Pendekatan

833 76 14
                                    

Kami berempat berada di Hermosa Beach pier setelah berjalan beberapa menit dari sufer statue. Yang dimaksud pier ini bukan 'dermaga', pier yang ini semacam jalan panjang yang didirikan di atas penyangga beton kukuh, dengan lebar sekitar 4-5 meter. Sisi kiri dan kanan terlindungi pagar besi berukuran sebahu orang dewasa. Di sisi kiri dan kanan terdapat bangku-bangku panjang yang saling memunggungi, menghadap langsung ke lautan. Lampu neon berwarna putih berderet di sepanjang pier, menyala jika langit menggelap.

Aku bersandar ke pagar besi sambil menekankan mata. Ombak berdentum di bawah pier yang kupijak, bersamaan dengan hembusan angin yang menerpa pipiku.

"Kau suka ?"

Spontan aku membuka mata sambil menoleh. Naruto sudah berdiri di sampingku, bersandar ke pagar besi, sama sepertiku. Ujung kaus kuningnya bergerak pelan tertiup angin. Anak-anak rambut yang menutupi pipi tegasnya berkibar lembut.

Naruto berdehem. "Maksudku, bagaimana kesan pertamamu tinggal di Amerika," ralatnya.

Aku mengamati Naruto. Saat ekspresinya datar seperti itu, dia terlihat manis. Mata biru cerahnya terlihat semakin teduh.

"Well, Hermosa menarik. Aku suka tempat ini." Rasa dingin menyergapku. Aku gugup tiba-tiba.

"Glad you like it." Naruto mengulas senyum. Senyum yang sejak pertama bertemu sudah kusukai itu. "Jepang tempat seperti apa ?" Naruto tampak penasaran.

"Kata Neji, panas." Aku terkekeh sumbang. Aku benar-benar membutuhkan Neji. Kalau ada Neji, setidaknya suasana tidak akan secanggung ini. Sialnya...., Neji sedang duduk di ambang gedung lifeguard. Sendirian, tanpa Rachel. "Jepang punya empat musim." Suaraku serak, seperti frankenstein.

"Musim panas sepanjang tahun ?" Naruto melucu.

"Bisa dikatakan begitu-" aku setengah excited, tetapi sebenarnya speechless.

Sepertinya, Naruto begitu tertarik dengan ceritaku tentang Jepang.

"Halo!" Tiba-tiba, Naruto berteriak antusias.
"Apa ?" Sahutku sontak.

Tangan Naruto menuding ke langit. Menunjuk bulan bulat yang malam ini bersinar cerah. Bulan bulat tersebut dikelilingi lingkaran cahaya yang begitu indah.

"Kau lihat lingkaran cahaya di sekitar bulan itu, Hinata ?" Kepala Naruto masih menengadah. Sinar kekuningan bulan terpantul di mata biru cerahnya-membuat matanya terlihat seperti mata kucing.

"Aku sering melihat yang sepeti itu, tapi sepertinya, ini yang paling terang. Kenapa bisa begitu ya ?" Tanyaku antusias.

"Yeah, ini halo-atau nimbus-icebow, gloriole. Yang disebabkan kristal es yang ada di awan cirrus di ketinggian lima sampai sepuluh kilometer di atas troposfer. Kristal es tersebut memantulkan cahaya..."

Aku menatap Naruto. Terkesima, hingga tanpa sadar sepasang mata kami bertemu-sangat lekat. Kami sama-sama salah tingkah, tersenyum garing sambil membuang pandangan ke ombak dengan perasaan tidak karuan. Cara Naruto menatap tepat ke bola mataku tadi.... begitu asyik

"Aku suka astronomi." Aku Naruto
"Aku ingin jadi ilmuwan, astronom, astronot, pokoknya yang bisa bersentuhan dengan astronomi."

"Wao...., itu bagus!" Mataku membulat kagum.

Aku merasa ini seperti sebuah kebetulan. Nama lengkapnya Namikaze Naruto. Saat aku mendengar nama Naruto, aku merasa ada unsur 'langit' di namanya itu. Dia juga menyukai astronomi-benda langit dan semacamnya. Lalu...., mata biru yang cerah itu terlihat seperti hamparan langit cerah yang luas.

Sky, gumamku dalam hati seraya menatap cowok berkaus kuning itu. Panggilan "Sky"-menurutku-sangat cocok untuk cowok ini.

"Kalau kau ? Aku yakin setiap orang punya semacam mimpi yang ingin diraih-"

Tenggorokanku terasa kering. Pertanyaan Naruto tentang cita-cita mengunci suaraku. Untuk saat ini, satu-satunya cita-cita di benakku adalah hidup tenang tanpa masalah bodoh seperti saat masih di Jepang.

"Aku...."

Naruto menunggu jawabanku dengan antusias.

"Neji sudah menunggu kita." Aku salah tingkah.

Aku membalikkan badan dengan gerakan sewajar mungkin. Melangkah pelan menyongsong Neji yang ada di ujung pier sebelum.... tiba-tiba sandalku putus.

Holly crap! Umpatku kesal. Saku tersandung.

Naruto menghambur ke arahku dengan cepat-menahan bahuku dengan lengan kukuhnya.

"Hinata, kau nyaris terjatuh." Naruto menahan keseimbangan badanku dengan kedua lengannya.

Rasa hangat menjalar dari lengan Naruto, merayap stabil ke jantungku. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba perasaanku jadi sekacau ini hanya karena berada di jarak yang begitu dekat dengan Naruto.

"Hei, sandalmu putus." Naruto mengamati kakiku.

"It's okay, Sky."

"Tapi, malam ini sangat dingin, Hinata." Naruto terlihat cemas. "Wait, kamu tadi memanggilku apa ?"

Jantungku mencelos. Bodoh. Kenapa tadi aku memanggil Naruto dengan nama "Sky"?

"Eh, Sky." Aku meringis kaku. "Kau tidak keberatan jika kupanggil 'Sky', kan ?"

Naruto menatap mataku dengan ekspresi yang susah dijabarkan. "I love that name."

Aku yakin otakku ini sedikit error. Tiba-tiba, terlontar begitu saja memanggil Naruto dengan nama 'Sky'?

"Kau pakai punyaku, agak kebesaran sih. Tapi, setidaknya kakimu tidak kedinginan." Naruto melepas sepasang sandalnya. Dia memilih tidak memakai sandal-demi aku ?

Jantungku serasa berhenti berdetak.

"Kakimu-"
"Sudah. Pakai saja." Potong Naruto sambil mendekatkan sandalnya ke kakiku.

Ini memang tidak seindah sepatu kaca cinderella. Tapi, perlakuan Naruto barusan lebih romantis daripada pangeran manapun.

...TBC...

Chapter 5 selesai...
Maaf yaa chapter ini lebih pendek. Soalnya ini lanjutan dari chapter sebelumnya.
Trus maaf aku buat panggilan Hinata ke Naruto jadi 'Sky'. Soalnya ini di California bukan di Jepang. Tadinya mau panggilan 'Kyubi', tapi ntar jadi gak nyambung sama tempat. Karena di wiki aku liat arti nama naruto itu 'badai guntur', trus warna mata naruto sebiru langit, aku jadi kepikiran nama "Sky'.
Di cerita ini sepertinya banyak yang aku ubah karakternya, maaf yaa.🙏🙏
Trus kayaknya aku bakal jarang update, karena aku lagi sibuk untuk daftar ke SMA. Jadi gak bisa setiap hari update.
Kalau kalian suka kasih vote untuk cerita ini, jika tidak suka beri kritik dan saran di mana kesalahan dan kekurangan saya. (Maaf agak cerewet)
See you next time. I love you 💕

Last minute in manhattanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang