sakit.
"Mommy sayang Kak Iqbaal, kan? Kalau Mommy sayang Mommy harus ikhlasin Kak Iqbaal. Jangan gini terus, Mom. Aku juga butuh Mommy kayak dulu. Daddy butuh Mommy," lirih Ina. Kedua tangannya semakin erat memeluk (namakamu) yang masih saja diam dengan air mata yang terus merembes dari pelupuk matanya.
(Namakamu) membalas pelukan Ina dan memberikan kecupan sayang di puncak kepala Ina. Apa yang dikatakan Ina itu benar. Ina dan Fakhri masih sangat membutuhkan dirinya.
"Maafin Mommy..." desis (namakamu).
Tangis Ina semakin pecah dan kembali mengeratkan pelukannya. Ina sebenarnya sama seperti (namakamu), belum bisa mengikhlaskan Iqbaal pergi. Tapi, hidup harus tetap berjalan meskipun semua terasa menyakitkan.
***
(Namakamu) memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket agar terasa hangat. Ia tengah berjalan menyusuri kota bersama dengan Jose. Dan selama perjalan mereka berdua hanya diam. (Namakamu) tengah memikirkan kado anniversary untuk Iqbaal dan memilih hari yang tepat untuk pulang ke Indonesia. Sementara Jose tengah memikirkan bagaimana cara agar bisa membuka pintu hati (namakamu).
Jose menarik napas dan melirik kearah (namakamu), kedua kakinya melangkah beriringan (namakamu) dan ia suka itu. "Aku denger dari Metha, kamu mau pulang ke Indo?" tanya Jose.
(Namakamu) menoleh dengan sedikit senyum, lalu mengangguk.
"Mau ngapain? Ada acara? Setahu aku orang tua kamu di sini," tanya Jose lagi.
(Namakamu) diam untuk sejenak. Wajahnya menunduk di sertai helaan napas, lalu kembali menatap Jose. "Ngerayain anniv," jawab (namakamu).
"Anniv? Kamu punya pacar?" Jose sontak mengerutkan keningnya. Yang dia tahu, (namakamu) tidak memiliki hubungan khusus dengan seseorang.
(Namakamu) kembali mengangguk. "Iya, tapi dia udah meninggal empat tahun yang lalu."
Jose membeku mendengar jawaban (namakamu). Tatapannya masih terarah pada (namakamu) yang kini tersenyum dengan tatapan sendu. Gadis itu ternyata tidak begitu pintar menyembunyikan raut kesedihannya di depan Jose. Karena, Jose bisa melihat dengan jelas air mata yang kini menggenang di pelupuk mata (namakamu).
KAMU SEDANG MEMBACA
Bubi & Pluto [Completed]
FanfictionIqbaal jatuh hati pada (namakamu) sejak pertama kali gadis itu pindah ke sekolahnya. Tapi, Iqbaal tidak pernah berani mendekati (namakamu) karna (namakamu) adalah kekasih Daniel. Lama Iqbaal menyimpan perasaannya sendiri tanpa berani mengungkapkann...