Nafasku masih memburu ketika berbelok menuju lorong kedua disekolah. Dia masih mengejarku.
Bukan, dia bukan hantu. Dia hanya seorang manusia. Manusia setengah gila. Arghh! Lama-lama aku juga bisa gila bila terus dikejar seperti buronan.
Mataku mengintip sebentar dari balik tembok tempatku bersembunyi. Sial, Alex masih celingukan sambil membawa satu buket mawar merah dan menenteng keranjang kecil yang seluruhnya berisi cokelat. Buset! Apa dia berencana untuk merubahku menjadi buntelan lemak.
Suara sepatunya terdengar semakin mendekat, aku bergegas mengambil langkah seribu.
Bruk! Aku menabrak seseorang. Seharusnya aku terjatuh sekarang, tapi kenapa aku merasa melayang.
Manik mata berwarna hitam pekat menyambutku ketika aku membuka mata. Oh tidak! Jangan meleleh Yumi.Untungnya tangan lelaki berwajah oriental tapi berkulit sawo matang ini begitu kuat menopang pinggangku.
"Yumi..."
Suara memelas bercampur kaget dari belakangku berhasil membuyarkan fantasi. Aku berbalik kebelakang dan mendapati Alex menatapku nanar.
Melihatnya maju selangkah membuatku berbalik untuk berlindung dibelakang tubuh tegap lelaki manis ini.
"Pergi!" Suaranya mempunyai aura dingin dan terdengar mengancam.
"Jangan ganggu dia lagi!"Seketika nyali Alex ciut, aku bisa melihatnya. Dia mengigit bibir bawahnya, matanya seperti melihat seekor harimau yang siap menelannya bulat-bulat. Sedetik kemudian dia sudah lari tunggang langgang.
Syukurlah... semoga ini menjadi yang terakhir. Aku merapikan seragam putih abu dan rambutku, lalu menunggunya berbalik. Tapi dia malah melangkah menjauh, tanpa menengok lagi ke belakang. Huh, menyebalkan.
"Tunggu!" Teriakku, lalu menyusulnya.
"Kita belum kenalan." Aku menyodorkan tangan kananku. Dia menatapku dengan tatapan dingin."Aku bisa membaca namamu tepat di atas saku baju sebelah kirimu, Ayumi Melosa." Ada kerutan di dahinya. Ya, aku memang keturunan Jepang namun minus mata sipit.
Aku tersenyum kikuk, dan terpaksa menarik tanganku kembali. "Hmm, ya tentu saja. Aku juga bisa melihatnya, Reidan Farell," kataku sambil mengulum senyum.
Apa aku harus menelan kekecewaan ini? Tidak. Hatiku berontak! Rasanya pahit sekali. Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja.
*****
"Woy! Jangan ngelamun. Kesambet setan kelas ini baru tau rasa," kata sahabatku Feli yang kini duduk di bangku sebelah.
"Fel, kamu percaya gak sama cinta pada pandangan pertama?" Mataku memandang lurus ke depan.
"Apa? Wah gak bener nih. Kayaknya kamu seriusan kesambet." Dia mengambil cokelat yang entah dari siapa dibawah mejaku lalu membuka bungkusnya.
"Ihh dengerin dulu. Tadi pagi aku ketemu cowok yang dingin tapi manis."
"Siapa? Es batu," ujar Feli sambil cekikikan.
"Bukan, namanya Reidan Farell," kataku sambil tersenyum.
"Jangan bilang kalau kamu suka sama Kak Rei," ujar Feli sambil tertawa kecil.
"Kamu kenal Rei?" Tanyaku tidak percaya.
"Tentu saja. Dia adalah kakak sepupuku yang pindah dari Kalimantan ke Garut."
"Wah! Benarkah?" Feli mengangguk, lalu mengambil sebatang cokelat lagi yang isinya dodol.
Feli menatapku yang tengah tersenyum. "Menurutku dia jauh lebih parah dari es batu, dia itu rajanya kutub utara, bahkan senyumnya juga mahal," lanjut Feli kemudian. Sungguh hal itu tidak memupuskan keinginanku untuk mendekatinya, malah sebaliknya.
"Eitt! Jangan berfikir untuk menyuruhku menjadi mak comblang." Feli menatapku tajam. Aku menunjukkan wajah memelas, yang langsung dibalas Feli dengan senyum simpul.
"Oke aku nyerah." Feli merentangkan kedua tangannya, "nanti malem keluargaku bakal ngadain pesta api unggun kecil dibelakang rumah buat nyambut pangeran kamu dari antah berantah. Dan, kamu bakal jadi tamu istimewa."
"Yes," aku mengepalkan tangan kananku.
"Kamu ini aneh ya, padahal banyak cowok yang ngejar-ngejar kamu sampe bela-belain beli coklat seabreg tapi kamunya malah suka sama cowok lain yang notabene jenis introvert," kata Feli sambil geleng-geleng kepala. Aku hanya bisa tersenyum membalas perkataannya.
*****
"Selamat malam Yumi, ayo masuk," kata Tante Ira, mamanya Feli. Aku tersenyum lalu menyerahkan setoples besar marshmallow.
"Wow banyak sekali, terima kasih ya Yumi."
Tante Ira mengajakku kehalaman belakang yang sudah terang kemerahan. Beberapa orang sudah duduk mengelilingi lingkaran. Dia ada disana, kedua tangannya ia lipat didepan dada.
Feli melambaikan tangan, aku langsung bergabung dengan anggota keluarganya yang lain.
"Horree kiriman marshmallow-nya udah dateng, jadi kita bisa mulai lomba." Aku menatap Feli bingung.
"Tau nggak, Yumi jago memasukan marshmallow sebanyak mungkin kedalam mulutnya loh. Sekarang aku menantangnya."
Aku melongo. Ini anak paling bisa bikin aku malu. Dia mengedipkan sebelah matanya dengan cepat.
"Oke," kataku ragu.
Toples terakhir yang kubawa aku letakkan diantara Feli dan aku. Feli membuka tutupnya.
"Siap!" Kata Om Fredi lantang. "Mulai!" Lanjutnya disertai tepuk tangan dari keponakan-keponakan Feli. Rei hanya terdiam, dia menatapku sambil lalu.
Beberapa potong marshmallow sudah memenuhi pipi kanan dan kiriku. Begitupun dengan Feli. Hanya saja dia kalah cepat. Pada potongan ke sepuluh dia sudah menyerah. Ini potongan ke lima belas yang sedang kujejalkan.
Semua orang bersorak menyemangati. Rei yang ada di seberang menatapku tidak percaya. Potongan kedua puluh membuatnya terbahak, dia tertawa lepas melihat pipiku menggembung penuh marshmallow.
Tuhan! Senyum sebelum tawanya meledak itu dapat membuatku membeku. Sangat manis, semanis marshmallow.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen
Historia CortaIni adalah kumpulan Cerpenku yang menjadi kontributor dalam event menulis. Ilustrasi dibuat oleh saya sendiri, dengan sumber gambar dari We Heart It, dan proses editing di Picsart. Enjoy the story ;D