Late

200 30 42
                                    

Happy reading :)

Satu hal yang Rae Kyo tahu, pendingin ruangan--yang diatur tidak terlalu dingin--di kamar ini masih berfungsi dengan baik. Dia bisa merasakan udara sejuknya melewati pori-pori kulit. Tapi kenapa telapak tangannya tidak bisa berhenti mengeluarkan keringat?

Nyonya Choi--wanita yang menyapa Rae Kyo di depan kamar--tengah menyelesaikan administrasi rumah sakit dan berpesan pada Rae Kyo untuk menjaga anaknya. Jadilah Rae Kyo duduk di kursi yang ada di samping ranjang temannya saat ini.

Pertemuan tak terduga. Sudah dua tahun Rae Kyo tidak bertemu dengan temannya ini. Lebih tepatnya, temannya itu tiba-tiba pergi dari hidupnya dan Rae Kyo tidak bisa menemukannya di mana pun. Senang, tentu saja. Kecuali cara bertemunya. Hal itu membuat Rae Kyo takut setengah mati.

Ruangan ini sangat sepi. Jadi tak heran jika Rae Kyo terkejut dengan suara pintu yang tiba-tiba terbuka. Ternyata Nyonya Choi yang masuk.

"Long time no see, Dear. How are you?" Tanya Nyonya Choi sambil menaruh bungkusan yang dibawanya di nakas.

"I'm," Rae Kyo menghela napasnya. "Fine," lanjutnya. Suasana canggung ini benar-benar menyiksa Rae Kyo.

Nyonya Choi membuka bungkusan itu dan memberikan isinya untuk Rae Kyo. Sepotong sandwich. "I know you haven't eaten your breakfast."

Rae Kyo tersenyum canggung sambil menerima sandwich yang diberi Nyonya Choi, tak berniat memakannya. "Thank you," lirihnya.

Nyonya Choi tersenyum ke arah Rae Kyo lalu duduk di kursi satunya, bersebrangan dengan Rae Kyo. Dia mengusap lengan anaknya yang tidak terluka, masih tetap memandangi Rae Kyo. Tak tahan diperhatikan seperti itu, Rae Kyo menunduk.

Nyonya Choi terkekeh. "You've changed."

Rae Kyo memandang Nyonya Choi dengan kedua alis menyatu.

"Ya, kau berubah," jawab Nyonya Choi saat melihat pertanyaan di wajah Rae Kyo. "Biasanya kau akan memelukku saat bertemu. Kau tidak merindukan, Momma?"

Mata Rae Kyo berkaca-kaca, hatinya menghangat. "Can I?"

"Of course," jawab Nyonya Choi sambil berdiri dan merentangkan kedua tangannya.

Rae Kyo melangkah mendekati Nyonya Choi lalu mendekapnya erat. "I miss you, Mom."

"I miss you too."

Bahu Rae Kyo naik turun mengikuti isakannya. Pelukan ini adalah hal yang paling Rae Kyo rindukan selama 2 tahun ini. Ketakutannya seketika hilang karena Nyonya Choi ternyata tidak membencinya.

"Sst... don't cry," ucap Nyonya Choi sambil mengusap bahu Rae Kyo. Setelah melepas pelukannya, Nyonya Choi menghapus air mata Rae Kyo. "Sepertinya kau ketakutan tadi. Kenapa?"

"Aku pikir Momma akan membenciku," jawab Rae Kyo.

"Mana mungkin aku membencimu?"

"Bisa saja," jawab Rae Kyo, masih berusaha meredam isakannya.

"Konyol sekali," sahut Nyonya Choi.

Setelah itu, mereka saling berbincang dan melepas rindu satu sama lain. Menceritakan semua yang sudah mereka lewati selama ini. Senyum Rae Kyo tak berhenti merekah di bibirnya.

***

"Mom, I have to go now," ucap Rae Kyo setelah 3 jam menghabiskan waktu dengan Nyonya Choi.

"Buru-buru sekali," wajah Nyonya Choi menyiratkan kekecewaan.

"Yah," desah Rae Kyo. "Aku masih ingin di sini, sebenarnya. Tapi aku harus pergi, Mom."

Don't Leave Me! (나를 떠나지마!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang