8

4.5K 469 100
                                    

So don't ever think I need more
I've got the one to live for
No one else will do
Yeah, I'm telling you
Just put your heart in my hands

💓💓💓

Dia membuatku menangis untuk yang entah keberapa kalinya.

Meski begitu kenapa aku tak bisa untuk tak mencintainya?

🍃🍂🍃🍂🍃🍂

Aku berjalan memasuki kamar dimana Sasuke tengah berbaring di dalamnya, membawa nampan makanan menyehatkan, gelas air minum dan obat-obatan miliknya.

Rumah kami kembali sepi karena Sarada sedang pergi bersama suaminya, mengajak anak mereka bermain ke kebun binatang.

Waktu sungguh cepat sekali berlalu, tak terasa aku dan Sasuke sudah menikahkan Sarada dengan laki-laki yang menjadi pilihannya.

Lelaki yang mencintai dia apa adanya. Lelaki yang telah memberinya seorang anak laki-laki lucu dan tampan yang anehnya rambutnya hitam seperti Sarada. Bukan pirang seperti Boruto, Ayahnya.

Cucu pertamaku dan cucu pertama Sasuke. Bocah yang selalu ikut berdesakan di ranjang kami setiap kali libur sekolah karena jika tidak libur maka Sarada pasti akan berteriak dan menarik telinganya ke atas kemudian memaksa cucuku masuk ke kamar mandi untuk bersiap sekolah.

"Mana Satoshi?" Aku tersenyum saat disambut pertanyaan seperti itu oleh Sasuke.

Kuletakan nampan makanan di nakas dekat ranjang kami, kuraih tangan Sasuke yang sudah sama keriputnya dengan tanganku.

"Salad dan Bolt membawanya pergi ke kebun binatang," ucapku seraya mengusap helaian rambut Sasuke yang sudah berubah menjadi uban.

Lelaki itu tersenyum padaku menarik tanganku yang masih menggenggam tangannya dan mencium punggung tanganku. "Boruto perlu menghibur keturunanku."

Aku terkekeh tapi dalam hati aku mengiyakan ucapan Sasuke.

Kami sudah tidak lagi muda. Usia 85 kurasa tidak bisa disebut lagi seorang paruh baya. Sasuke sakit, penyakit tua yang biasa diderita oleh rata-rata orang tua seusia kami.

Sarada dan Satoshi sedih sekali melihat Sasuke sakit. Mereka pasti akan menangis setiap kali masuk ke kamar Sasuke, padahal Sasuke sudah berkata dia pasti sembuh dan akan bermain lagi dengan mereka. Tapi Sarada dan Satoshi tak bisa dihibur, mereka tak bisa terima kalau Sasuke sakit.

Hari ini entah karena apa, Sarada memaksa ingin ke kebun binatang, Satoshi menolak tapi apalah daya anak itu tak bisa menolak kemauan Ibunya.

"Sakura,"

"Ya?"

"Aku ingin kau berbaring disini." Sasuke menepuk sisi kosong di ranjang kami yang sebenarnya itu memang tempatku.

Aku mengangguk dan menuruti kemauan Sasuke. Aku naik ke tempat tidur dan tidur berbantalkan lengannya.

"Cepat sembuh Sayang, aku ingin kau membawaku ke tempat-tempat yang dulu pernah kita datangi," gumamku di atas dada kurusnya.

Sasuke mengangguk dan mencium puncak kepalaku. "Kita kencan lagi?"

Air mataku menetes. "Iya, makanya kau harus semangat makan obat dan kembali ke dokter," jawabku parau.

"Aku tidak perlu dokter dan obat. Hanya perlu kau dan aku akan merasa lebih baik. Lagi pula bukankah wajar orang setua kita ini sakit? Sudah 85 tahun tubuhku bekerja, mungkin ini sudah saatnya aku mengistirahatkan diri."

Aku tersenyum dan mengusap dadanya yang naik turun pelan.

"Aku mencintaimu, Sakura. Tak perlu yang lain karena aku punya kau. Yang berarti segalanya untukku." Aku mengangguk dan menaikan tubuhku sedikit sehingga aku bisa mencium bibirnya.

Kupejamkan mataku dan menikmati sentuhan lembutnya pada helaian rambut kusutku.

"Aku sangat mencintaimu." Dia mengulang lagi ucapannya. Mungkin karena aku tak kunjung menjawab sehingga dia mengulangnya lagi.

"Ya Sasuke. Aku juga. Aku sangat mencintaimu." Aku membuka mataku lagi demi mengungkapkan pada Sasuke seberapa besar aku mencintainya.

Tapi rautku berubah kala yang kulihat adalah mata Sasuke yang tertutup, tanganku yang masih di atas dadanya tak lagi merasakan dadanya naik turun, tangan-tangan lembut Sasuke berhenti membelai rambutku.

Aku menangis, menyebut namanya, memanggilnya selembut mungkin, mengguncang tubuhnya pelan, memeluknya seerat yang aku bisa, membangunkan dia dan memaksanya untuk memelukku lagi.

Tapi dia tidak bangun.

Sasuke pergi.

Aku menenggelamkan kepalaku pada lekuk leher Sasuke, menangisi kehilangannya dilehernya. Sekali lagi aku mencium bibirnya yang tak lagi mengeluarkan udara, sekali lagi aku menciumnya karena setelah ini kupastikan aku tak dapat lagi merengkuhnya.

"Terima kasih Sayang. Terima kasih untuk semuanya. Aku mencintaimu." Ucapku di telinga Sasuke yang aku yakin tak mampu lagi mendengar suaraku.

Aku telah kehilangan belahan jiwaku.

🍃🍂🍃🍂🍃🍂

Sasuke, hari ini tepat dua tahun kau meninggalkanku. Aku percaya, kau saat ini sedang menertawakanku karena aku beruban, keriput, lemah. Sementara kau disana sudah berubah menjadi Sasuke tampanku lagi seperti saat kita pertama kali berkencan.

Suatu saat kita akan bertemu lagi Sasuke. Tunggu aku.

Kau hanya perlu menungguku.

Kau hanya perlu menungguku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bersambung...

Terjawab sudah dimana Sasuke 😬

Over And Over AgainWhere stories live. Discover now