Part 1

9.3K 367 26
                                    


~~~ HAPPY ^0^ READING ~~~

Malam semakin dingin menyelubungi daratan Seoul. Meskipun ini masih terhitung baru di awal musim gugur, namun udara sudah bertiup lumayan kencang, apalagi jika di luar rumah seperti ini.

Seorang gadis cantik lengkap dengan jaket tebal dan penutup kepalanya pun mengusapkan kedua tangannya berkali-kali untuk mengusir dingin yang menyerangnya. Sesekali jaket tebalnya juga ia tarik pelan, ia eratkan untuk semakin menutupi tubuhnya agar terasa lebih hangat. Namun tetap saja, hal itu tidak berpengaruh banyak.

Yoon Ji Ahn, gadis 28 tahun itu menundukkan kepalanya. Matanya menatap lurus hamparan perairan sungai Han yang menari-nari mengikuti deburan ombak kecil yang menggoyangkannya. Untuk kesekian kalinya, entah sudah yang ke berapa kali, gadis berambut panjang itu menghembuskan nafas pelannya. Sejujurnya ia begitu jenuh harus menunggu sendirian seperti orang bodoh begini, meskipun sebenarnya hal seperti ini sudah menjadi kebiasannya sejak sekitar 9 tahun terakhir.

"3 jam. Hampir 3 jam." Gumam Ji Ahn pelan setelah melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Senyum getir pun terukir di bibir manisnya. Astaga, ini bahkan sudah hampir 3 jam menunggu di tengah udara dingin seperti ini. Kakinya pun juga mulai terasa pegal serta kesemutan karena terlalu lama berdiri.

Ji Ahn kembali melempar pandangannya ke depan. Bibir bagian bawahnya pun ia gigit untuk meredam rasa nyeri yang mendadak menyelubungi hatinya. "Tidak apa-apa, Yoon Ji Ahn. Ini masih hampir 3 jam. Ya, ini belum ada apa-apanya. Kau bahkan pernah menunggu seharian penuh seorang diri dan kau baik-baik saja. Jadi sekarang juga harus baik-baik saja. Dia pasti akan segera datang. Dia-" Tenggorokan Ji Ahn pun tercekat. Bahkan ia harus selalu menguatkan dirinya sendiri seperti ini. Ya, memberi sugesti agar hatinya lebih tenang serta menghalau segala pemikiran buruk yang sebenarnya selalu berputar di benaknya. "Dia hanya sedang bekerja." Lirihnya kemudian.

Nafas Ji Ahn kembali ia tarik dalam-dalam. Tuhan, bahkan dalam keadaan cuaca yang sama buruknya dengan suasana hatinya saat ini pun gadis berkulit putih itu masih memaksakan dirinya untuk menunggu. Ia yakin jika kekasihnya akan segera datang. Meskipun saat terakhir ia mencoba menghubungi pria itu namun nomornya tidak aktif, Ji Ahn yakin jika kekasih tercintanya itu akan datang. Entah itu kapan, dia pasti akan datang. Sugesti itulah yang selalu Ji Ahn patri di hati dan pikirannya. Meskipun ia tidak bisa menampik setiap perasaan, bahkan pemikiran buruk yang menghantuinya, namun Ji Ahn selalu mencoba untuk yakin, percaya dan bersabar. Bukankah suatu hubungan memang harus dilandasi dengan tiga hal itu?

Dengan segala kesabarannya yang seolah tidak berbatas, Ji Ahn memasukkan satu tangannya ke dalam saku jaket tebalnya. Di sana, tangan itu meraih sebuah benda berbentuk persegi panjang dengan kecanggihan dan kecerdasan luar biasa yang disebut ponsel. Ji Ahn pun menggeser layar ponselnya, membuka kunci keamanan ponsel itu.

Tak berapa lama kemudian, Ji Ahn mendengus pelan. Gadis itu menatap sedih layar ponselnya setelah melihat notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya itu. Dari sekian banyak notifikasi yang masuk, tidak ada satupun yang berasal dari seseorang yang ia harapkan. Ya, kekasihnya yang tengah ia tunggu tidak mengirimkan barang 1 pesan pun untuk mengabarinya, apakah dia akan datang atau tidak. Padahal Ji Ahn mengirimkan pesan padanya beberapa kali sebelum akhirnya nomornya tidak aktif.

Mata Ji Ahn pun terpejam sejenak. Gadis itu tengah mencoba menahan nyeri yang terus menggumpal di hatinya. Oh, haruskah dia pergi sekarang? Haruskah dia menyerah dan berhenti menunggu? Namun bagaimana jika ternyata kekasihnya itu datang, sementara dirinya sudah pergi? Hati Ji Ahn tengah berperang hebat. Ia lelah, ingin pergi, atau setidaknya beristirahat. Pasalnya seharian ini pun ia juga belum benar-benar beristirahat. Pekerjaannya sebagai wartawan menuntutnya untuk bekerja sewaktu-waktu dengan jam yang kadang tidak terduga sama sekali.

Behind the Professionalism (DIBUKUKAN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang