1 : partner

2.9K 281 12
                                    


Haikyuu © Furudate Haruichi

Nodame Cantabile © Tomoko Ninomiya

saya tidak mendapatkan keuntungan materiil macam apa pun atas pembuatan fanfiksi ini.

.

[a/n : semacam saya kebetulan rewatch nodame cantabile dan malah nge-headcanonin tsukihina/yha. gak sepenuhnya nodame!au, tapi ada beberapa bagian yang saya ikutin. buat kak ash yang waktu itu udah kasih asupan tsukihina, muehehe. ini cerita pertama yang di-post di wattpad. selamat membaca~]  

. 

. 

Dari selembar kertas yang diterimanya dan sederet nama yang yang ia temukan pagi itu, Kei merasa—mungkin—pilihan dosennya ini berada di luar dugaan. Ia tidak menganggap hal itu salah, tidak juga berprasangka kalau Ukai-sensei bisa saja ketiduran saat mengelompokkan nama-nama mahasiswanya sebagai pasangan partner. Kei tidak ingin membantah, tapi—

"—kenapa Hinata Shouyou?"

"Kau bertanya kenapa?"

Kei tersentak pelan, mendongak, dan sedikit mengutuk diri apa gumamannya tadi itu berhasil terdengar ke sepenjuru kelas. Tapi ketika ia melihat Ukai-sensei memandangnya penuh selidik, hanya seorang, dan mengabaikan keramaian mahasiswa yang ribut usai mata kuliah terakhir, Kei tak perlu jawaban.

"Ah, maksud saya, ini agak mengejutkan,"

"Begitu?" tanya dosennya, tak mengandung nada penasaran atau heran. Bahkan lebih ke arah seolah pria itu menunggu Kei bertanya. Ia melipat kedua lengan di depan dada, lalu berdeham. "Yah, aku memang sengaja memilih secara random. Maksudku, partner saat ujian nanti,"

Sebelah alis Kei terangkat.

"Hinata itu, dia hebat, menurutku," lanjut Ukai-sensei, keningnya sempat bekerut samar. "Tapi sulit menemukan pasangan yang cocok dengan gaya bermainnya yang... yah, kau akan lihat sendiri nanti, Tsukishima."

Interupsi terjadi saat Kei mencoba bertanya lebih jauh karena, oke, ia tidak suka berteka-teki dan dosennya menggantung percakapan begitu saja. Namun kedatangan dosen lain dan meminta Ukai-sensei untuk segera pergi ke ruang rapat, Kei urung bertanya. Jadi ia hanya mendesah kecil, menjejalkan kertas itu ke dalam tas, lalu melenggang keluar.

Sebenarnya, Kei tidak benar-benar mengenal siapa itu Hinata Shouyou. Ia tidak pernah bertemu secara langsung, tidak pernah berbincang atau larut dalam percakapan khusus barang sekali saja, tidak pernah juga menyatakan diri sebagai orang yang saling mengenal. Bahkan Kei bisa menghitung ada sekiranya dua kali dalam seminggu ia kebetulan berpapasan di koridor kampus dan secara tidak sadar membuka loker sepatu secara bersamaan.

Kei tahu soal Shouyou dari desas-desus di sekitarnya, dari teman-teman yang kebetulan satu kelas atau hanya gosip semata yang lewat di telinganya. Tidak, ia bukan seorang penguping, itu murni kebetulan dan keadaan telinganya saja yang kelewat bagus.

Chibi-chan itu suka ribut kalau ada nada yang salah, komentar Tetsuro waktu itu, teman yang lebih sering menghabiskan waktunya bersama saksofon. Tapi dia ribut dengan cara yang aneh. Seperti warnanya hijau karena temponya terlalu cepat, kuning itu pitch-nya terlalu tinggi, atau biru kalau nadanya memang bagus dan pas. Dia juga suka berkomentar begitu menjadi anggota orkestra, meskipun yah, lebih sering bergumam tidak jelas daripada ribut dengan caranya yang aneh. Pernyataan Tetsuro membuatnya janggal tapi Kei tidak bertanya lebih. Ada banyak hal yang harus dipikirkannya semenjak ia dipasangkan dengan seseorang yang bukan dari kelasnya sendiri. Ukai-sensei itu terkadang merepotkan juga, dear.

"Oh, Shouyou?"

Kali kedua Kei bertanya, Koushi-san memberinya reaksi yang lebih antusias. Senyumnya terulas lebar dan kalaupun tebakan Kei tidak salah, laki-laki itu memiliki hubungan yang dekat. Tak ada marga atau sufiks yang disematkan, termasuk gelagatnya yang mudah ditebak ketika mendengar nama Shouyou disebutkan.

"Tidak menyangka dia dipasangkan," sahut Koushi, terkekeh geli, "aku kira dia dibiarkan bermain sendiri,"

Semakin sini semakin aneh. Pernyataan Tetsuro, desas-desus yang bermain, bahkan komentar Ukai-sensei dan sekarang Sugawara Koushi. Kei tidak suka hidup dalam prasangka, tapi kebanyakan pertanyaan bisa membuatnya penasaran juga, mau tidak mau.

"Shouyou anak yang hebat, Kei," lanjut Koushi, Kei pernah memperingatinya soal panggilan tapi sepertinya dia tidak mendengar. "Asal kau bisa menghadapinya dengan sedikit, sabar, mungkin?" Ia tertawa, menggeser posisi duduk begitu seseorang menempati bangku panjang di sebelahnya. Kafetaria masih ramai menjelang sore, banyak di antaranya mahasiswa yang sibuk dengan latihan untuk konser atau sejenisnya.

"Memang, seperti apa orangnya," Kei mengernyit, "Hinata Shouyou itu?"

Koushi nyengir. "Bagaimana, ya," suara tawanya kembali mengudara begitu kerutan di kening Kei semakin jelas. "Nah, tidak akan seru bukan kalau kau tidak mencari tahu sendiri?"

Karena itulah, Kei benci berteka-teki dan percakapan yang menggantung.

.

.

Arloji di pergelangan tangannya menunjuk angka lima untuk jarum pendek, dan sembilan pada jarum panjang. Gazebo di belakang gedung kampus pasti sepi pada jam-jam seperti ini, waktu yang Kei sukai secara tidak sadar. Ukuran gazebonya lumayan besar, bentuknya pentagon dengan atap mengerucut, dicat krem semu cokelat susu, dan cukup untuk menampung satu grand piano di bagian tengah. Ia tidak sengaja menemukan tempat seperti itu ketika sadar ia adalah tipe manusia dimana lebih senang menyendiri dan disibukkan oleh lembaran-lembaran partitur. Bukan klise, tapi memang tipikal dia sekali.

Kei menghabiskan waktu setengah jam untuk sonata for two pianos, salah satu musik klasik yang akan dibawakannya sebagai pembuka pada saat ujian nanti. Ia tahu lagu itu memang harus dimainkan oleh dua pianis dan bayangan soal Hinata Shouyou atau bagaimana permainan pianonya, sedikit mengganggu Kei. Jika yang dikatakan Ukai-sensei dan Koushi-san itu benar mengenai partner mainnya, Kei tidak akan protes. Tapi semua bisa berbeda kalau ia sendiri yang tidak melihat.

"AH!"

Jemari Kei spontan berhenti, menggantung dipertengahan nada dan meninggalkan bunyi ting yang nyaring. Ia mengangkat kepala, mencari sumber suara, kemudian mempertemukan ujung alisnya sebelum beberapa detik setelahnya, bola matanya melebar ragu.

O-oh, rambut oranye dan perawakan kecil, dia itu kan...

"Warnamu aneh,"

Hah—"Maaf?"

"Kau, warnamu aneh." Apa sifat Hinata Shouyou memang seperti ini? Entah dari mana datangnya, Kei mendadak kesal tidak jelas. "Tsukishima-kun, 'kan?"

Bibirnya gagal mengeluarkan silabel, jadi Kei mengangguk.

"Permainan pianomu bagus, sangat bagus sekali," tukas Shouyou kemudian, melompat pada undakan dimana grand piano berpijak dan mencondongkan tubuh sedekat mungkin. Kei refleks melenting kecil, bau lemon bercampur mint menyergap hidungnya begitu rambut oranye itu berkibar halus. "Tapi sayang, ya, warnanya tidak bagus. Aku jadi sakit telinga mendengarnya."

Dua detik kalimat itu terucap, Kei terpelatuk. Tubuhnya ikut condong sembari menekan kening Shouyou dengan ujung telunjuknya, cukup keras sampai meninggalkan ringisan ngilu.

"Kau itu kena—"

"Salam kenal juga, Hinata Shouyou," potong Kei, datar kalau tidak ingin dibilang sinis, "aku tidak tahu partner ujianku menyebalkan juga,"

"Hah? Kau ini apa-apaan, sih!"

Kei mencelos; kau sendiri yang apa-apaan, meh!

.

.

tbc 

Toska [tsukihina]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang