2 : warna dan ketukan

1.7K 204 13
                                    

"TSUKISHIMA Kei itu, bagaimana orangnya?"

Sejak Shouyou menerima kertas berisi nama partner dan tanggal yang tertera selama ujiannya berlangsung, ia menduga-duga akan jadi seperti apa permainan pianonya nanti. Cukup terkejut juga ketika ia sama-sama dipasangkan dengan seorang pianis, tidak violinis seperti pada umumnya. Ukai-sensei bilang Tsukishima Kei itu partner yang cocok untuknya; untuk mengimbangi cara bermain Shouyou, lebih tepatnya. Shouyou tidak tahu kalau gaya bermainnya bisa menimbulkan masalah, dan ketika ia mengutarakan kejanggalan kecil itu pada Ukai-sensei, dosennya membantah tegas. Tidak ada yang salah dengan permainan pianonya dan ia tak perlu khawatir dengan hal sepele seperti itu.

"Tsukki? Orangnya, begitulah. Sulit dijelaskan kalau belum bertemu," balas Lev, mengingat-ngingat. Ia menyoretkan beberapa warna di jurnal kecil Shouyou, lingkaran-lingkaran acak pada bagian mata kuliah tertentu sebelum kemudian dimasukan ke bagian sisi kanan ransel kawan oranyenya. "Jadwalmu sudah aku ubah. Dua mata kuliah baru saja dipindahkan ke hari Rabu,"

"Oh, hijau?"

Lev mengangguk. "Iyaaaa, Shouyou, itu hijau. Sudah aku beri lingkaran, tinggal kau ubah di papan jadwal nanti,"

Erangan kecil. "Spidol hijaunya habis, duh," ia mengeluarkan ponsel dari saku jaket, aplikasi post-it dibuka dengan cepat lalu mengetik sederet list seperti; jangan lupa bertemu Tsukishima-kun dan berikan kesan yang baik, atau, pelajari bahan ujian nanti dan kurangi komentar-komentar yang aneh, dan terakhir ia menulis, spidol hijau habis, jangan lupa beli.

"Omong-omong, soal Tsukishima Kei ..." ucapan Lev berhenti, Shouyou sudah lebih dulu berdiri dan meniti anak tangga dari taman tengah menuju lorong loker sepatu. Seorang gadis bernama Yachi kebetulan berpapasan dengan mereka, sedikit mengingatkan soal jam tambahan besok dan berakhir dengan salam selamat tinggal.

"Hm, kau bilang apa?" tanya Shouyou, sadar percakapan mereka sempat terputus.

"Kenma-san bilang dia orang yang prefeksionis, tapi entahlah."

"Heee... tipe-tipe yang mengutamakan nilai di atas segalanya, ya," Shouyou manggut-manggut, tampak berpikir sejenak, "yah, kelihatan, sih."

"Kelihatan? Kau suda tahu orangnya kenapa masih bertanya,"

Cengiran lugas dipoles. "Aku bertanya soal sifat Tsukishima Kei, bukan fisiknya," tawa renyah lepas begitu saja, "soal seperti apa dia terlihat, aku tahu. Dan juga..." kembali Shouyou mengerang, kali ini lebih ke arah sebal, "... orang yang tinggi, ew."

"Shouyou itu alergi orang tinggi, ya."

"Argh, itu topik sensitif, sstt!"

Shouyou tidak bohong soal bagaimana rupa Tsukishima Kei; berambut pirang, berkacamata, tidak lepas dari headphone, ekspresi ketus, dan bagian yang paling menyebalkannya, tinggi. Pertama kali ia melihat partnernya adalah ketika semester pertamanya dan ia melihat bagaimana pemuda pirang itu bermain di gazebo belakang gedung kampus. Itu tidak sengaja, sungguh. Koushi-san sempat mengajaknya berkeliling sebagai wisata mengenal kampus lebih dekat dan Tsukishima Kei sudah lebih dulu di sana. Ia tidak mendekat, tidak mengganggu karena Koushi-san memberinya isyarat dengan jari telunjuk di depan bibir sambil berkata kalau Kei memang selalu berlatih di sana pada jam-jam senggang. Shouyou bertanya apakah Koushi-san mengenalnya, yang dijawab dengan anggukan kecil kalau mereka saling mengenal saat sekolah menengah atas. Hubungan senior dan junior, begitulah.

Karena itu, ketika Shouyou tahu bahwa Tsukishima Kei orangnya, ia tidak ragu harus mencari pemuda berkacamata itu di mana.

.

.

.

"Yang kemarin itu, sori, aku tidak bermaksud."

Toska [tsukihina]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang