Kereta api pukul 3 sore.
Masih terparkir di peron 3. Kau masih sibuk menghitung kembalian karcis yang akan membawamu menuju Jakarta. 15 jam dan kursi di bawahmu terlalu keras untuk diakrabi.
Kereta api masih sepi. Mungkin karena ini perhentian pertama? Lalu lalang manusia belum terlihat di pukul 3. Kau lempar pandang ke luar, jendela membingkai rapi jalinan rel yang terpetak di peron. Sepi. Terlalu sepi untuk sore stasiun di kota yang cukup besar pula. Haruskah kita merasa curiga? Tidak. Kau jawab sendiri pertanyaanmu. Mungkin hari ini memang tak ada yang berminat menuju ibu kota. Mungkin kita dan kereta tua sudah sama lelah.
Pikiranmu melayang pada jaka yang kau tinggalkan. Pada air mata dan tawa yang kalian guratkan lewat pena kebiasaan. Terlalu dalam kalian gurat hingga memori dan kenangan tak lagi manis dan diambang sepah. Mengapa harus berakhir? Indah kisah kalian terhenti seperti gerbong kereta di peron 3. Sepi, kosong dan gaung tiap detik dari jam tanganmu meneriakkan hampa. Dan sakit. Dan doa untuk setiap luka agar cepat menutup dan kering.
Kereta api pukul 3 sore, kau tak tahu kemana gerbong tua ini akan membawamu pergi.