Karya Belajar Part Tujuh

466 21 26
                                    

Pr Puisi Esai:
_____________

1.   Padamu dan Bagimu Negeri

/1/

Kupandangi raket itu,
Genggaman erat tangan kananku terasa masih melekat
Selalu.

Kuedarkan tatapan ke sekelilingku
Shuttlecock (*1) yang tergeletak
Atmosfer di arena pertandingan
Banjir keringat
Terasa membius ...
Selalu.

8 tahun lalu,
Selalu membayang di benakku
Sebelum cedera lutut
Selalu menghantui hari-hariku.

Apa arti juara bagiku?

Berderetnya medali

Banyaknya penonton

Riuh tepuk tangan

Kupandangi raket itu ...

/2/

Tuban, Jawa Timur, adalah tanah di mana aku dilahirkan. (*2)
Rasanya baru kemarin,
Ayah sang motivator dengan berjuta nasihat yang mampu menumbuhkan semangat. (*3)

Saat di mana ketidaksukaan
Berubah jadi pemicu keinginan. (*4)

Keluarga, teman, sahabat biasa menyapaku, Ria
Ya, nama kecilku.

Kristin, mereka seakan terbiasa menyapa saat di mana aku dipanggil dan menetap di asrama Cipayung, Jakarta (*5)
Tempat di mana kuletakkan asa sedemikian tinggi.

Walaupun pada mulanya tak mudah
Semudah membolak-balikkan telapak tangan

Ketika penolakan harus kutelan saat itu (*6)
Pahit? memang!
Getir? Iya!
Sebab saat apa yang kuimpikan sudah di depan mata
Kenyataan berkata lain.

/3/

Hari itu,
Hari di mana sebagian mimpiku seolah bukan lagi mimpi belaka
Ketika jatuh-bangun aku memapah asa, menempa diri, menimba ilmu juga rasanya "inilah saatnya" bisik batinku.

Aku yang ketika itu tak diterima masuk asrama lantaran belakangan kuketahui sebab 'postur' tubuh yang mereka nilai 'kecil' (*7)

Apa salah memiliki postur seperti ini?
ditambah lagi mereka menuntut aku berprestasi,
tapi diikutsertakan dalam ajang bergengsi saja tidak (*8)

Lantas kapan?
Untuk aku bisa membuktikan kemampuanku?

"Inilah saatnya" bisik batinku.

Dengan bermodalkan selembar tiket wildcard,
aku terbang ke negeri terbesar kedua setelah Shanghai tersebut.

Tak lupa kubawa bekal;
mimpiku juga segenggam harapan bahkan sebegitu menggebu semangat
di dalam dadaku; garuda merentangkan sayapnya.

/4/

Sabtu, 16 Agustus 2008
University of Technology Gymnasium, Beijing. (*9)

Euforia penonton seakan tak kuasa dibendung.

Canggung,
tentu saja.

Berdirinya aku di sini tak lain mewakili negaraku,
Indonesia.

Beribu bahkan berjuta pasang mata tertuju padaku,
tentu saja.

Menjadi pusat perhatian,
tentu saja.

Setelah apa yang kulewati beberapa hari yang lalu
Saat satu persatu lawan aku hadapi

Babak pertama, yang terasa menggentarkan hatiku
Saat aku bertemu dengan lawan yang bukan tandingan
di atas kertas jauh meninggalkanku

Juliane Schenck
Siapa yang tak mengenal sosoknya
Perwakilan Jerman ini cukup menguras energiku
Kalah di set pertama dengan raihan skor 18-21

Hasil Karya Puisi Tim UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang