5 : debat

977 157 8
                                    

ADA tanda merah yang sengaja Shouyou lingkari pada kalender buatan di jurnal kecilnya dan kalimat singkat seperti 'hari pengeksekusian, tidur yang cukup kalau tidak mau ketahuan Kenma atau dimarahi Koushi-san' yang sempat Lev tertawakan lalu bertanya apakah hari ujian memang semenakutkan itu baginya. Kalau ia seorang diri, mungkin akan jadi lain soal. Shouyou terbiasa melakukan ujian-ujian seperti itu ketika ia memutuskan untuk menekuni musik. Rasa tegang dan gugup sering ia rasakan, tapi Shouyou bisa melewatinya.

Kini, masalah utamanya terletak pada Tsukishima Kei. Shouyou bukan tipe orang yang selalu mengutamakan nilai tetapi tidak sembarang juga menggesernya dari posisi utama. Karena itu, ketika ia berpikir bahwa bermain piano seperti biasanya, seperti dirinya sendiri atau memang tipikalnya sekali ia lakukan saat ujian nanti, Shouyou tidak khawatir. Menyandang gelar lulus saja Shouyou rasa sudah cukup. Ia bermain karena insting, bukan teori. Dan ketika pribadi Kei mengatakan sebaliknya, Shouyou kewalahan.

"Masih sama, tidak ada peningkatan. Bagian awal sampai pertengahan bisa dikatakan berhasil, tapi bagian akhir, kau terlalu sering mengubah ketukannya."

"Oh, ayolah!" Shouyou memijat kening, pening tiba-tiba menjalar. Kelas piano yang ia tempati bersama Kei kosong, tetapi telinganya terlalu peka dan selalu berhasil menangkap bising dari luar. Jejak langkah, suara tawa, teriakan memanggil seseorang, bahkan debuman tas yang terjatuh. Ditambah lagi, omelan pedas Tsukishima Kei.

"Kau sengaja melingkari tanggal di jurnalmu ini tapi progres tetap jalan di tempat,"

"Yah, yah, siapa bilang kau boleh baca jurnalku,"

"Siapa suruh kau simpan sembarangan," balas Kei ketus, menarik napas sepanjang mungkin. "Pantas saja permainanmu acak-acakan, menaruh barang saja tidak tahu tempat."

"Itu tidak ada hubungannya."

"Karena itu memang sifatmu. Kau tidak pernah bermain sesuai—"

"Aturan, oh yah, aturan!" potong Shouyou, tidak mengerti dari mana datangnya suara keras itu dan seakan tidak peduli begitu Kei meliriknya dengan terkejut. "Kau itu ya, Tsukishima-san, bisanya cuma mengomentari dan memaksa keadaan sesuai keinginanmu sendiri, cih!"

Kei mengernyit, nadanya masih bisa terkontrol. "Aku seperti itu karena sesuatu yang sedang kita hadapi ini penting, Hinata-san. Kalau kau bisa kooperatif dari awal, aku tidak perlu repot-repot melakukan hal semacam ini."

"Kooperatif?" Shouyou berdiri, kesepuluh jemari ia tekan langsung di atas tuts sampai bunyi berat terdengar nyaring. "Jadi selama ini kau tidak pernah menganggapku kooperatif? Sampai aku harus mengubah cara bermainku dan membuat warna-warna itu jadi aneh dan kau masih menyebutnya tidak kooperatif?"

"Kau tahu bukan—"

"Dan coba pikirkan ini baik-baik," napas Shouyou berhembus cepat, "aku tidak pernah memintamu untuk melakukan hal semacam ini yang kau sebut repot itu. Kuulangi, tidak pernah sama sekali, Kei. Semua itu hanya keinginanmu sendiri!"

Pemuda pirang di depannya berdecak keras. Shouyou melihat pupil mata Kei mulai mengecil. "Itu karena permainanmu yang egois, Shouyou. Kau terlalu melihat dirimu sendiri dan lupa dengan sekitarmu! Setiap hari bicara soal warna dan warna, seolah kau memaksa mereka mengerti dengan kondisimu sendiri tapi kau tidak pernah melakukannya!" Ia berhenti untuk memejamkan mata, mencoba mengontrol kembali emosinya, sebelum kemudian berkata. "Pada akhirnya, kau hanya bergantung dengan kondisimu sendiri."

Itu, sederet kalimat yang seharusnya tidak boleh Kei ucapkan.

Shouyou mematung, sekilas, ia bisa melihat bagaimana Kei membeliak dan terlambat untuk menarik kata-katanya kembali. Sesuatu menohok ulu hatinya, besar, jauh di dalam sana dan Shouyou rasa Kei memahaminya dengan baik. Titik limitnya sudah di ambang batas. Shouyou merasa sesak dan ia berhenti peduli. Ia menolak untuk peduli.

Toska [tsukihina]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang