Perempuan. Seringkali dianggap lemah, padahal hanya menahan amarah. Dicap rapuh, sesungguhnya berbagi keluh. Yang lebih parah, bersolek sedikit saja bisa jadi masalah.
Aku mencak-mencak mengingat pemberitaan di media tentang korban kekerasan seksual. Hatiku tidak terima kalau kaum perempuan selalu dijadikan korban kebiadaban, terutama oleh kaum adam.
Kemarahanku memuncak ketika menonton salah satu acara. Tersangka dengan santai mengatakan; 'salah siapa pakai pakaian yang mengundang?'.
Nah loh! Sudah salah, tidak mau mengaku salah, eh malah berkilah. Kalau dia bilang begitu dihadapanku, sudah dapat dipastikan tinggal nama. Aku tidak akan segan-segan memakai Kata* dengan gerakan mematikan. Biar dia tahu rasa.
"HYAAA!" Teriakku ketika melepaskan napas untuk gerakan terakhir.
Semua orang melihat kearahku. Aku menundukkan badan, tanda penghormatan terakhir. Latihan Kata Heian Godan* untuk ujian kenaikan sabuk dari kuning ke hijau selesai.
Jam menunjukan pukul lima kurang seperempat sore, mengumumkan selesainya sesi latihan kali ini. Seperti biasa, semuanya melakukan pelemasan otot. Lalu ketika selesai membentuk lingkaran untuk briefing dengan Sensei* Reihan.
"Karate digunakan untuk membela diri, bukan untuk menunjukkan eksistensi. Selalu ingat bahwa masih ada yang lebih kuat di atas kita. Itulah gunanya pengendalian diri, resapi sumpah karate nomor lima, yaitu?!"
"Sanggup menguasai diri!" Jawab semuanya serempak.
"Percaya atau tidak, ada monster bersemayam dalam diri kita masing-masing. Kita tidak bisa mengalahkannya karena dia adalah bagian dari diri ini, cukup taklukkan dan ajak berdamai. Karena kekuatan akan didapatkan ketika emosi dan ketenangan hati bisa menciptakan suatu harmoni. Sekian latihan hari ini. Tetap rendah hati. Karateka!"
"OSH!"
Setelah Do-gi* berganti dengan kemeja coklat dan celana jeans longgar, aku segera keluar dari Dojo*. Dia pasti sudah mengungguku.
Seperti biasanya, dia terduduk di bangku taman, wajahnya ditekuk, matanya terlihat berkonsentrasi dengan gadget di tangannya. Penyakit jahilku kambuh. Perlahan aku mendekat tanpa suara, namun ketika akan melancarkan aksi mengagetkannya dari belakang, isakkannya terdengar putus-putus, membuatku menelan kembali teriakan yang hampir meloloskan diri dari bibir.
"Hey... kenapa lagi Ra?" Tanyaku khawatir. Sahabatku ini memang selalu baper-an. Tidak peduli ada dimana, air matanya selalu minta disalurkan.
"A... aku... buka timeline facebook. Ter... terus nemu berita ini." Nadra menyodorkan gadget-nya.
Berita tentang kekejaman lagi. Ditemukan seorang korban pemerkosaan, kewanitaannya dimasukan gagang cangkul sampai menembus paru-paru dan hatinya. Aku mengernyit ngeri. Hadeuhhh! Belum sampai sebulan berita anak berbaju pramuka itu, sekarang berita yang lebih mengejutkan mengambil alih.
"Udah Ra, jangan sedih. Toh mereka bakal di hukum juga."
"Di hukum apanya? Salah satu dari mereka masih di bawah umur." Aku semakin miris, bahkan anak kecil pun mampu berkelakuan seperti iblis.
"Kalau mereka nggak bisa memberi hukuman setimpal, Negara ini sudah tidak aman. Jadi kita yang harus siap melindungi diri sendiri," kataku sok diplomatis. Nadra tertegun, terlihat tengah mencerna kata-kataku. Tanpa permisi sebuah tangan mendarat dibahuku, membuat jengah.
"Lebih tepatnya seperti ini." Aku meraih tangan itu, lalu memelintirnya. Hingga punggungnya tepat berada menghadap muka.
"Ampun senpei*, ampun..." erang lelaki yang kini berjingkak melawan sakit. Wirya. Benar-benar dia ini, tidak kapok apa? Meskipun satu angkatan, tapi di Dojo dia adalah seorang Kohei*, sudah seharusnya dia menghormati Senpei. Aku sudah meloloskan tangannya, tapi dia masih meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen
Short StoryIni adalah kumpulan Cerpenku yang menjadi kontributor dalam event menulis. Ilustrasi dibuat oleh saya sendiri, dengan sumber gambar dari We Heart It, dan proses editing di Picsart. Enjoy the story ;D