Part 1 - Bola Basket Pengantar Cinta

118 11 6
                                    

1
"Ehm..." Seorang gadis cantik sedang mengetuk-ngetuk lembut bibirnya dengan telunjuk kirinya. Bergumam panjang dan pelan sembari menjalankan telunjuk kanannya di depan buku-buku yang tersusun rapi di rak.

Fellysha Aurini Pramoedya. Ya, itulah namanya. Teman-temannya sering memanggilnya Felly. Terdengar manis untuknya.

Felly cenderung pendiam dikelasnya. Namun ia adalah salah satu murid cerdas di kelasnya. Selalu menduduki peringkat kedua. Karena yang pertama selalu di duduki oleh Devon.

Felly juga sangat ramah dengan orang lain. Sebenarnya, ia adalah anak yang menyenangkan. Tapi hanya sebatas anak yang mengenalnya dekat saja yang tahu itu.

Felly cantik. Dengan mata yang indah-- manik hitam kelam, hidung yang cenderung agak kecil namun mancung, bibir penuh berwarna peach-nya, semua terlihat sempurna di bingkai oleh wajah mungilnya.

Felly sedang berada di perpustakaan sekolahnya. Niatnya ingin meminjam buku fisika untuk mengerjakan PR-nya.

Sebenarnya tadi bersama Mira, sahabatnya. Namun Mira justru bilang 'Kalau istirahat lebih enak kekantin. Bukannya ke perpustakaan. Semuanya buku begitu. Kalau lapar, apa buku bisa di makan biar kenyang?'

Felly tertawa kecil mengingat ucapan Mira itu. Jemarinya masih menelurusi buku-buku di depannya. Sampai akhirnya jemarinya berhenti pada buku ber-cover biru tua. Ia kemudian mengambilnya dan langsung mencari tempat duduk di dalam perpustakaan itu.

Felly membaca dengan hikmat buku yang baru saja di ambilnya itu. Membacanya dengan teliti sambil sesekali membalikkan ke halaman selanjutnya.

Sampai sebuah tarikan kursi tepat di sebelahnya, membuatnya menghentikkan aktivitas membacanya dan menoleh ke samping kirinya.

Maniknya langsung melebar saat tahu siapa yang menduduki kursi itu.

Oh my God!

DEVON!!

Devon yang sudah duduk manis sambil membaca buku d itangannya.

Devon adalah teman sekelasnya. Atau mungkin lebih tepatnya, saingannya di kelas. Jujur, mereka bahkan belum pernah saling bicara selama 3 tahun mereka sekelas.

Sebenarnya, jauh di dalam lubuk hatinya. Felly sangat menyukai Devon. Sejak pertama mereka mulai mengikuti Mos atau Mabis saat masuk SMA.

Ketika melihat Devon yang saat itu duduk di sebelahnya dan meminum minumannya. Membuatnya jadi mengagumi seorang Devon. Konyol memang. Tapi itulah yang sebenarnya terjadi.

Menyukai Devon yang berkepribadian dingin dan acuh dengan sekitar. Devon juga cenderung penyendiri di kelasnya. Entah apa yang membuat Devon seperti itu.

Devondra Julian Ardinata. Tidak banyak yang diketahui Felly tentang pribadi Devon. Misalnya, Ayahnya Devon yang adalah seorang dokter di salah satu rumah sakit di kota mereka.

Devon memiliki wajah yang tampan. Mata indah yang selalu menatap sekitar dengan tajam dan mengintimidasi, manik coklat gelap yang mempesona, hidung mancungnya, juga bibir yang agak penuh. Membuatnya semakin tampan.

Felly masih setia menatap Devon dengan tatapan penasarannya. Memangku dagunya dengan tangan kanannya. Entah apa yang membuat mereka belum pernah saling bicara selama ini. Padahal sering di lihatnya, Devon bicara dengan anak-anak perempuan. Tapi tidak dengan dirinya.

Felly menatap langit-langit perpustakaan. Mengingat jika mereka sudah menginjak kelas 3. Sudah pasti sebentar lagi mereka akan berpisah. Lalu kapan mereka akan saling bicara?

Jujur, Felly sebenarnya juga ingin mendengar suara Devon yang bicara langsung padanya. Tapi kalau menunggu Devon yang bicara duluan, kapan?

Karena itulah, dengan kepercayaan dirinya yang kuat. Felly memutuskan untuk memulai duluan pembicaraan pertama mereka.

Vanquished His HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang