Latihan

18.5K 1.2K 61
                                    

"Ciyeee yang jadi masuk ekskul basket," Dhea terus menggodaku sejak tadi.

"Apaan sih Dhe? Gue kan emang mau masuk basket."

"Karena apa hayooooo?" dia menaikan sebelah alisnya.

"Ya karena gue suka."

"Yakin?"

"Yakin."

"Yakin bukan karena ada Kak Retta atau Kak Adrian?"

"Ish apaan deh lo."

"Hahaha manyun aja lo kayak bebek nyosor."

"Bebek peking."

"Enak dooong."

"Emaaaang."

"Tau ah Dhe, tuh Bu Sri udah masuk," aku menyuruhnya diam karena aku tak ingin sampai ditegur lagi.

Jam pertama pelajaran Ekonomi pun berjalan lancar-lancar saja. Kelas pun mendadak ramai karena guru jam kedua kami masih belum masuk. Uben yang duduk di depan kami tiba-tiba saja menengok ke belakang.

"Eh ceuuu, elu berdua udah pada daftar ekskul belum?" tanya Uben dengan tampang ganjennya.

"Udah dong ceuuu. Lo ikut apa jadinya? Cheerleaders apa Modern Dance?" tanya Dhea mengikuti gaya Uben berbicara membuatku tak bisa menahan tawa.

"Ih gue tuh yah bingung sih sebenernya, terus gue minta pendapat sama sodara kembar gue kan, katanya mending masuk cheerleaders aja biar bisa nontonin anak-anak basket kalo lagi tanding," ucapnya.

Aku sama Dhea sama-sama menengok. "Lo punya sodara kembar?" tanya kami bersamaan.

"Hahaa biasa aja kali ceuuu. Iya gue punya adik kembar tapi gak sekolah disini." Jawabannya membuat kami menganggukan kepala. Tak lama kemudian guru PKN kami pun masuk kelas.

.

.

.

.

Bel istirahat pertama berbunyi

"Tan, Dhe, Ben, makan kantin yuuuk," ajak Sassya sembari menggandeng Indira. Tanpa berpikir panjang, kami pun menerima ajakannya.

Sassya dan Indira jalan di bagian paling depan lalu diikuti Dhea dan Uben, sedangkan aku berada di belakang sendirian. Ketika kami menuruni tangga mau ke lantai 2, aku sempat melihat di depan kelas XI IPA 2 ada Kak Jingga yang sedang duduk bersama Kak Adrian. Mereka tampak dekat tapi wajah Kak Jingga memperlihatkan kalau dirinya sedang kesal. Aku pun tak mau lama-lama melihat mereka, akhirnya aku buru-buru mengikuti langkah anak-anak.

Seperti biasa suasana kantin sangat ramai. Tapi kami beruntung karena Uben dengan cekatan mengambil tempat duduk di depan tukang nasi uduk. Kami pun membeli makan bergantian lalu mengobrol dan bercanda bersama. Uben yang sejak tadi ngebanyol selalu ditanggapi dengan ucapan bodoh Dhea, sepertinya mereka memang sudah ditakdirkan jadi partner in crime.

"Tan, nanti sore udah mulai latihan basket nih. Lo mau balik dulu apa langsung?" Tanya Sassya.

"Gue sih balik dulu Sya, emang lo mau langsung?"

"Ya gue sih paling ikut ke rumahnya si Indira dulu nih soalnya kalau gue pulang dulu jauh banget," jawabnya.

"Jadi kalian bertiga sama-sama ikut basket? Duh pengen deh ikutan biar bisa ngeliatin si babang ganteng Adrian," sahut Uben manja.

"Hahaha yang ada Adrian enek lihat lo Ben," jahil Dhea.

"Ah sialan lo Dhe. Daripada lo ikutnya mading ketemunya sama si Kakak Jutek terus. Ih ogah gue sih," Uben memutar bola matanya membuat Dhea gemas dan langsung mencubitinya.

Reminisce (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang