2nd diary

1.1K 84 8
                                    

"Aku bertemu orang menyedihkan di toilet tadi." Aku setengah berbisik kepada neji-sedikit mendekat ketelinga kirinya, mencoba mengakrabkan diri. Aku ingin membuat toneri meradang di tempat duduknya.

Aku berusaha menenangkan pikiranku dengan mencoba tersenyum selebar mungkin pada neji dan sophie. Pertemuanku dengan mama, toneri, serta shion direstoran ini membuatku resah. Semua terasa kacau.

Aku dan neji banyak bertukar cerita selama perjamuan makan malam. Papa dan sophie menceritakan pengalaman masing-masing dengar sangat antusias. Neji cepat akrab denganku. Dia bercerita banyak tentang tempat tinggalnya dihermosa, california. Juga tentang dia menggilai desain, dan mungking akan melanjutkan studinya dijurusan desain kelak.

"Hinata, kamu ingin melanjutkan kuliah dimana ?" Neji menanyaiku balik.

Aku nyaris tersedak es.
Aku memiliki ketertarikan khusus tentang obat-obatan dan medis. Tapi sampai sejauh ini, aku sama sekali tidak tertarik untuk kuliah-mengingat kehidupanku terlalu kacau untuk sekedar memikirkan kuliah.

"Sayang." Papa menyela percakapanku dengan neji. "Papa ada ide." Beliau tersenyum padaku. Senyum semangat yang bisa diartikan sebagai "papa-punya-rencana brilian-untukmu." Aku menyimak. Neji memandangi papa dengan tidak sabaran.

"Bagaimana kalau kamu tinggal di CA setelah pernikahan papa dan sophie." Kerongkonganku terasa kering mendengarkan penawaran dari papa.

"Siapa tahu disana kamu bisa mendapatkan pengalaman-lalu, ada keinginan untuk melanjutkan studimu. Yah, anggap saja kamu sedang berlibur di CA."

"Good idea" neji antusias.
"Menarik sekali, honey." Kali ini, sophie yang menatapku penuh harap.

"Nah." Papa menjentikan jarinya sambil tersenyum, seolah-olah rencananya itu rencana hebat yang mampu menghentikan perang.

"Berapa lama ?" Alisku terangkat.
"Kamu bebas tinggal disana sesukamu. Rumahku kan rumahmu juga." Neji menyangga dagu sambil menatapku.

"Benar, sayang." Sophie tidak mau kalah.
"Dan, papa-"
"Papa akan menyelesaikan urusan pekerjaan di jepang." Papa mengerling. Kata papa, papa akan berkunjung ke CA setelah urusan selesai. Papa dan sophie akan tinggal nomaden di jepang-amerika sebelum kewarganegaraan keduanya ditentukan (apakah sophie yang ikut papa, dan sebaliknya). Aku bebas tinggal di CA sampai suasana hatiku membaik. Syukur-syukur kalau aku punya keinginan untuk melanjutkan kuliah. Dengan kata lain, siapa tahu aku bisa move-on dari masa laluku dengan tinggal sementara di CA bersama mama baruku.

Aku bingung. Kalau aku tinggal di jepang, papa benar, aku tidak ada kegiatan disini. Setidaknya, dengan tinggal di CA bersama mama baruku, aku bisa mendapatkan pengalaman baru. Kata pepatah : pengalaman adalah guru terbaik dalam hidupmu... tiba tiba, bayangan menyedihkan itu muncul.

Fashback

Siang itu, sepulang sekolah, aku dan para sahabatku bermain DDR -dance dance revolution- jadwal rutin kami tiap kali kami merasa penat dengan kehidupan dikelas.

Ada karin, gadis terpandai di kelas. Kami di kelas XII A1 menyebutnya kamus berjalan-bahasa inggrisnya sudah level dewa.

Kemudian, ada sai, orang yang pandai melukis di kelas. Dia yang paling tenang diantara kami.

Lalu, ada sakura. Dia yang paling cantik di kelompok kami. Fashionable dengan senyum ramah mematikan.

Sasuke, walaupun sering gonta-ganti cewek, cinta sasuke mentok pada sakura.

Ada ino juga. Cewek eksotis berambut pirang panjang yang diikat menyerupai ekor kuda. Dia biang gosip di kelas.

Yang terakhir ada aku. Mereka tahu bagaimana keadaan keluargaku. Mereka tahu bahwa aku punya kenangan manis dengan mendiang nenekku. Mereka tahu bahwa aku penggemar cinnamon rolls. Dan, mereka tahu bahwa aku punya topi rajut bubble tiga warna peninggalan terakhir nenek-yang merupakan benda kesayanganku. Mereka jugalah yang selalu mendukungku untuk terlepas dari keterpurukan masa lalu, agar aku bisa mengejar impianku di bidang medis.

Last minute in manhattanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang