06

286 31 8
                                    

"Kau tidak bekerja malam ini?" tanyaku pada Martijn yang sedang sibuk dengan ponselnya.

"Iya, aku diliburkan selama satu hari" ujar Martijn.

"Ohh begitu, ngomong-ngomong kau sangat Bagus memainkan gitarmu semalam" seruku sambil menatapnya yang masih saja sibuk dengan ponselnya.

Martijn menarik napasnya panjang seraya berkata "hehh kau ini, aku memang pintar memainkan alat musik dari kecil"

Aku tersenyum semanis yang aku bisa. "Kalau begitu ajarkan aku" seruku sambil menyandarkan kepala di bahunya.

Martijn menepis kepalaku. Kemudian dia membersihkan kedua bahunya. "Memangnya aku ini gurumu" ujarnya. "Belajarlah sendiri" serunya.

Martijn masih saja sibuk dengan ponselnya. Aku pun merampas ponselnya.

"Apa yang kau lakukan Bell" seru Martijn

"Apa yang kau mainkan sampai kau tidak menghiraukanku" seruku sambil memainkan ponselnya.

"Aku tidak menghiraukanmu Bella?" tanya Martijn

"Iyaaaaa"

Aku terus memainkan ponselnya. Namun, aku tidak mengerti cara membuka menu di ponselnya. Dan aku juga bingung dengan logo apel digigit di belakang ponselnya.

"Ini ponsel merek apa sih, kok belakangnya ada logo apel digigit?"

Karna aku tidak tau tentang ponsel Martijn, aku pun memutuskan bertanya padanya yang kini sedang menunjukan bibir bebeknya itu.

"Martijn, ini ponsel apa sih?" tanyaku

Martijn mengambil ponsenya yang berada di tanganku. "Ini iPhone 6s" ujarnya sambil menunjuk ponselnya padaku, seperti orang yang sedang lelang. "Ini ponsel mahal kau tau itu" serunya.

Aku pun tertawa. "Hahahaha pantas saja ayahnya tidak mempunyai biaya untuk berobat, ternyata anaknya membeli ponsel yang harganya selangit" sindirku

Martijn langsung menutup mulutku. "Apa maksudmu berkata begitu?" tanyanya dengan wajah yang sangat menyeramkan.
"Tidak apa-apa" seruku

Martijn mencekik leherku hingga aku tidak bisa bernapas.
"M-martijn a-apa yang kau lakukan?" seruku sambil menepis tangannya.

Bukannya dia melepaskan tangannya, dia malah justru memperkuat cengkramannya di leherku.

"Maaaartijn" teriakku dengan tangan terus melayang ke wajahnya. Namun dia bisa menghindarinya.

Aku terus teriak dan menjerit. Tiba-tiba sang supir taksi membunyikan klaksonnya dengan panjang.

"Tuan, nyonya bisakah tenang sebentar?" seru sang supir taksi.

"Tentu saja, jika tidak ada perempuan di sampingku ini" ujar Martijn.

"Iya Martijn, tapi tolong lepaskan tanganmu ini?" seruku sambil memukul tangannya yang masih mencekik leherku.

Martijn melepaskan tangannya dari leherku. "Ohh baiklah. Tapi jangan berkata tak sopan kepadaku" ujar Martijn

"Iya Martijn, tapi kau juga tidak boleh mengabaikanku" seruku.

"Iyaa" seru Martijn

Taksi Berhenti di sebuah restoran yang bernuansa Italia. Restoran ini sih terbilang sangat Bagus dan terlihat mewah bagiku. Mana mungkin aku bisa masuk dan makan di restoran itu. Aku hanya membawa uang 2 dolar. Dan ngomong-ngomong aku tidak mempunyai dompet.

"Wahh pak, kau sangat Bagus memilih restoran untuk kami" seru Martijn pada sang supir taksi.

"Tidak Martijn, pak ayo cari restoran lain" seruku pada sang supir taksi.

Don't Let Me Alone [MG] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang