09

160 32 0
                                    

"Rasanya aku ingin pingsan sekarang"

"Pingsan saja sana" teriak Nathan di atas gubuk

"Ya ampun ini panas sekali, kalian tega sekali menghukumku seperti ini"

Mereka berdua tidak menghiraukanku. Mereka tetap menikmati minumannya di atas gubuk. Sementara aku harus berdiri ditengah matahari yang membakar kulitku.

Batinku terus mengatakan tentang Martijn, berharap agar dia membawaku naik di atas gubuk. Walaupun sejujurnya, aku belum yakin dan tidak tahu apakah dia mencintaiku atau tidak.

Kepalaku sekarang terasa sangat pusing. Seakan-akan aku melayang di atas langit dengan kecepatan 1200 km per jam. Penglihatanku kabur sehingga keseimbangan tubuhku tidak stabil. Aku terus begumam menyebut nama Martijn.

Aku pun merebahkan tubuhku. Namun, aku merasakan sesuatu yang empuk di punggungku. Penglihatanku masih kabur, tapi sepertinya seseorang menggendongku.

"Bertahanlah, aku akan membawamu ke gubuk"

Suara pria yang tidak asing bagiku terdengar sangat jelas di telingaku.

"Martijn"

Tidak lama kemudian, aku mencium aromaterapi. Aku membuka mataku, dan kulihat Martijn kini duduk di sampingku.

Wajahnya agak panik, menatapku serius dengan tangan memegang minyak aromaterapi yang menenangkan tubuhku. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya.

"Ya aku tidak apa-apa Martijn, terima Kasih"

Kini aku sudah berada di atas gubuk. Kulihat Nathan sedang menatapku sinis. "Hh, begitu saja sudah pingsan" seru Nathan.

Aku tidak menanggapi perkataan Nathan. Kemudian Martijn menyodorkanku segelas air putih. "Minumlah" ucapnya dengan lembut.

Aku menuruti apa yang dikatakan Martijn dan kebetulan aku sedang kehausan. "Bagaimana kau bisa tahu kalau aku sedang kehausan?"

"Karena, dari tadi aku tidak melihatmu minum"

"Ohiya"

Martijn dengan santai mengambil bantal dari kepala Nathan dan bantal itu disodorkan kepadaku. "Letakan kepalamu disini" seru Martijn sambil menujuk jarinya ke bantal.

Aku tersedak sedangkan Nathan menegur Martijn dengan wajah kesurupannya itu. "Hei Martijn, jangan seenaknya mengambil bantal dariku. Ambillah bantal di dalam"

Martijn pun mengembalikan bantal yang diambilnya dari kepala Nathan. Tanpa basa-basi Martijn pergi ke dalam gubuk. Beberapa menit kemudian Martijn kembali dengan dua bantal di kedua tangannya.

Ia duduk di sampingku sambil menyodorkan sebuah bantal kepadaku. Aku menatap Martijn heran. "Tumben sekali kau seperti ini?"

Martijn hanya menatapku sekilas dan kembali menatap bantal yang dipegangnya. "Aku minta maaf, karena membiarkanmu di luar" ujarnya pelan.

"Ya ampun Martijn. Itu bukan salahmu, itu salah kakakku"

"Tapi aku sudah berbicara tidak se—

Don't Let Me Alone [MG] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang