~Refan Pov~

341 12 4
                                    


Kutipan ku
"Sahabat atau pacar?
Sahabat bisa bercerita tentang pacar, tetapi pacar ga bisa bercerita tentang sahabat"
-Hendrasp

----------------------------------------------------
----------------------------------------------------
Lanjut ke novel guys..
Baca dan pahami cerita ini..
----------------------------------------------------

"Kak Refan bangun kak, bangun udah siang!" teriakannya sekaligus memberi tepukan keras di bahuku.

"Iyaa tau, Refan juga tau kali, berisik banget" jawab ku membuka separuh bola mata yang sepa.

Sebenarnya alarmku sudah berdering sejak pukul lima pagi tadi, namun dengan sengaja aku matikan dan ntah kenapa perasaanku seperti tak ada semangat untuk pergi sekolah hari ini. mungkin karena Melinda, iyaa aku sangat merasa bersalah denganya, aku tak tau jika ia mempunyai perasaan denganku dan baru mengetahui setelah membaca surat kemarin.

"Ih ko ngelamun" teguran sekaligus cubitan keras kembali ia berikan "tumben banget lo jam segini belum bangun, biasanya juga elu yang bangunin gue" ocehannya lagi seperti meledek.

"Bodo ah, ngapain lu masuk kamar gua tanpa seizin gua"

niina bukan tak tau mengenai permasalah ku dengan raisa terkait dengan kepergian sahabat nya itu, Tetapi niina memang belum tau, dan aku takut jika niina mengetahui ini semua.

"Ye.. sewot amat lu udah kaya cewe lagi pms" ledekanya lagi membuatku menjauh dari tempat tidur.

niina, dia adik ku.usianya yang tak jauh beda membuat ku denganya sering bertukar cerita di setiap masalah yang sedang aku dan dia hadapi, Namun kami tak selalu bersama, bahkan tak jarang juga aku dan niina bertengkar seperti halnya kucing dan tikus.
Usianya yang tak jauh beda telah membuat ku nyaman denganya, bahkan aku tak segan-segan menanyakan sesuatu tentang kriteria wanita yang aku senangi.

.
.

"Niin hari ini lu berangkat sendiri aja ya" ujarku memulai pembicaraan di meja makan.

"Lah emang ka refan kenapa"

"Iyaa kamu kenapa fan" tanya ayah. "Biasanya kan kalian bareng" ujarnya lagi.

"Kalian ada masalah,masalah apa. perasaan mamah liat kalian berdua baik-baik aja" sahut mamah dengan detilnya ikut bertanya.

Aku tak serta bisa menjawab. Rasanya ingin sekali menolak. Namun aku tak ingin membatah beliau, dan membuatnya kecewa, jika mamah kecewa ayah pun pasti akan kecewa.

"Kalo karefan ga bisa yaudah biar niina nebeng sama vina,rumahnya vina kan deket" sela niina pasrah, mungkin dalam hatinya bertanya kenapa ka refan seperti ketakutan untuk pergi ke sekolah.

"Ngak bisa niina" bantah mamah. Matanya beralih beranjak menatap ku "kasian niina kalo harus nebeng temenya, buat apa punya kaka tapi ngebiarin adiknya sendirian begitu aja.

"Yaudah. refan mau mah,pah" ujar ku mengalah karena tak mau ayah dan mamah ikut memikirkan masalah yang ga penting ini. Dalam hati ku berkata bahwa setelah aku menurunkan niina di depan sekolah aku ingin pergi ke sebuah cafe atau mal untuk menghibur diri.

"Okey niin hari ini kaka jadi pergi ke sekolah" kataku setelahnya.

Niina masih melihat heran dengan sikap ku yang tak biasa ini. lagi-lagi mataku tertuju tajam melihat niina,seperti biasanya rasa semangatku meningkat jika ingin bersamanya,entah perasaan apakah ini.

----

"Ka refan kenapa" tanyanya memulai pembicaraan dalam mobil, dan matanya lagi-lagi menatapku halus.

"Kenapa apanya, kaka ga kenapa-napa" jawabku bagaikan tak ada masalah.

"Alah gausah boong sama niina, kaya baru kenal niina aja si" sentakanya membuat ku yakin dia adalah wanita yang selalu peka dengan perasaanku dalam situasi apapun.

"Udah-udah lupain plis" tekanku supaya niina melupakan masalah ini. "sekarang lu turun biar gua aja yang ke parkiran" ujarku lagi setelah sampai depan gerbang sekolah. Memang berat rasanya perasaan ku untuk memasuki kelas hari ini, dengan sengajanya otak kiriku mengingatkan untuk tidak beranjak dari mobil dan pergi ke mal sampai jam pulang kemudian kembali menjemput niina.

.

.

malem

~Krek~

Ku buka pintu kamarnya..

"Ha" suaranya kaget dan langsung menutupi tubuhnya yang hanya dilapisi oleh miniset dan celana pendek.

"Ka refan ngapain" tanyanya panik, dan badanya melipat di selimut miliknya. "Ko ga ketok pintu dulu"

"Ups.., Maaf niin,kaka ga sempet ketok pintunnya" kataku menunduk merasa lancang membuka pintu seorang gadis tanpa izin.

"Iyaudah gapapa,kak refan kenapa ko mukanya jelek" ujarnya meledek dan bibirnya tersenyum manis.

Lagi-lagi winita ini terus menggoda yang membuat ku lupa jika banyaknya masalah yang sedang ku hadapi. Aku mengangguk dan melangkah masuk menuju kursi lipat yang berada di samping kasur miliknya.Mata ku tak bisa diam melirik semua objek yang ada di kamar niina yang di dominasi oleh warna biru muda dan pink stabilo. Sangat tenang rasanya berada disini, kamar yang benar-benar bersih dan indah, keharuman nya pun melekat dibatang hidung ku yang terdalam, niina pasti sangat merawatnya dengan detil.

Belum lagi jika aku melihat di sudut kamar tempat niina belajar, disitu ada sebuah rak buku mini yang dipenuhi nevel dan comik. Dan baru baru ini aku melihat sebuah majalah dewasa yang asing menurutku tertata rapih di barisan paling atas rak tersebut.

"Kak reffan ditanya malah diem" bentaknya menyadarkan ku.

"Ups,maaf niin ga konsen nih haha" jawab ku mengambil alih sambil memejap majalah tersebut.

"Ih kak refan pasti pikiranya ngeres" sangka niina menilai ku menikmati pemandangan ditubuhnya yang hampir telanjang.

"Its.. Sembarangan lu kalo ngomong,elu kan ade gua masa iyaa gua nafsu sama satu darah sendiri" belaku mendekatkan kursi yang berada di sampingnya "ini majalah baru ya niin" tanyaku mengenai majalah tersebut.

"Bukan,itu punya vina.tadi pagi niina minjem" Jawabannya

"Emang kak refan ngapain malam-malam masuk kamar gue" tanyanya kembali menekan. seharusnya dia tau kalo kedatangan ku ingin membicarakan soal tadi siang.

"Ohiya niina udah tau pasti kak refan kesini mau curhat lagi kan" katanya lagi, seperti yang ku katakan dia pasti sudah mengetahui maksud kedatangan ku.

Refan&MelindaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang