Prolog

20.7K 945 14
                                    

Satu, satu aku sayang ibu,

Dua, dua juga sayang ayah,

Tiga, tiga sayang adik kakak,

Satu dua tiga sayang semuannya...

Suasana panti di pagi hari itu sangat ramai dan menyenangkan oleh suara anak-anak yang sedang asyik bernyanyi sambil bertepuk tangan dengan riangnya. Beberapa dari mereka malah terlihat menari dengan gerakan yang kaku dan seenaknya khas anak-anak. Mereka tertawa lepas. Panas terik di halaman tak menjadikan mereka letih apalagi bosan duduk berjajar dengan posisi melingkar dengan anak lainnya. Pohon mangga yang rimbun seolah merangkul mereka, melindungi dari sengatan matahari yang menjadi asupan penambah semangat.

Melupakan kesedihan...

Menghancurkan kesepian...

Bahkan, melawan keputusasaan...

Sebuah plang bertuliskan Panti Asuhan Harapan masih terukir jelas disana meski kayu yang digunakan sudah sedikit lapuk termakan usia. Sementara tepat di bawahnya, terdapat sederet tanaman rambat menggantung di sekeliling pagar yang membatasi bangunan panti itu dengan rumah-rumah di sekitarnya.

Pintu pagar berderit. Sesosok Pria menatap lekat kearah gerombolan anak kecil yang bernyanyi. Ditatapnya dengan takzim mereka, seperti tak ingin meninggalkan sedetikpun kejadian tersebut.

Kini matanya beralih. Seorang wanita berkerudung tampak jelas dimatanya. Senyumnya menawan sembari bertepuk tangan menatap anak-anak yang mengelilinginya. Beberapa kali ia tertawa kecil melihat anak-anak yang salah menyanyikan lirik lagu yang didendangkan. Ia terlalu fokus pada mereka hingga sama sekali tak menyadari bahwa ada seorang pria yang tengah memperhatikannya dari kejauhan dengan pandangan yang tak bisa lepas.

Seolah tersihir dengan wajah teduhnya.

"Kak!" panggil salah seorang anak bermata sipit. Wanita itu menoleh.

"Ada orang yang melihat kita terus!!" Dia kembali berteriak sambil menunjuk pria di ambang pagar sana.

Sontak, pria itu melebarkan matanya, terkejut. Air mukanya tiba-tiba berubah panik dengan keringat yang menderas. Ia tak tahu harus bagaimana jika wanita itu menyadari kehadirannya.

Wanita itu mengalihkan pandangannya menuju sosok yang ditunjuk. Disipitkan matanya untuk menatap. Pantulan sinar matahari agak mengaburkan pandangannya. Namun, semakin jelas sosok itu tampak, semakin heran pula dirinya saat menatap pria itu. Ia bertanya-tanya, mencoba mengingat dengan keras sosok yang mungkin telah dilupakannya.

Dan saat itulah pandangan mereka saling bertemu.

Menghidupkan kembali memori bertahun-tahun lalu.

Memori yang terasa pahit dan juga manis.

"Cari siapa, Mas?" tanyannya pendek.

Sangat pendek hingga membuat pria itu seketika kehilangan kata-kata.

***

Karena Hatimu Bukan MilikkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang